05 September 2014

Review: Step Up: All In (2014)


"Every step has led to this."

Beberapa penggemarnya mungkin sudah mulai merasa bosan dengan salah satu dance kingdom yang telah eksis selama delapan tahun dan kini meluncurkan series ke limanya ini. Namun setelah Step Up: Revolution yang sebenarnya cukup mampu menaikkan kembali daya tarik mereka setelah kehilangan Channing Tatum, sayangnya Step Up: All In One justru menciptakan kesalahan yang, well, cukup besar.

Setelah bangkrut dan menjadi pengangguran, Sean Asa (Ryan Guzman) mencoba melakukan sebuah gebrakan yang bertolak belakang dengan sikap menyerah dan teman-temannya. The Vortex, sebuah kompetisi tari yang menjanjikan sebuah acara khusus bagi pemenang di saluran VH1 menjadi tujuannya Sean, dan berkat bantuannya sahabatnya Moose (Adam Sevani) dengan cepat kru baru berhasil ditambahkan. Tapi ternyata realita yang ia dan timnya temukan pada kompetisis tersebut jauh lebih sulit dari apa yang mereka harapkan.  

Ya, saya mengikuti empat film sebelumnya dari dance romance and drama ini, tidak bisa dikatakan sebagai penggemar setia sebenarnya, karena ada grafik naik dan turun yang diberikan oleh series ini sehingga sering menciptakan rasa ragu ketika hendak menyaksikan instalment selanjutnya. Step Up: Revolution berhasil membuat saya menanti film kelima ini, dan celakanya film kelima ini yang justru membuat saya semakin ragu apakah series ini masih layak untuk di ikuti. Penyebabnya karena mereka sendiri tampak seperti sudah bosan dengan apa yang mereka lakukan, seperti anak usia enam tahun yang masih datang kesekolah karena dipaksa oleh orang tuanya. 

Itu yang mengecewakan, bukan karena isu Channing Tatum, tapi lebih kepada rasa segar yang diberikan film ini. Apa yang mereka tampilkan seperti hanya mengulang apa yang mereka pernah berikan dengan menggunakan masalah yang baru, terlalu akrab bukan menjadi masalah yang besar, tapi daya tarik yang dihasilkan sangat jauh dari standard menyenangkan. Seperti kehabisan ide untuk menciptakan sebuah perjalanan tari yang bukan hanya sekedar copy paste dengan sedikit modifikasi, petualangan yang berhasil membuat penontonnya tidak memusingkan plot dan bergoyang gembira bersama tarian-tarian rumit skala kecil untuk menuju sebuah finale di babak akhir. 

Kenikmatan itu hilang, hiburan dengan kreatifitas yang baik pada urutan tari untuk membawa penontonnya bersenang-senang. Perselisihan, tantangan, kerja keras, hingga sikap fair play, mereka tampil canggung dalam cerita yang bergerak mondar-mandir itu, humor bahkan minim disini, dan masalahnya ketika mereka tampil serius drama yang diberikan justru terasa lembek dan kosong. Tidak peduli pada emosi karakter di sisi drama, celakanya emosi itu juga terasa sangat tipis ketika mereka sedang menari, Ryan Guzman seperti kesulitan untuk melakukan show-off daya tarik miliknya, bahkan ia harus kalah dari Briana Evigan yang melakukan comeback dengan cukup baik. 

Step Up: All In One adalah film pemalas, dimana Trish Sie seperti kurang berani untuk melakukan sebuah terobosan yang segar, masih tertidur lelap dalam keberhasilan yang dihasilkan oleh pendahulunya, sehingga ketimbang menciptakan sesuatu yang baru lebih memilih menggunakan formula yang identik, tidak perlu repot-repot karena penonton datang untuk melihat karakter menari, tapi mereka lupa bahwa tari bukan hanya masalah kerumitan yang lebih mudah terasa membosankan, tari juga punya kemampuan memancarkan emosi yang dapat mempertebal dan memperkuat daya tarik, dan itu hanya dapat hadir dari penceritaan yang kuat dan menarik.







0 komentar :

Post a Comment