Movie Review: Maps to the Stars (2014)


"Where’d you coming from?" | "Jupiter."

We live in crazy world! Sebuah arena pertarungan milyaran manusia yang berlomba-lomba untuk berada di posisi tertinggi, semua akan dilakukan untuk meraih rasa bahagia, kekayaan yang menjadi sasaran utama dan membuat manusia mudah untuk lupa serta buta dengan hal-hal menjijikkan yang mungkin ada disekitar mereka, dari popularitas hingga keluarga, berhadapan dengan masalah untuk bertahan hidup di dunia yang sudah dipenuhi dengan masalah. Maps to the Stars, funny nightmare and bang bang Hollywood satire. 

Movie Review: Starred Up (2014)


"We're all different on the inside."

Banyak orang masuk dan terperangkap di dalam suatu masalah bukan disebabkan oleh hal-hal yang berada disekitar mereka, sering kali justru ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan atau mengontrol diri yang membawa mereka masuk kedalam kegelapan tersebut, tidak mampu menerapkan cara positif dan kemudian memilih memberikan respon dengan menggunakan kekerasan dan aksi brutal ketika tekanan yang begitu besar datang menghampiri mereka. Ya, self-management, dan itu diceritakan oleh film ini dengan menggunakan penjara sebagai arena bermainnya. Starred Up, an intense, sharp, and genuine drama.

Movie Review: Frank (2014)


"Chinchilla! Chinchilla!"

Apa sih musik itu? Nada yang bisa membuat kamu bergoyang tanpa peduli jika suara vokal yang terselip disampingnya terasa mengganggu karena tidak sejalan dengan irama? Atau justru kumpulan nada yang membingungkan namun mampu menyentuh emosi pendengarnya? Apa sih musisi itu? Manusia dengan tampang menarik yang mudah meraih atensi sekalipun ia punya suara standard yang dimiliki banyak orang? Atau justru sosok dengan penampilan kurang menarik namun mampu membawa pendengar hanyut dalam lantunan suaranya yang merdu? Hal tadi merupakan perdebatan yang menarik, antara bisnis dan kenikmatan bermusik, Frank, clever satire whose lose their consistency.

Movie Review: Obvious Child (2014)


"I remember seeing a condom, I just don't know exactly what it did

Jika anda telah akrab dengan salah satu usaha membuat penonton tertawa yang dikenal dengan sebutan stand-up comedy, anda pasti akan merasakan bahwa peran penonton tidak hanya sebagai sosok yang hanya menelan mentah-mentah apa yang diberikan para comic, ada aksi mematangkan materi dan berakhir dengan umpan balik untuk menciptakan aliran yang semakin menarik. Mengapa anda mau terlibat lebih dalam dengan apa yang diberikan para comedian tadi? Karena apa yang mereka berikan perlahan terasa semakin menarik. Hal terakhir tadi tampil kurang baik di film ini, Obvious Child, likeable but unattractive rom-com.    

Movie Review: Han Gong-Ju (2014)


Menyaksikan film ini seperti sedang mengupas sebuah bawang dimana kita tahu bahwa kita mungkin akan menerima kehadiran rasa pedih yang kemudian akan membuat kita waspada, namun semakin banyak kulit yang kita kupas, semakin besar pula rasa pedih atau perih yang kita peroleh. Film ini menerapkan konsep tadi kedalam sebuah petualangan manis yang mengeksplorasi pahit dari sebuah kehancuran, Han Gong-Ju, an engaging and poignant composed rage drama.

Movie Review: The Equalizer (2014)


"What do you see when you look at me?"

Ada yang mengatakan bahwa psikologis merupakan salah satu titik terlemah manusia, salah satu bagian penting tubuh kita yang jika terganggu dapat menghasilkan ledakan yang berbahaya, fungsi mental yang dapat mengubah puppy menjadi monster, seorang pendiam yang selalu tampil tenang seketika berubah menjadi makhluk buas yang siap menghancurkan segala sesuatu yang membuatnya tidak bahagia. Hal tersebut menjadi basis dari thriller sederhana ini, The Equalizer, a dark and modern Robin Hood story.

PnM Music Chart - 092714


Movie Review: A Walk Among the Tombstones (2014)


"People are afraid of all the wrong things."

Apa yang pertama kali melintas di pikiran anda ketika melihat poster diatas mungkin adalah sebuah film yang mencoba memberikan sensasi misteri kejahatan dengan menebar ketegangan menggunakan adegan aksi bersama limpahan peluru yang mendominasi. Pistol dan peluru itu memang ada, namun ternyata hanya sebagai pemanis dari sebuah action drama yang bergerak tenang untuk mempermainkan penontonnya. A Walk Among the Tombstones, an effective thriller package, which seriously like walking among the tombstones.

PnM Music Library - 092714


Movie Review: The Maze Runner (2014)

"If you ain’t scared, you ain’t human."

Sesungguhnya banyak alasan mengapa film young-adult dengan tema dystopia terbaru ini tampak meragukan, berasal dari sektor pendanaan yang ia miliki, jadwal rilis yang seolah menghindar dari hingar bingar summertime dan akhir tahun yang selalu menjadi sasaran lezat meraup keuntungan, begitupula dengan hype yang dapat dikatakan hanya besar dikalangan mereka yang telah membaca novelnya. Tapi dibalik berbagai hal pesimistis tadi film ini mampu untuk tidak menjadi kemasan sci-fi post-apocalyptic terbaru yang membuat penonton mulai jenuh dengan sub-genre tersebut. The Maze Runner, a not bad introduction.

Movie Review: Ida (2013)


Tahukah anda bahwa salah satu dari sekian banyak cara untuk meraih kebahagiaan adalah dengan memiliki pola pikir terbuka? Ya, karena banyak diantara kita hidup dalam sebuah pola dimana kita merasa nyaman dan aman dengan apa yang telah kita yakini, dan kemudian menolak untuk keluar dari pola tersebut karena merasa takut tidak akan memperoleh hal positif yang sama, bersedia “terpenjara” meskipun sadar kita tidak sepenuhnya merasa bahagia. Ida, keep your eyes and mind open, maximize your sense and focus, it’ll haunt you. An adorable art.

PnM Music Chart - 092014


Movie Review: The Longest Week (2014)


Orang-orang yang tidak puas dengan limit pada kemampuan yang mereka miliki, dan kemudian berupaya untuk menghasilkan sesuatu yang jauh lebih besar dari batas tadi tentu saja layak diberikan apresiasi. Tapi yang menjadi masalah mampu atau tidak mereka mengendalikan dan menangani segala permasalahan yang otomatis jauh lebih besar yang akan menghampiri mereka. Film ini menjadi contoh dari hal tersebut, dalam konteks filmmaking. The Longest Week, an uncompelling rom-com.

PnM Music Library - 092014


Movie Review: The Seasoning House (2012)


"Get out while you can."

Seorang teman pernah berujar demikian kepada saya, “coba lihat wajah wanita itu, tampak innocent,” dan respon saya adalah “dia wanita buas.” Mungkin sebuah jawaban yang terasa aneh, namun bukankah kita sudah sering sekali mendengar kalimat ini, “don't judge the book by its cover,” karena hakikatnya semua manusia sama dan kemana mereka berlari tergantung arah mana yang mereka pilih. The Seasoning House, a good enough revenge thriller.

Movie Review: At The Devil's Door (2014)


"It's looking for a home."

Pada awalnya film ini terasa menarik karena ia punya Nicholas McCarthy, sosok yang pernah memberikan kita hiburan bernama The Pact, sebuah horor yang meskipun kurang kuat ketika bercerita tapi cukup mampu dalam memberikan suasana creepy kepada penontonnya. Namun daya tarik itu seketika meningkat setelah membaca fakta dibalik asal mula ide film ini dibangun, At the Devil's Door, another messy horror, but good enough for the creepy.

Review: The Maze Runner (2014)


"The only way out is within."

Semoga saja kamu belum bosan dengan kedatangan film-film young adult terbaru yang membawa tema dystopia, tema yang mengandalkan perjuangan karakter muda untuk menciptakan perubahan yang kini telah identik dengan The Hunger Games. The Maze Runner hadir untuk menyemarakkan film-film sci-fi post-apocalyptic, yang meskipun belum mampu menjadi sebuah game changer untuk mencuri posisi puncak, at least ia mampu menjalankan tugas utamanya.  

Review: If I Stay (2014)


 "Live for Love"

If I Stay merupakan film dengan hype yang terbilang tinggi, terlebih bagi pembaca novelnya yang mampu membuat kamu menangis dan tertawa bersama kisah cinta dan juga keluarga. Dari trailer manis yang ia berikan, terpilihnya Chloë Grace Moretz sebagai pemeran utama, hingga poster menjanjikan yang ia miliki, harapan itu semakin besar untuk memperoleh sebuah kisah cinta yang memilukan hati. But hold on, If I Stay memang berhasil menjadi film yang akan dibanjiri oleh cinta, tapi oleh ajang penghargaan film yang dipilih oleh remaja.

Review: Life of Crime (2013)


  “She’s the other trophy in my life."

Memang banyak cara bagi sebuah film untuk membuat penonton tertarik dengan apa yang ingin mereka tampilkan, sinopsis yang menjanjikan, sejarah kesuksesan sutradara hingga rumah produksi itu sendiri, poster mungkin juga bisa, hingga yang paling mudah adalah seperti yang dilakukan film ini, dengan membentuk sebuah cast yang berisikan Will Forte, Tim Robbins, John Hawkes, Isla Fisher, dan Jennifer Aniston. 

Review: The Boxtrolls (2014)


"When trouble strikes, friends stack together."

Sembilan tahun yang lalu Laika menjadi sebuah kejutan ketika kolaborasi mereka dengan Tim Burton menghasilkan sebuah animasi yang berani bermain dengan tema gelap, Corpse Bride, yang saat itu berhasil masuk nominasi Oscar. Ternyata mereka tidak menjadi sensasi sesaat, karena studio animasi stop-motion ini berhasil mengulang kesuksesan yang sama dengan dua karya mereka selanjutnya, Coraline dan ParaNorman. The Boxtrolls? 

Review: The Two Faces of January (2014)

"I don't want your money, I wanted your wife"

Bukankah ketika berada diatas lautan biru yang luas dan indah bersama jutaan mahkluk cantik dibawahnya, kamu ingin segera memakai peralatan renang, menjatuhkan diri dan menyelam untuk menikmatinya lebih dekat. Tapi ada juga mereka yang memilih untuk mengapung di air laut untuk melihat kecantikan itu dari jarak jauh, seperti yang dilakukan oleh The Two Faces of January, thriller yang mengapung. 

Review: The Hundred-Foot Journey (2014)


"Life's greatest journey begins with the first step."

Kamu pasti akan menemukan film yang identik dengan apa yang diberikan oleh The Hundred-Foot Journey, dimana kamu tertarik pada premis awalnya, kemudian setelah ia mulai bercerita hadir sedikit rasa kecewa, namun dengan penampilan yang baik dari elemen pembentuk film seperti plot cerita, akting, hingga gambar-gambar yang memanjakan mata, worth watching menjadi jawaban bagi film ini, food movie yang diproduksi oleh Steven Spielberg bersama Oprah Winfrey.   

PnM Music Chart - 091314


PnM Music Library - 091314


Review: As Above, So Below (2014)


"The only way out is down."

Kalau ada yang bertanya kenapa sih saya tertarik menonton film horor yang satu ini, maka saya akan menjawab karena poster yang ia punya. Terkesan konyol memang, tapi siapa yang tidak tertarik ketika menara Eiffel diletakkan terbalik kemudian ada ratusan tengkorak yang seolah menopangnya, meskipun pada dasarnya itu adalah sebuah clue dari apa yang coba diceritakan oleh film ini. Tapi sayangnya hanya poster miliknya itu saja yang menarik secara keseluruhan. 

Review: Are You Here (2014)


Film yang terasa menggantung saat ia selesai itu tidak selamanya buruk, seperti tidak meninggalkan jawaban yang lantas membuat penonton bebas menilai hasilnya sesuai dengan keinginan mereka. Tapi film dari creator salah satu tv series paling menarik sekarang ini, Mad Men, tidak meninggalkan kesan seperti yang disebutkan tadi, ia punya materi yang menarik, tapi sayang sekali tidak terbangun dengan cara yang sama menariknya. Are You Here?

Movie Review: Beauty and the Beast (2014)



“A life for a rose”

Ketika berbicara tentang makna sesungguhnya universal power yang kita kenal dengan sebutan cinta, mungkin Beauty and the Beast dapat menjadi contoh termudah, sebuah kisah tentang love and redemption dimana seorang wanita dengan rupa cantik dan menawan yang bersedia menerima cinta dari makhluk menyerupai monster buas yang buruk rupa. Sayangnya film ini kurang mampu menjadi presentasi terbaru dari hal tadi, Beauty and the Beast (La belle et la bête), visual feast whose forget the fairy tale main charm.

Movie Review: The Purge: Anarchy (2014)


"Stay safe. Stay safe."

Hanya dengan bermodalkan $3 juta, tahun lalu Michael Bay bersama rekan-rekannya mampu menghasilkan uang hampir 30 kali lipat dari sebuah thriller berkedok horor sederhana yang mereka bangun, hiburan super standard yang berhasil menjadi hit atau sensasi luar biasa berkat premis kontroversial yang ia tawarkan. Tidak perlu waktu lama tahun ini mereka hadir lagi, kembali meraih kesuksesan yang sama di sektor financial, namun celakanya masih dengan kualitas yang sama. The Purge: Anarchy, just extremely little bit better than the first film.

Movie Review: The November Man (2014)


"Cause after you passed through, nothing lived."

Coba perhatikan poster diatas, ia punya seorang pria dengan perawakan tangguh seolah siap beraksi tanpa ampun untuk menghabisi lawan-lawannya, pria lain yang tampak sedang berlari dengan kecepatan tinggi seperti singa mengejar mangsanya, dan wanita berpakaian seksi yang mungkin saja akan terasa menggoda jika hanya diliat sepintas. Film ini mengubah hal-hal menarik yang menjanjikan tadi menuju arah yang berbeda, The November Man, an ex James Bond with an ex Bond Girl run around Belgrade.

Movie Review: Wetlands (Feuchtgebiete) (2013)


"Can you poop on my stomach?"

Ketika selesai menyaksikan film ini ada sebuah perasaan di mana saya seolah menemukan sebuah koin tanpa pemilik di sebuah arena bermain, iseng mencoba memasukkan koin tersebut kedalam jackpot machine dan berakhir dengan tiga gambar yang identik. Seperti hadiah menyenangkan yang datang tanpa diduga, sebuah hiburan yang disaksikan tanpa sebuah ekspektasi yang tinggi namun ketika berakhir ia berhasil membuat penonton seolah dihajar habis-habisan karena telah meremehkannya. Wetlands (Feuchtgebiete), a sweet wtf coming-of-age with crazy nymphomaniac girl. Oh, pizza. Oh, pizza. (Warning: review contains strong language and image).

Movie Review: The Immigrant (2013)


"Is it a sin for me to survive when I have done so many bad things?"

Film ini punya apa yang menjadikan sebuah film drama terasa menarik, karakter yang punya daya tarik dan pesona yang kuat, mampu menenggelamkan penontonnya kedalam petualangan yang mereka miliki, dan uniknya itu terbentuk dalam cita rasa abu-abu yang mungkin akan memutar perasaan penonton diantara gelisah dan menikmati. James Gray kembali dengan hiburan yang penonton harapkan darinya, The Immigrant, an understated old-fashioned melodrama.

Movie Review: Sin City: A Dame to Kill For (2014)


Death is just like life in Sin City. It always wins.

Ketika ia muncul hampir satu dekade yang lalu Sin City adalah sebuah kemasan yang mengejutkan, sebuah hiburan style over substance yang seperti namanya mencoba mengajak penonton menyaksikan aksi gila bersama berbagai dosa dari sex & violence yang dikemas secara santai dan seksi dalam dunia hitam dan putih. Sayang sekali istirahat yang lama itu ternyata memberikan efek pada sensasi yang diberikan film keduanya ini. Sin City: A Dame to Kill For, the babe wore blue in lost, lonely, & lethal adventure, exciting and boring almost at the same time.

Movie Review: Hercules (2014)


"I am Hercules!"

Tidak hanya rasa antusias, tapi rasa ragu juga mulai sering muncul dari film dengan tipe seperti ini, film adaptasi dari komik hingga buku dongeng yang mulai menjadi sasaran empuk bagi para insan perfilman untuk dibawa kedalam bentuk live acion, dari Snow White dan Sleeping Beauty, tahun ini kita juga sudah punya MaleficentTMNT, dan The Legend of Hercules. Bahagia akan tercipta jika mereka berhasil menghibur dengan baik, tapi bagaimana jika sebaliknya? Hercules, a charmless adventure with the son of Zeus.

Review: The November Man (2014)


"A spy is never out of the game."

Sebut saja The November Man sebagai upaya yang dilakukan oleh Pierce Brosnan untuk tidak melupakan rasanya menggenggam pistol dan terlibat dalam cerita tensi tinggi, dimana setelah melepaskan tugasnya sebagai James Bond, aktor kawakan ini lebih sering bermain di ranah drama serta komedi, dari Mama Mia! hingga Love Is All You Need. Untungnya usaha tersebut tidak tampil begitu buruk. 

Review: Step Up: All In (2014)


"Every step has led to this."

Beberapa penggemarnya mungkin sudah mulai merasa bosan dengan salah satu dance kingdom yang telah eksis selama delapan tahun dan kini meluncurkan series ke limanya ini. Namun setelah Step Up: Revolution yang sebenarnya cukup mampu menaikkan kembali daya tarik mereka setelah kehilangan Channing Tatum, sayangnya Step Up: All In One justru menciptakan kesalahan yang, well, cukup besar.

Movie Review: Ju-on: The Beginning of the End (2014)


Bukan hanya mungkin, tapi Ju-on (terutama Ju-on: The Grudge) telah menjadi jawaban yang sangat akrab dengan pertanyaan “film horor paling creepy”, kombinasi dari anak kecil bertubuh putih, suara periodik yang chilling, hingga ketenangan yang kemudian dihajar oleh kejutan visual, an instant favourite. Jadi bukan sesuatu yang aneh ketika franchise mereka mulai menunjukkan grafik menurun kemudian pilihan reboot itu diambil, karena resiko dari mengulang kembali sesuatu yang telah usang cukup kecil di genre horor. Ju-on: The Beginning of the End (Ju-on: Owari no Hajimari), still loyal, still fun.

Movie Review: Haunt (2013)


"Some houses are more dead than others."

Seberapa jauh anda coba mencari informasi awal sebelum menyaksikan film ini, dari tim produksi, sutradara, hingga para pemeran (di luar Jackie Weaver), anggapan yang pertama kali muncul pada Haunt tidak akan jauh dari sekedar sebuah film horror standard yang berisikan pengulangan lagi dan lagi dari berbagai hal yang telah identik dengan film horror, yang celakanya beberapa kali ia pergunakan dengan baik. Haunt, super standard horror with some good moments.

Movie Review: The Quiet Ones (2014)


"Something unspeakable is happening to Jane Harper."

Horror sesunguhnya merupakan salah satu genre yang memiliki tugas cukup mudah jika dibandingkan dengan genre lainnya. Ada dua kunci, tarik penonton untuk bergabung bersama rasa takut, kemudian jaga agar mereka tidak keluar dari kondisi tadi, bahkan akan lebih mengasyikkan jika menjebak mereka jauh lebih dalam. Sayangnya film ini kurang mampu melakukan syarat penting tadi, The Quiet Ones, just a quiet horror.