27 September 2014

Movie Review: A Walk Among the Tombstones (2014)


"People are afraid of all the wrong things."

Apa yang pertama kali melintas di pikiran anda ketika melihat poster diatas mungkin adalah sebuah film yang mencoba memberikan sensasi misteri kejahatan dengan menebar ketegangan menggunakan adegan aksi bersama limpahan peluru yang mendominasi. Pistol dan peluru itu memang ada, namun ternyata hanya sebagai pemanis dari sebuah action drama yang bergerak tenang untuk mempermainkan penontonnya. A Walk Among the Tombstones, an effective thriller package, which seriously like walking among the tombstones.

Di awal tahun 90-an seorang officer NYPD bernama Matthew Scudder (Liam Neeson) masuk kedalam sebuah kedai untuk menikmati paket minuman favoritnya. Tidak lama berselang muncul dua orang pria kedalam kedai tersebut dan melepaskan tembakan kepada sang pemilik, situasi yang menciptakan aksi kejar diantara mereka dengan Scudder yang langsung bergerak cepat. Semua pada akhirnya memang berhasil teratasi, namun sebuah peristiwa tragis meninggalkan memori kelam bagi Scudder yang juga menjadi alasan ia melepas statusnya sebagai aparat keamanan.

Tapi ternyata kasus kriminal belum mau menjauh dari Scudder, dimana delapan tahun kemudian dengan statusnya sebagai detektif swasta ia bertemu dengan Kenny Kristo (Dan Stevens), seorang pengedar narkoba yang sedang berhadapan dengan kasus pembunuhan berantai. Kenny mendapati sang istri diculik, dan setelah melakukan aksi tawar menawar ia memang berhasil mendapatkan kembali sang istri, namun sayangnya dalam kondisi yang mengenaskan. Kenny ingin Scudder menemukan penjahat tersebut agar ia dapat melakukan apa yang mereka lakukan kepada istrinya.


Tidak menjadi sesuatu yang mengherankan apabila ada penonton yang merasa skeptis dengan film ini ketika mereka tahu ada Liam Neeson di posisi terdepan, dan tidak dapat dipungkiri pula bahwa Scott Frank masih memanfaatkan betul image yang telah terbentuk pada pria 62 tahun itu, dari aksi balas dendam, pria yang mencoba menemukan dan menyelamatkan kembali kehidupannya, mereka terus dibakar dalam ketenangan untuk kemudian ditutup dengan cara paling klasik yang mereka inginkan. Formula tersebut telah identik dengan Liam Neeson, dari yang paling populer Taken, saya juga masih ingat ketika ia menjadi pria yang dipermainkan oleh sang istri di Unknown, terdampar di The Grey, dan terjebak di pesawat dalam Non-Stop. Tapi apakah salah? Tidak, dan disini Scott Frank meraih keuntungan dari hal tadi.

A Walk Among the Tombstones seperti sebuah arena yang diciptakan untuk Liam Neeson, dan performa yang cukup mumpuni dari pemeran utamanya itu pula yang mampu menyelamatkan ketidakmampuan Scott Frank dalam membangun kisah yang tampil sama baik di dua  paruh cerita dengan bermain-main bersama aksi prosedurial kepolisian ini. Saya suka paruh pertama, bagaimana kekejian dari konflik utama itu berhasil terbangun dengan baik, begitupula keterampilan dalam menciptakan perputaran cerita yang mampu secara bertahap meningkatkan daya tarik misteri, dan seperti yang disebutkan di awal tadi meskipun ia bergerak lambat ia mampu terus membakar sensasi tegang bagi penontonnya, membuat penonton terjebak dalam nada cerita yang terbangun dengan baik sejak awal itu, serta terlibat berkat karakterisasi yang efektif di tahap itu.


Dapat dikatakan itu adalah momen terbaik dari A Walk Among the Tombstones, saat dimana semua pertanyaan masih belum mulai mencari garis finish, menjadi sesuatu yang menarik bagi penonton untuk ikut masuk dan menemukan jawaban. Dengan cinematography yang cukup mumpuni hadir permainan atmosfer yang menjadi andalan disini dan sanggup menjadikan gerak mondar-mandir yang ia miliki tidak terasa menjengkelkan, seperti berhati-hati untuk menarik penonton lebih dekat dengan mereka, dan memang kita perlahan seolah merasa menjadi karakter lain yang ikut mengamati proses pemecahan masalah itu. Tapi celakanya penyakit klasik dari sebuah film misteri hadir disini, hal yang juga dialami oleh film-film yang disebutkan diawal tadi: misteri hilang, daya tarik perlahan ikut menghilang.

Yang menarik dari film ini bagi saya adalah identitas dari sang penjahat. Ya, performa yang diberikan Liam Neeson memang terasa stabil hingga akhir, namun karakter antagonis itu yang menjadi sumber thrill dalam cerita. Ketika mereka masih ditempatkan di pusat cerita bersama ambiguitas yang manis, ini mengasyikkan, permainan rasa tidak nyaman yang terus disuntikkan dan bahkan sesekali mampu memberikan kesan menakutkan. Sayangnya Scott Frank tidak mampu membawa kenikmatan tersebut untuk ikut masuk kedalam proses dimana ia mulai membuka jalan menuju jawaban, plot cerita drastis berubah menjadi tipis, kesan haunting juga jatuh sangat jauh. Dampak negatif dari dua hal tadi sebenarnya dapat di minimalisir, asalkan karakter dan cerita masih punya kuantitas dan kualitas pesona yang sama.

Celakanya A Walk Among the Tombstones tidak mampu mempertahankan hal terakhir tadi, sebuah sistem sederhana dimana karakter protagonist bisa menjadi menarik karena ada karakter antagonis dan hal-hal yang juga tampil sama menariknya disekelilingnya. Ketika kita masuk kedalam tahapan eksposisi dimana cerita mulai menjelaskan apa yang ada dibalik misteri tadi, ini tidak lagi sama menariknya, babak pertama yang tampil baik itu justru dinodai dengan babak kedua yang tampil suram, energi yang terasa habis sehingga cerita seperti bergerak penuh rasa kantuk dan monoton, padahal ia punya tugas yang krusial untuk menghubungkan bagian paling akhir yang telah menunggu mereka dengan gelapnya malam dan desingan peluru itu.


Overall, A Walk Among the Tombstones adalah film cukup memuaskan. A Walk Among the Tombstones merupakan sebuah thriller kejahatan yang menjalankan tugasnya dengan efektif, meskipun sayangnya tidak mampu menjauh dari penyakit klasik yang identik dengan genre tempat ia bermain, kenikmatan yang manis ketika ia masih bermain-main dengan misteri, namun tidak mampu menjaga rasa tersebut untuk hadir pula ketika ia mulai mengurai misteri, baik itu dari sisi narasi, karakter, hingga sensasi dan juga pesona, meskipun inkonsistensi itu berhasil sedikit diselamatkan oleh kinerja dari Liam Neeson.




0 komentar :

Post a Comment