Movie Review: The Invisible Woman (2013)


“You have been the embodiment of every graceful fancy that my mind has ever become acquainted with.”

Jika suatu saat ketika kisah cinta yang anda miliki telah berjalan dalam hitungan dekade, namun perlahan mulai merasakan bahwa kekuatan cinta itu telah pudar, apa yang akan anda lakukan? Terus memaksakan diri sekalipun faktanya sudah tidak lagi merasakan bahagia, atau justru mengambil langkah berani dengan berlayar dan berlabuh pada sosok baru yang dapat memberikan rasa bahagia tersebut kepada anda. Simple system but seems complicated. Hal tersebut coba digambarkan oleh The Invisible Woman, film kedua Lord Voldemort sebagai sutradara, a sad love story in effective and elegant way. This is a tale of woe. This is a tale of sorrow.

Movie Review: Hot Young Bloods (2014)


"Put your hand in my hand baby, don't ever look back."

Cinta dapat menjadi liar, ia dapat datang kapan saja, dapat pula pergi tanpa permisi. Cinta dapat membuat anda melintasi ribuan kilometer untuk mendapatkannya, tapi bisa pula hanya berjarak puluhan langkah dari anda, karena terkadang sifat manusia yang tidak pernah puaslah yang kerap menjadi penghalang bagi cupid untuk melepaskan panahnya. Hal klasik tentang cinta itu yang dibawa oleh film ini, sebuah sistem dari kisah percintaan remaja yang standard dikemas secara cukup efektif, Hot Young Bloods (Pikkeulneun Chungchoon).

Movie Review: The Raid 2: Berandal (2014)


Ada jenis film yang saya sebut dengan hypnotic movie, film yang secara konsisten mampu untuk terus membuat penontonnya terjebak dan kemudian bermain-main bersama dengan mata serta pikiran yang sulit teralihkan dari layar dan juga cerita. Salah satu dari mereka kembali sukses disajikan oleh Gareth Evans, seperti apa yang ia lakukan dua tahun lalu pada The Raid: Redemption. Consistent but formulaic, The Raid 2: Berandal, a phenomenal over-the-top action show off parade in extraordinary technique, and ordinary storytelling. Brutal version of Lego World. (warning: it's much longer than rorypnm's normal review)

PnM Music Chart - 032914


Movie Review: Kill Your Darlings (2013)


"To be reborn, you have to die first." 

Terkadang revolusi lahir dari sesuatu yang tidak berada dalam cakupan luas, tidak megah, tidak krusial bahkan, hanya mengandalkan semangat kecil yang kemudian berkombinasi membentuk sebuah kesatuan besar yang berani namun juga terkendali. Ya, kontrol, hal kecil yang mampu menghasilkan masalah besar, isu yang coba dibawa oleh film ini, coming-of-age bertemakan obsesi dengan nafas LGBT. Kill Your Darlings, a movie which will make Voldemort smile very wide.  

Movie Review: Only Lovers Left Alive (2013)


Apa definisi vampire bagi anda? Makhluk yang tidak termasuk kategori manusia, punya gairah luar biasa dibalik kebutuhan akan darah untuk mempertahankan keabadian yang mereka miliki. Nah, bagaimana jika vampire justru dibentuk dalam cara berbeda dengan sedikit modifikasi kecil, masih mempunyai ketergantungan pada darah serta memiliki gairah luar biasa, namun kesehariannya berisikan kegiatan monoton dengan ekspresi gelap dan lesu. Only Lovers Left Alive, an unique and funny style over substance package about vampire in depression. It make vampire becomes an interesting creature.    

Movie Review: Stray Dogs (2013)


Tidak peduli ia kemasan ringan penuh tembakan dan baku hantam, romansa dan komedi klise, ataupun sebuah kemasan berat yang menghadirkan proses mengamati, semua film pasti punya sesuatu yang ingin ia sampaikan, punya pesan yang ingin ia gambarkan, itu mengapa bagi saya menonton film ibarat sedang belajar. Nah, film yang ia sebut menjadi karya terakhirnya ini kembali memberikan arena bagi opsi kedua, Tsai Ming-liang bersama dua jam penuh meditasi, refleksi, apapun itu sebutannya. Watching Stray Dogs (Jiao you) feels like being alone in the middle of jungle, meditate yourself in silence. Exhausting fun cinema experience.

Movie Review: Omar (2013)


Menciptakan sebuah kombinasi dari berbagai genre film menjadi satu kesatuan yang mengasyikkan bukan sebuah pekerjaan yang mudah, sangat riskan menghasilkan kesal kurang total atau justru dapat menciptakan masalah bagi dirinya sendiri pada fokus utama. Film yang menjadi wakil Palestina di ajang Oscar kategori Best Foreign Language ini berhasil menghadirkan kesenangan tersebut, drama, romance, permainan politik, bahkan thriller juga ikut beraksi, Omar.

Movie Review: The Missing Picture (2013)


Kita pasti pernah mendengar kalimat yang mengatakan bahwa sejarah merupakan bagian penting dari sebuah bangsa, dan upaya yang harus dilakukan adalah mempertahankannya agar dapat terus hidup di lintas generasi, tidak peduli itu merupakan sebuah kesuksesan ataupun sejarah kelam. Seorang sineas asal Kamboja bernama Rithy Panh coba melakukan hal tadi, dan mengambil keputusan berani dalam mengatasi keterbatasan materi pendukung yang ia miliki untuk menghadirkan sebuah sejarah dengan cara yang unik, stop-motion animation. The Missing Picture (L'image manquante), an imaginative haunting history.

Movie Review: A Touch of Sin (2013)


Film crime drama karya terbaru dari sutradara Jia Zhangke ini sebenarnya sudah menebar sesuatu yang menarik dari judul yang ia gunakan. A touch of sin, sekumpulan manusia yang menyentuh dosa? Atau sebaliknya, para manusia yang disentuh oleh dosa. Pertanyaan sederhana tadi yang kemudian di kembangkan menjadi sebuah drama yang bergerak lambat dengan teknik penceritaan yang kuat dan berani. A Touch of Sin (Tian zhu ding), a soft brutal drama about sin.

PnM Music Chart - 032214


Movie Review: Divergent (2014)


"The future belongs to those who know where they belong."

Tidak dapat dipungkiri bahwa Divergent merupakan sebuah kombinasi dari apa yang pernah eksis di dunia young adult, ada nafas Harry Potter, kemudian The Hunger Games, dan kisah romansa dengan nada Twilight. Namun rasa ragu yang muncul ketika pertama kali membacanya perlahan sirna karena meskipun tidak megah Veronica Roth piawai dalam menciptakan sebuah petualangan menyenangkan berisikan kompleksitas yang menegangkan. But poorly, a movie officially makes Divergent looks like The Hunger Games clone which built up with Twilight system. I’m Divergent btw, a soul with more than one faction, and now I’ll use my Chandor and Dauntless side to telling you this one: a bit boring, and absolute bland.  

Movie Review: The Monuments Men (2014)


"Your lives are more important than a piece of art."

Film ini berhasil menjadi bukti terbaru dari betapa besarnya peran sebuah poster pada upaya membentuk ekspektasi calon penonton. Coba perhatikan poster diatas, sekumpulan pria yang jika anda coba telusuri lebih jauh punya kombinasi belasan nominasi Oscar di kantong mereka, berpakaian layaknya tentara dan seperti menjanjikan sebuah cerita bertemakan peperangan dengan permasalahan yang rumit dan kompleks. Stop, hapus ekspektasi itu, materi perang hanya menjadi sebuah dasar, karena ini adalah petualangan tanpa urgensi. The Monuments Men, it’s not a war battle, it’s just the picnic man.

Movie Review: Alan Partridge: Alpha Papa (2013)


"People sack people, people people please people."

Ibarat sebuah presentasi, tidak peduli seberapa tinggi kualitas dari materi yang anda miliki semua pada akhirnya akan menjadi runyam ketika tidak di eksekusi dengan mumpuni, dari penceritaan yang tidak dibarengi dengan rasa percaya diri serta menyebabkan maksud dan tujuan tidak dapat tersampaikan dengan baik. Kebalikan dari hal tadi dialami oleh film ini, dangkal, sempit, klasik, namun berhasil menyajikan sebuah presentasi penuh percaya diri yang mampu menghadirkan nyawa menyenangkan sehingga berhasil menjadikan materi minim tadi sebagai sebuah petualangan yang menyenangkan. Alan Partridge: Alpha Papa.

Movie Review: Anchorman 2: The Legend Continues (2013)


"Who the hell is Julius Ceasar? You know I don't follow the NBA!"

Untuk dikenang dalam waktu lama sebuah film bukan hanya harus mampu mencapai standar memuaskan di bagian cerita, akting, sutradara, dan juga hal teknis lainnya, namun mereka harus memiliki sebuah keunikan yang sanggup menjadi kenangan yang sulit terlupakan. Komedi ringan dan absurd penuh punchline menarik? News teams fight in multiple-way? That’s Anchorman: The Legend of Ron Burgundy. Tertidur selama hampir satu dekade, empat sekawan yang aneh itu kembali, yang sayangnya harus terjerat dalam penyakit dari sebuah sekuel. Anchorman 2: The Legend Continues, still random, still silly, but has a lot of flaws in many area.

Movie Review: The Wind Rises (2013)


“I loved you since the wind brought you to me.”

Apakah film animasi memang diciptakan hanya untuk penonton berusia muda? Pertanyaan tersebut tentu tidak akan menemukan sebuah jawaban yang konkret, namun sekilas dapat kita nilai bersama dari apa yang dilakukan oleh mayoritas film animasi, mengusung visi dan misi skala ringan seperti tema keluarga dan kasih sayang sehingga menghalanginya untuk tampak sedikit lebih kompleks yang sesungguhnya dapat menambah nilai positif. Hal tersebut yang menjadikan karya terakhir dari master animasi, Hayao Miyazaki, ini terasa impresif, berani walaupun harus menjadi segmented. The Wind Rises, an art house animation, there’s an explosion on screen, there’s an explosion on emotion. Gorgeous!!

Movie Review: Cheap Thrills (2013)


“What doesn’t kill you makes you richer.”

Uang memang hanya memiliki bentuk fisik berupa lembaran kertas, tapi tahukah anda dibalik tampilan sederhana tersebut uang memegang salah satu peran yang sangat penting dalam eksistensi manusia. Yap, money rule the world, ia bisa menghancurkan semua dinding pembatas yang menjadikan sesuatu tampak mustahil, bahkan dapat membuat manusia normal yang waras menjadi kehilangan kendali dan bersedia melakukan hal-hal gila dengan taruhan nyawa. Isu tersebut yang coba ditawarkan oleh film ini dengan cara bersenang-senang, Cheap Thrill, sebuah sirkus gila sederhana yang efektif, liar, intens, dan rapi.   

Movie Review: Need for Speed (2014)


"Racers should race, cops should eat donuts." 

Mayoritas dari kita pasti pernah mengalami hal ini, ketika sedang mengemudi dengan santai dan penuh rasa tenang secara tiba-tiba muncul beberapa kendaraan dari belakang yang melewati kita dengan akselerasi dalam gerakan kencang disertai deru yang menggebu. Ada dua opsi sebenarnya, pertama kita akan menganggap aksi berani mereka tersebut sebagai sesuatu yang keren, namun bisa pula menjadi jengkel dan menilai bahwa tindakan tersebut merupakan sesuatu yang berbahaya bahkan menjurus tolol. Film ini seperti bermain diantara dua opsi tadi, Need for Speed, full of unnecessary and stupid things, but still quietly fun adventure.   

Movie Review: Miss Granny (2014)


"Lordy, being young is so tiring."

Andaikan saja sekarang anda berada di umur yang masih muda, 20 – 30 tahun mungkin, dan 50 tahun yang akan datang telah eksis sebuah mesin yang dapat merubah wujud anda yang nantinya telah lemah dalam hal stamina, keriput dalam hal wajah, dan kembali childish dalam hal sikap, untuk kembali menjadi muda, menjadi segar, cantik, dan bertemu kembali dengan segala hal menyenangkan seperti fashion dan juga cinta, take it or leave it? Tricky isn’t? Karena menjadi muda tidak selamanya indah. Miss Granny, a fun wild ride from start until finish.

PnM Music Chart - 031514


Movie Review: Moebius (2013)


Jika anda menelusuri Kim Ki-duk pada search engine, dan masuk ke halaman wikipedia, maka anda akan bertemu dengan kalimat “idiosyncratic "art-house" cinematic works” di bagian pembuka. Idiosyncratic: keanehan, keganjilan, keistimewaan, tiga makna dari kata tersebut telah menjadi hal yang identik dengan sosok auter asal Korea Selatan yang karya miliknya tak pernah jauh dari kata kontroversial itu. Namun ia adalah seorang pendongeng yang kuat, mampu memberikan pengalaman menonton yang bukan hanya menyenangkan, namun terkadang menyerang dan juga mengejutkan. Karya terbarunya ini masih punya hal tersebut, Moebius, a beautiful and uncomfortable story about family and, genital. (Warning: review contains strong language)

Movie Review: Rough Play (2013)


Apakah anda punya sahabat, rekan, atau keluarga yang berubah dalam hal sikap ketika mereka telah bertemu dengan kesuksesan. Tidak dapat dipungkiri memang hal tersebut akan dengan mudah menghampiri setiap individu, karena dengan sifat manusia yang tak pernah puas menjadikan jalan yang ditemukan memacu obsesi yang jauh lebih besar. Masalahnya hanya satu, mampu atau tidak mereka mengontrol diri agar tidak menjadikan kesuksesan tersebut justru membawa mereka kedalam kehancuran. Rough Play (Baeuneun Baeuda), an obsession and destruction story in Kim Ki-duk style. Just in style.

Movie Review: 3 Days to Kill (2014)


"My job is to hunt terrorists. I don't negotiate. Within three days, I will find you. You can start counting."

Pada awalnya ia menyebut dirinya sebagai sebuah film action dan thriller, kemudian setelah jauh berjalan mereka akan ditemani oleh sisi crime dan sedikit misteri, namun semakin jauh lagi ia berjalan kita akan menemukan sebuah twist pada warna cerita yang melengkapi berbagai genre tadi. Yap, warna-warni, tidak masalah jika berhasil dibentuk menjadi sebuah kemasan yang solid, sesuatu yang tidak mampu dicapai oleh film ini. 3 Days To Kill, it’s stupid, it’s messy, it's actually could be a sweet enough story about disposition.

Movie Review: 300: Rise of an Empire (2014)


"Better we show them, we chose to die on our feet, rather than live on our knees!"

This is Sparta!!! Apa yang ada dipikiran anda ketika mendengar kalimat itu? Seorang pria yang bermimpi menjadi Superman namun sayangnya hanya punya celana dalam dan tak bisa melindungi kumpulan otot miliknya? Tidak hanya itu, namun sebuah kalimat sederhana dari para pria dengan perawakan kekar yang bukan hanya mampu menunjukkan semangat mereka, namun juga sanggup membuat kita sebagai penonton mengangkat tangan dan berteriak “ahoo, ahoo, ahoo.” Ia tidak megah, namun 300 punya keunikan yang menjadikannya sebagai sebuah kenangan. Kemasan past, present, dan future dari 300 ini tidak punya hal tersebut, 300: Rise of an Empire, it’s about scream, blood, slow motion, and abs!!! Without dignity. Oh, also British who fight for Greece!!! Bland. Borefest.

Movie Review: Mr. Peabody & Sherman (2014)


"Children are not machines, Peabody! I tried to build one, it was creepy."

Agar dapat menjadi sebuah kenangan tak terlupakan sesungguhnya sebuah film animasi punya tugas yang jauh lebih mudah, cukup tampil kokoh di level tinggi pada elemen utama, cerita dan visual. Sayangnya tidak semua mampu memenuhi syarat sederhana itu, banyak diantara mereka justru tampil sebatas menjadi visual entertainment tanpa disertai sebuah penceritaan yang memiliki isi mumpuni. Film ini berhasil tampil baik di dua elemen tadi, Mr. Peabody & Sherman, a fun random parade with ancient things.  

Movie Review: Hwayi: A Monster Boy (2013)


Apakah anda pernah menyaksikan sebuah ilustrasi dimana seseorang berada dalam kebimbangan dan kemudian di kedua sisinya muncul sosok malaikat dan setan yang berupaya untuk menggoda agar orang tersebut melakukan apa yang mereka sarankan? Faktanya memang begitu, dimana setiap manusia pasti akan selalu ditemani sisi hitam dan sisi putih, itu mengapa self-control menjadi salah satu hal krusial karena dapat membawa kita bertahan di sisi positif, atau justru sebaliknya mengalami ledakan dan memberikan kesempatan pada setan, monster, dan segala macam makhluk gaib itu mengambil alih kendali. Hwayi: A Monster Boy, a good enough action thriller.

PnM Music Chart - 030814


[Special Feature] Album Review: 2NE1 - Crush


Flexible but devoted, that’s 2NE1. Dari K-pop, hip hop, R&B, electronic, dance, urban, electropop, hingga raggae, kombinasi diantara berbagai genre lagu tadi yang kemudian menjadikan setiap konten yang diberikan oleh 2NE1 mampu membawa sesuatu yang segar, unconventional namun disisi lain tidak membuat mereka kehilangan ciri khas yang catchy, unik, colourful, and of course still look difficult to approached, the reason why a lot of people love them, charisma. Setelah tahun lalu tidak begitu sering terdengar gaungnya serta lebih diwakili oleh CL di solo, tahun ini 2NE1 kembali dengan studio album kedua mereka, Crush, a confident rollercoaster addictive album. They crush it seriously.   

[Special Feature] Album Review: CNBLUE - Can't Stop


Musik adalah cerita. Mungkin memang akan terdengar sedikit aneh, namun mendengarkan musik ibarat mendengarkan cerita dari sang penyanyi yang terangkum dalam kumpulan baris lirik serta di iringi dengan irama. Pasti banyak penyanyi yang pernah mencoba menciptakan sebuah lagu sebagai bentuk curahan perasaan yang mereka punya, dan akan semakin menarik ketika lagu tersebut ia bawakan sendiri karena ia tahu persis apa yang ingin ia sampaikan dari lagu tersebut. Keberuntungan tersebut dimiliki oleh CNBLUE, setelah tahun lalu pada Re:Blue berhasil berkontribusi pada lirik, musik, dan aransemen, tahun ini dengan enam lagu ciptaan sendiri mereka kembali dengan album Can’t Stop, album yang menunjukkan pertumbuhan dan kematangan CNBLUE sebagai musisi, ungkapan hati para pria yang mulai sensitif dengan cinta.

Movie Review: Way Back Home (Jibeuro Ganeun Gil) (2013)


Apakah anda pernah meragukan kinerja dari para pejabat pemerintahan dibalik tampilan necis dan mewah yang mereka tunjukkan? Jika jawabannya tidak, mungkin anda adalah salah satu warga negara yang langka, karena mayoritas penduduk suatu negara yang mampu bersikap kritis pasti pernah memiliki rasa ragu tadi. Apakah tujuan mereka bekerja memang tulus ingin membantu warga, atau justru tidak pernah peduli dan hanya berupaya membuka jalan untuk meraih ambisi pribadi masing-masing. Way Back Home (Jibeuro Ganeun Gil), an effective typical Korean drama.  

Movie Review: Non-Stop (2014)


Selalu ada nilai positif dan negatif dari sebuah film action thriller yang mengambil setting pesawat terbang. Riskan mungkin lebih tepatnya, karena dengan ruang gerak yang terbatas cerita harus mampu memanfaatkan dengan cermat setiap kesempatan yang ia miliki untuk mempermainkan penontonnya dengan misteri dari sebuah pertanyaan yang tentu saja selalu menjadi sajian utama. United 93 dan Red Eye pernah tampil memikat di kategori ini, namun ada pula yang akhirnya jatuh pada proses menunggu tanpa sensasi seperti Snakes on a Plane dan juga Flightplan. Ruang sempit, antara impresif atau justru super konyol. Non-Stop, you got mystery-thriller sensation, you got fooled.