Movie Review: Birdman (2014)


“It's like a candle burning on both ends, but it's beautiful.”

Jujur saja sangat sulit menyembunyikan senyuman ketika kami berbicara tentang Birdman, bukan karena ia memiliki kekurangan yang mengganggu tapi justru sebaliknya dimana ia berhasil memberikan sebuah petualangan yang sejak awal bertemu hingga ketika harus berpisah terus mengisi penontonnya dengan senyuman karena caranya mempermainkan imajinasi dengan cara yang unik dan lezat. Tanpa sedikitpun rasa ragu Birdman adalah film yang langka bagi saya, ia seperti Gravity dengan drama yang lebih berisi layaknya Biutiful, menjadikannya sebuah kemasan lengkap yang akan memberikan anda pernikahan yang sangat harmonis antara style dan substance. Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance): what we talk about when we talk about life. What a strange magic!

Movie Review: Whiplash (2014)


"There are no two words in the English language more harmful than good job."

Sebagai pria yang tiga tahun lalu memutuskan untuk “conscious uncoupling” dengan instrumen favoritnya, drum, Whiplash berada di posisi teratas daftar film yang paling saya nantikan tahun lalu, bahkan ketika masuk ke periode akhir di tahun lalu masih menjadi salah satu dari empat film yang kala itu sangat saya yakini dapat menggusur posisi Boyhood yang sudah nyaman berada di posisi teratas. Dan boom, itu terjadi, ketika film ini ternyata bukan hanya berhasil menjadi sebuah film tentang musik, menjadi film tentang drama, namun menjadi sebuah kemasan lengkap yang sederhana tentang kehidupan. It’ll give you an electrifying whip, it’ll give you an exhilarating splash. It’s Whiplash.

Review: The Tale of the Princess Kaguya (2013)


Tidak jarang sebuah karya seni yang dapat meninggalkan kenangan begitu lama adalah mereka yang menampilkan sebuah kesederhanaan, mereka yang tidak mencoba mengimpresi kamu sebagai penikmatnya dengan segala macam cahaya yang menyilaukan melainkan dengan beberapa goresan kecil yang akan membuat kamu mulai menjelajah fantasi lebih jauh lagi. Itu yang berhasil dilakukan oleh animasi asal Jepang ini, The Tale of The Princess Kaguya, film yang semoga saja tidak menjadi salam perpisahan dari Studio Ghibli.

PnM Music Chart - 013115


Review: Black Sea (2015)


"The only thing more dangerous than the mission is the crew."

Ketika ia berakhir kamu akan merasakan tidak ada sesuatu yang benar-benar baru dari apa yang baru saja kamu dapatkan dari Black Sea, sebuah thriller yang memanfaatkan penggunaan ruang untuk terus menarik atensi penontonnya. Tapi yang menarik adalah dengan formula standard dan klasik bahkan bersama cerita yang predictable sekalipun ketika kamu melangkah keluar dari studio kamu akan merasakan sensasi berbeda dari udara yang kamu hirup. Ya, Black Sea berhasil melakukan tugas utamanya dengan baik, menjadi sebuah thriller yang berhasil mencengkeram penontonnya hingga ketika ia berakhir.

Review: Song of The Sea (2014)


Salah satu hal paling menghebohkan dari acara pengumuman nominasi Oscar dua minggu yang lalu adalah tidak masuknya The Lego Movie didalam calon film animasi terbaik, film yang notabene sejak jauh hari sebelumnya seperti one to beat di kategori animasi. Song of the Sea adalah kejutan lain dibalik menghilangnya The Lego Movie tadi, yang bersama The Boxtrolls seolah menjadi kandidat “tersisa” dibalik tiga nominasi lain yang seperti sudah pasti mendapatkan tempat. But believe it or not animasi asal Irlandia ini tidak layak menyandang status “tersisa” tadi, ini manis, ini cantik, dan saya tidak akan terkejut jika di acara puncak nanti ia akan memberikan kejutan seperti yang dilakukan oleh Wallace & Gromit sembilan tahun lalu. This is magic.

Review: Song One (2015)


"A moment can change everything."

Jika di lihat dari poster yang ia miliki Song One mungkin akan membuat kamu tertarik karena kesan pertama yang akan mudah terlintas di kepala kamu adalah ia merupakan sebuah film dengan tema musik yang lembut dan manis. Song One ternyata lebih dari sekedar dua karakter melakukan hal-hal manis di sekitar musik, sama seperti Begin Again ada kerumitan tentang masalah hidup di dalamnya dan musik seolah seperti jalan yang membawa karakter untuk menyelesaikannya. Tapi jika diumpamakan sebuah permen yang akan memberikan rasa terbaiknya ketika manis dan asam berkombinasi sayangnya Song One miss di hal tersebut, tidak pernah sepenuhnya manis, tidak pernah sepenuhnya asam, dan tidak memberikan rasa terbaiknya.

Review: Mortdecai (2015)


"It made me feel dirty."

Ketika ia baru saja berakhir yang pertama terlintas di pikiran saya justru bukanlah apa saja hal-hal positif dan juga negatif yang dimiliki oleh Mortdecai secara garis besar, yang sesungguhnya dapat ditemukan dengan sangat mudah. Hal lain yang mengganggu pikiran saya adalah bagaimana Mortdecai justru menambah panjang daftar film milik Johnny Depp dimana ia memberikan performa yang “menyedihkan”, performa yang akan membuat kamu terkejut jika mengingat kembali di tahun 2003 hingga 2007 Captain Jack Sparrow pernah tiga kali bertarung di ajang Oscar pada kategori pemeran utama terbaik. Mortdecai is nearly awful, it’s all about mustache, about mustache, a lot of trouble.

Review: The Wedding Ringer (2015)


"It looks like the entire cast of Goonies grew up and became rapists!"

Jika kamu datang dengan ekspektasi yang tidak begitu tinggi film ini mungkin dapat menjadi sebuah komedi bodoh yang ketika ia telah berakhir akan meninggalkan kamu dengan sebuah perasaan segar dibalik semua formula klasik yang ia gunakan. The Wedding Ringer mungkin terasa klise, sangat predictable, dan lain sebagainya penyakit dari sebuah komedi standard, tapi ia berhasil memberikan sebuah petualangan yang cukup fun bagi penontonnya.

Review: The Boy Next Door (2015)


"A moment she couldn't resist. An obsession he can't control."

Tidak perduli kamu pria maupun wanita kita semua tahu satu situasi yang tidak dapat di hindari pada tahap awal perkenalan, wanita akan terkesan jual mahal dan penuh misteri. Bukan berarti hal tersebut berlaku secara general tapi yang saya tahu kami para wanita senang melakukan hal tersebut untuk menambah ketertarikan para pria. Tapi imo cara tersebut sangat tabu untuk dilakukan dalam waktu yang lama, karena bukannya malah tertarik terlalu lama menunggu akan membuat para pria pergi dan menjauh. Itu yang dialami film ini mencoba tampak misterius namun celakanya menjadi sebuah erotic thriller yang memberikan penonton tawa negatif. The Boy Next Door, from the producer who brought you Whiplash.

The 4th Annual PnM Awards


Tahun 2014 merupakan tahun yang sangat sangat special bagi rorypnm, tahun yang seolah melipatgandakan pencapaian yang berhasil di raih pada tahun 2013, tahun yang seperti menjadi sebuah batu berukuran besar dan kokoh dimana kami dapat dengan penuh percaya diri menjejakkan kaki diatasnya untuk kemudian melompat lebih tinggi lagi. Mungkin sebuah kalimat dari Socrates dapat menggambarkan pelajaran berharga yang kami peroleh di tahun 2014 yang lalu, “The secret of change is to focus all of your energy, not on fighting the old, but on building the new.” Dari 500++ film hasil kombinasi, berbagai genre yang penuh warna, bersama dengan pertumbuhan yang menyenangkan, berikut adalah para crème de la crème versi rorypnm, terbaik dari yang terbaik dan berhasil menjadikan kami terpukau dan terhibur tahun lalu, mereka yang mulai hari ini resmi kami sebut the old bersama dengan lambaian tangan dan kemudian melangkah maju untuk kembali membangun sesuatu yang baru.

Review: Selma (2014)


"We must march, we must stand up!"

Selain segmented film-film yang mencoba mengangkat kisah masa lalu seorang juga punya dua penghalang besar yang harus ia taklukan. Yang pertama adalah apakah film tersebut berhasil menggambarkan sosok atau tokoh yang ia gunakan dalam bercerita dengan tepat, terutama pada ketepatan kisah yang tokoh tersebut alami. Ya, riskan, dan pertanggung jawabannya cukup besar. Dan kedua adalah film tersebut harus berhasil menjadikan tokoh tersebut menarik bagi penontonnya, bukan hanya ketika ia tampil di layar namun juga setelah ia menghilang dan membuat penonton ingin lebih jauh mencari informasi tentang tokoh tersebut. Nah, dua hal penting tersebut berhasil dilakukan oleh Selma dengan manis.

The 4th Annual PnM Awards Nominations


Akhirnya rorypnm tiba juga di salah satu dari dua fungsi pintu, setahun yang lalu mengantarkan saya masuk kedalam musim film yang baru dan kini melangkah keluar dan mengucapkan selamat tinggal kepada musim 2014. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya mulai edisi kali ini PnM Awards akan melemparkan nominasi beberapa sebelum hari penentuan yang tahun ini jatuh pada tanggal 25 januari nanti. So, berikut adalah film-film “terbaik” yang kami saksikan selama satu tahun kebelakang dan telah tersebar di banyak kategori.

One Million Pageviews


Sebenarnya pencapaian ini telah rorypnm raih tiga hari yang lalu dan sejak jauh hari sebelum pageview blog ini resmi berada di tujuh digit telah dipersiapkan sebuah post sebagai bentuk “perayaan”, tapi yang terjadi setelah itu justru sesuatu yang aneh. Ya, saya tiba-tiba merasa dilema dan ragu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang layak untuk di terjemahkan kedalam sebuah post khusus, terlebih dengan kemungkinan yang sangat besar hadirnya opini bahwa post tersebut hanyalah sebuah bentuk “show-off” belaka. Namun dilema tidak berhenti sampai disitu karena selama tiga hari kebelakang justru ada perasaan yang juga sama anehnya, ketiadaan sebuah perasaan lega karena belum mengucapkan terima kasih kepada anda semua.

Top 12 Films of 2014


Saya memulai movie experience di tahun 2014 lalu dengan sebuah film asal Inggris berjudul The Selfish Giant, dan dua suku kata dari judul film tersebut dapat menjadi clue dari penilaian saya pada apa yang blog ini raih tahun 2014 yang lalu. Giant, raksasa, mungkin sekarang blog ini belum berada di level tersebut tapi syukurlah masih berada di lintasan yang tepat. Kemudian selfish, mementingkan diri sendiri, namun yang saya alami justru sebaliknya, semakin “terbuka” pada banyak "rasa" baru meskipun jumlah film yang saya saksikan tidak mengalami loncatan yang besar, dan akhirnya berani untuk menerima sosok baru untuk bergabung. Hasilnya, sebuah kerumitan yang menyenangkan. So, please welcome, Top 12 Films of 2014.

Movie Review: Unbroken (2014)


"If you can take it, you can make it."

Pernyataan terkait keinginannya untuk pensiun dari dunia film sebagai aktris tentu saja menjadikan kita semakin yakin bahwa Angelina Jolie sudah jatuh cinta untuk berkarya di balik layar sebagai sutradara, profesi yang sudah ia mulai tiga tahun yang lalu. Ada sebuah pertumbuhan yang menarik dari seorang Angelina Jolie di film keduanya sebagai sutradara ini namun sayangnya ibarat seorang pematung ia merupakan sosok yang mampu mengolah sebongkah kayu menjadi berbagai bentuk yang menarik tapi celakanya ia belum mampu memolesnya untuk tampak menarik dan memikat dalam jangka waktu yang lama. Unbroken, a stiff biography which can't toying his audience.

PnM Awards 2015 Early Lists: Screenplay, Animated, Foreign, & Technical



Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya di edisi terbaru ini saya ingin mencoba menghadirkan satu anggota baru untuk menjadi bagian fitur early list yakni daftar yang berisikan calon terbaik di luar enam kategori utama. Patokannya adalah kategori-kategori yang di dua edisi sebelumnya telah hadir, meskipun memang beberapa di antara mereka tidak muncul di post ini terkait sensitifitas yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk di putar-putar, seperti genre, Best Breakout Performance, Best Trailer, Best “What The” Moment, dan yang terbaru Best Poster. Yang sangat disayangkan adalah absennya Best Documentary tahun ini dikarenakan jumlah film dokumenter yang kami saksikan sangat minim. Masih mentah memang dan mengingat potensi untuk tertinggalnya beberapa calon sangat besar maka perubahan besar masih dapat terus terjadi hingga tanggal 19 nanti.


PnM Awards 2015 Early Lists: All Main Category Update


Jika tahun lalu saya menyebut kala itu list mengalami perubahan komposisi dikarenakan kehadiran beberapa film baru maka tahun ini yang terjadi jauh lebih ekstrim. Tidak hanya beberapa namun banyak film baru yang “hadir” di awal tahun, bahkan beberapa diantara mereka memberikan kejutan secara bersamaan bukan hanya dari segi waktu kehadiran mereka namun juga dampak yang mereka hasilkan pada susunan list calon crème de la crème yang akan hadir 25 januari mendatang. Semua semakin ketat, Boyhood punya peluang sangat kuat di empat kategori, hal yang juga berhasil dilakukan oleh A Most Violent Year dan The Theory of Everything. Birdman lebih berbahaya lagi karena ia punya lima wakil kuat di lima kategori, meskipun ia tidak sendiri karena Nebraska, Mr. Turner, dan Foxcatcher punya pencapaian yang sama kuatnya. Namun di depan mereka semua ada Gone Girl dan Selma dengan enam wakil, serta kejutan dari Jack O'Connell. Almost final list. 

Review: Inherent Vice (2014)


"Chotto, Kenichiro, Dozo! Motto panukeiku. Motto panukeiku!!"

Inherent Vice ini secara keseluruhan kurang lebih seperti karakter Freddie Quell di film Paul Thomas Anderson dua tahun lalu, The Master, berjalan dengan kesan penuh kebingungan, ada misteri dengan karakter yang terus mencari, terasa liar dan juga aneh, tapi ketika ia selesai ada klimaks yang memikat yang ia tinggalkan buat penontonnya. Celakanya Inherent Vice melakukan hal tersebut dengan level yang setingkat diatas, rasa bingung kental, kesan aneh dan liar juga kental, dan celakanya ini seperti berjalan-jalan bersama seorang teman dalam kondisi mabuk, unik dan lucu.

Review: American Sniper (2014)


"I need you to be human again."

American Sniper ini adalah film dengan materi ambigu yang coba di tampilkan juga dengan tampilan yang ambigu. Hasilnya, sebuah hiburan yang ambigu dan pelak akan menghasilkan keseimbangan dari mereka yang menyukai film ini maupun yang kurang suka hingga membenci film ini. Judul yang ia gunakan memang sedikit menjebak dan dengan cita rasa layaknya The Hurt Locker kita akan semakin terjebak didalam satu “warna” di antara banyak warna yang ia berikan, namun pada akhirnya American Sniper berhasil menjadi sebuah studi karakter yang menyenangkan.

Review: A Most Violent Year (2014)


“If they offer coffee or tea, say tea.”

A Most Violent Year saya saksikan pada tanggal 31 desember tahun lalu, dan ketika saya melangkah keluar saya membawa sebuah senyuman yang sangat lebar di wajah saya yang kala itu seperti tidak mau berhenti memancarkan kebahagiaan. Ya, bagaimana tidak karena kala itu saya baru saja mendapatkan sebuah film yang sangat memikat untuk menutup movie experience saya di tahun 2014, sebuah drama yang mencekam dibalik ketenangan, kuat dari cerita, eksekusi, hingga kinerja pemeran, sebuah drama bertemakan criminal yang cantik dan indah secara bersamaan. Darn, another very good movie from 2014.

Review: The Woman in Black 2: Angel of Death (2015)


"She never forgives. She never forgets. She never left."

Mudah sekali untuk mengatakan bahwa The Woman in Black 2: Angel of Death merupakan sekuel yang dipaksakan kehadirannya, karena film pertamanya yang muncul dua tahun lalu pada dasarnya juga kurang berhasil meninggalkan impresi yang kokoh. Bukan berarti ia tidak menarik tapi The Woman in Black meninggalkan materi yang terhitung tipis untuk dilanjutkan dan celakanya dari situ pula kemunculan masalah besar yang menyakiti film ini. Sebuah horror yang gagal tampil menakutkan.

Review: Into the Woods (2014)


"Anything can happen in the woods."

Into the Woods ini adalah sebuah film yang mampu menghipnotis penontonnya. Mengapa? Sejak awal kamu dapat menilai dan merasakan bahwa ia punya beberapa kelemahan mendasar dari sebuah drama musikal tapi kehadiran mereka lama-kelamaan bukan semakin terasa mengganggu justru mulia berkurang secara perlahan karena kecerdikan film ini membawa penontonnya untuk seolah merasa terlibat di dalam sebuah pertunjukan menyenangkan yang mereka sajikan.

Review: Big Eyes (2014)


"She created it, he sold it, and everyone bought it."

Dengan absennya dua sosok favoritnya, Helena Bonham Carter dan Johnny Depp, kemudian duet utama pilihannya yang tampak sangat menjanjikan, Amy Adams dan Christoph Waltz, Big Eyes tampak menjanjikan berkat potensinya untuk menjadi sebuah terobosan baru dari seorang Tim Burton yang beberapa karya terakhirnya (selain Frankenweenie) sudah mulai mudah terbaca serta minim kejutan. Apakah itu terjadi?

Review: Foxcatcher (2014)


"Coach is the father. Coach is a mentor. Coach has great power on athlete's life."

Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia judul film ini memiliki arti penangkap rubah, dan menariknya judul tersebut ternyata juga dapat jadi penggambaran secara garis besar apa yang akan kamu dapatkan dari film ini. Kita berada di posisi sebagai penangkap dan cerita yang berisikan percakapan dan kejahatan penuh ketenangan menjadi rubah yang terus bergerak dengan lincah. Paranoia hingga obsesi, berisikan kesedihan sampai kejahatan, bisnis penuh persaingan dan misteri sampai character study, ia punya thriller tapi juga cengkeraman layaknya sebuah horror, Foxcatcher adalah hiburan dua jam yang memukau.

Review: The Theory of Everything (2014)


"However bad life may seem, there is always something you can do, and succeed at."

Apakah kamu pernah mengikuti tantangan berantai yang tahun lalu sempat membuat kehebohan bernama Ice Bucket Challenge? Banyak orang pasti menilai itu sebagai aksi seru-seruan belaka tapi pada dasarnya tantangan tersebut punya tujuan yang menarik, meningkatkan kepedulian kita pada Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), penyakit saraf yang dapat mengakibatkan disfungsi otot. Lantas apa hubungannya dengan film ini? Sosok yang coba digambarkan The Theory of Everything adalah penderita penyakit tersebut, dan perjuangan yang ia berikan dari akademi hingga kisah cinta menurut saya punya power yang bukan hanya lebih kuat dalam dari sekedar menuangkan seember es tadi, tapi juga meninggalkan kita penontonnya dengan inspirasi sederhana yang menyenangkan.

Movie Review: Taken 3 (2015)


"He loves his family, but he has a lot of enemies." 

Bryan Mills merupakan pria dengan dua sosok yang ia cintai, seorang mantan istri dan seorang anak perempuan. Di film pertama ia menelusuri kota Paris untuk menemukan anak perempuannya yang di culik, di film kedua giliran mantan istrinya yang kini menghilang di kepadatan kota Istanbul. Nah, yang kemudian sedikit membingungkan adalah dengan konsep yang sama di dua film sebelumnya siapa lagi yang akan menghilang di film ketiganya ini? Siapa lagi yang akan Bryan coba selamatkan dengan genggaman pistol di tangannya? Uniknya ternyata rasa bingung itu juga dimiliki oleh film ini. Taken 3, trying to look thoughtful but ends dull, an impotent superdad goodbye.

Movie Review: Paddington (2014)


"Families always stick together."

Film yang merupakan kolaborasi dua production company dari UK dan Perancis (Heyday Films dan StudioCanal) dimana satu diantara mereka merupakan sosok penting di balik salah satu film series paling popular bernama Harry Potter ini seperti jawaban atas kerinduan penonton pada sebuah film keluarga di akhir tahun. Bukan menandakan bahwa beberapa tahun terakhir tipe family movie menjadi arena yang kering namun sulit untuk menemukan film yang mampu membawa kita kembali merasakan hiburan akhir tahun misalnya seperti yang di berikan Home Alone di layar televisi Indonesia hampir setiap tahunnya, hiburan yang sederhana dan menyenangkan. Paddington, a fun adventure with happy little bear.

riringina’s 20 Favorite Movies of 2014



Sesungguhnya mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari blog ini pada dasarnya merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya, karena dengan begitu saya akhirnya memiliki tempat dimana saya dapat mencurahkan pendapat pada baik dan buruk yang dihasilkan oleh salah satu hobby yang setahun ini semakin kuat, menonton film. Itu yang membuat saya terkejut ketika di awal desember lalu pemilik blog ini memberikan sebuah kejutan lainnya, memberikan saya satu post special yang berisikan daftar film-film favorit saya di tahun 2014. So, please welcome riringina’s 20 Favorite Movies of 2014.

Review: Mr. Turner (2014)


"The sun is God! Ha ha ha!"

Pada dasarnya saya juga tidak tahu sama sekali dengan sosok J. M. W. Turner sebelum menyaksikan film ini, seorang pelukis asal Inggris yang dikatakan memiliki sikap radikal dibalik karya-karya miliknya yang epic. Nah, kondisi tersebut sebenarnya justru menghasilkan sebuah kesulitan yang besar bagi film ini karena dengan begitu tugasnya untuk memperkenalkan saya pada sosok Turner menjadi lebih sulit, tapi menariknya ia berhasil membuat saya menikmati sajian yang ia berikan tapi juga menjadikan saya mengagumi sosok Turner yang tidak saya kenal sama sekali di awal tadi. Sebuah pencapaian yang memukau bukan? Gorgeous. 

Review: The Gambler (2014)


The Gambler adalah contoh atau mungkin pelajaran terbaru bagi penonton untuk mulai belajar mengurangi pengaruh dari skuad yang di miliki oleh sebuah film pada ekspektasi awal mereka. Ini merupakan salah satu film yang paling saya nantikan tahun 2014 yang lalu, dari sutradara yang pernah menukangi Rise of the Planet of the Apes, penulis naskah The Departed, hingga jajaran cast dari Mark Wahlberg, John Goodman, Brie Larson, sampai dengan Jessica Lange. Well, underwhelms.

PnM Music Chart - 010315


rorypnm's 40 Favorite Songs of 2014


Untuk dapat bertahan hidup di dunia yang semakin kompleks ini anda tidak hanya wajib memiliki keahlian yang dapat anda andalkan untuk menjadi yang terbaik karena di sisi lain anda juga harus mampu mencuri atensi sehingga and menjadi sosok yang di sukai dan di cintai, sosok dimana orang-orang selalu merasa senang jika berada di sekitar anda. Hal tersebut juga berlaku dalam banyak hal dan salah satunya adalah musik, banyak musik berkualitas yang tidak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan perhatian besar sedangkan tidak sedikit pula musik yang kurang berkualitas namun mampu meraih atensi skala besar. Salah? Tidak, karena begitulah sistem yang berlaku, yang “kuat” yang bertahan. So, berikut adalah 40 lagu yang selama tahun 2014 lalu berhasil tampil lebih “kuat” dibanding lagu lainnya untuk membuat saya merasa bahagia mendengarkan mereka.  

Review: A Girl Walks Home Alone at Night (2014)


Film-film skala kecil seperti A Girl Walks Home Alone at Night ini kehadirannya selalu dinantikan setiap tahun oleh para penikmat film yang sudah mengerti skema standard dari siklus film setiap tahun, dari flop session di awal tahun, summer untuk blockbuster, dan menjelang akhir tahun dengan buzz awards season. Mereka memiliki tugas menjadi penyegar dibalik siklus yang predictable tadi dan dengan mencampur materi berani antara Iran dan vampire serta unsur horror, romance, serta thriller, film ini berhasil menjadi salah satu film skala kecil yang paling menyenangkan tahun lalu.