Showing posts with label Animation. Show all posts
Showing posts with label Animation. Show all posts

Movie Review: Minions: The Rise of Gru (2022)

“Even the smallest are capable of great things.”

Bicara kualitas tentu saja ‘Toy Story’ dan beberapa nama lain jelas berada di atas mereka, tapi dengan jumlah film yang sama ‘the Despicable Me franchise’ sejauh ini berhasil mengungguli petualangan Woody, Buzz Lightyear, dan teman-temannya itu dalam hal angka box office. Gru dan para Minions andalannya saat ini menyandang status the highest-grossing animated franchises and film series mengalahkan Toy Story, Shrek, Ice Age, serta Frozen. Itu bukti bahwa sejak pertama kali muncul di tahun 2010, Gru terutama para Minions telah sukses meraih hati banyak penonton dengan tingkah lucu dan konyol mereka, dan studio Illumination belum berhenti mengeksploitasi ladang emas itu meskipun dengan cara “memutar-mutar” cerita. Apakah strategi itu kembali berhasil? Minions: The Rise of Gru’: repetitively funky.


Movie Review: Flee (2021)

“What does home mean to you?”

Film ini berpotensi menciptakan rekor di ajang Academy Awards edisi ke 94, karena sejauh ini masih masuk di dalam bursa kandidat film terbaik di tiga kategori, yakni dokumenter, film internasional, dan animasi. Sebuah kombinasi yang unik memang jika pada akhirnya film ini berhasil meraih nominasi di tiga kategori tersebut secara bersamaan, film internasional berupa dokumenter tidak asing lagi karena tahun lalu ‘Collective’ dan dua tahun lalu ada ‘Honeyland’, namun kombinasi ketiganya peluang terbaik untuk terjadi terakhir kali dimiliki oleh ‘Waltz with Bashir’ tahun 2008 yang lalu. Peluang itu dimiliki film ini. 'Flee (Flugt)': a bold, italic, and underlined optimistic story.


Movie Review: Encanto (2021)

“We can’t hurry the future.”

Disney adalah? Mungkin tidak akan menjadi jawaban tertinggi, bisa saja mayoritas akan menjawab Disneyland, atau Mickey Mouse, atau Cinderella Castle yang akan muncul di bagian pembuka film-filmnya. Tapi salah satu dari jawaban pasti akan ada magic, seperti yang pernah saya mention pada beberapa review sebelumnya bahwa Disney already has their own magic also tried-and-tested ingredients, so tinggal bagaimana para sineas yang mereka tunjuk kemudian meramu dan mengolah materi baru agar dapat “hidup” di dalam formula milik Disney itu. Centered on a Latino family film ini kembali mendorong isu sederhana namun luar biasa, arti penting keluarga, disajikan dalam bentuk musical of course with Disney's magic. ‘Encanto’: enchanting.


Movie Review: Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train (2020)

“Don't cry even if you feel regret.”

Tidak ada salahnya mengeksploitasi materi yang punya potensi besar menghasilkan kesuksesan, langkah yang diambil oleh studio animasi asal Jepang, Ufotable. Belum berakhir musim pertama tv-series adaptasi manga ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba’, tepatnya di pertengahan musim sudah muncul keinginan Produser untuk membuat semacam “jembatan” penghubung ke season dua dalam bentuk film. Shorter content and dramatic pacing jadi alasan utama, langkah berani yang ternyata membuahkan hasil sangat memuaskan bagi mereka, rilis tahun lalu di Jepang film ini seolah tidak mengenal apa itu pandemic Covid-19, terus mencetak angka mengejutkan box-office hingga berakhir sebagai the highest-grossing anime and Japanese film of all time, menggeser ‘Spirited Away’ yang telah berkuasa sejak tahun 2001. ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train’ : an imaginative extension, an engaging continuation.


Movie Review: Vivo (2021)

“Love's gonna pick you up, and never put you downs.”

Well, seperti yang sempat saya singgung di review ‘Wish Dragon’ yang lalu di mana studio animasi Sony Pictures Animation tahun ini mendorong ke hadapan penonton tiga buah film animasi yang ketiganya tampak menjanjikan sejak trailer-nya rilis. Di bulan april kemarin ada ‘The Mitchells vs. the Machines’ lalu kemudian disusul oleh dua vaksin kebahagian dari China bernama Din dan Long lantas berakhir di film ini, sebuah musikal yang kembali digawangi Lin-Manuel Miranda, sosok yang sejak film ‘Moana’ semakin mendominasi dunia perfilman sebagai composer. Ceritanya sendiri klasik, tentang kasih sayang dan harapan. ‘Vivo’ : animation with proper planning prevents poor performance.


Movie Review: Earwig and the Witch (2020)

“Anybody who’d choose me would be pretty unusual.”

Studio Ghibli memutuskan untuk rehat sejenak memproduksi film animasi sejak 2014 dan tentu saja membuat banyak penggemarnya kecewa, karena sejauh ini seni animasi tradisional mereka merupakan variasi yang belum tertandingi kualitasnya di tengah computer animation yang semakin mendominasi. Di tahun 2017 kemudian muncul berita bahwa guru besar mereka, Hayao Miyazaki, kembali dari pensiun dan sedang menggarap film animasi baru, tapi berita paling mengejutkan justru muncul tahun lalu ketika Gorō Miyazaki, anak dari Hayao Miyazaki akan menyutradarai film animasi terbaru Studio Ghibli, their first ever full 3D CG animated film. You never know if you never try. ‘Earwig and the Witch’ : when a badminton player can’t master tennis on the first try.


Movie Review: Wish Dragon (2021)

“Let's make a promise to be best friends forever.”

Sebelum kesuksesan besar lewat ‘Spider-Man: Into the Spider-Verse’ sebenarnya Sony Pictures Animation telah memiliki beberapa film animasi yang oke, tapi tampaknya mereka telah lama terjebak di lingkaran franchises yang hasilnya tidak bisa disebut buruk juga. Mereka telah merilis calon terkuat film animasi terbaik di tahun ini ‘The Mitchells vs. the Machines’ yang sangat ambisius, dan masih di tahun ini pula sebuah animasi musical berjudul ‘Vivo’ akan mereka hadirkan. Hiruk-pikuk tampak seperti penuh ambisi itu tidak tampak di sektor cerita film ini, namun menariknya menjadi jangkar bagi sebuah fantasy comedy yang manis. ‘Wish Dragon’: a happiness vaccines from Chinese Aladdin.


Movie Review: Luca (2021)

“Vespa is freedom.”

Untuk pertama kalinya, setelah tahun 2001 tentunya, secara berturut-turut tiga buah film rilisan dari studio animasi Pixar akan menjadi debut penyutradaraan layar lebar bagi tiga Sutradara. Latar belakang mereka memang juga dari Pixar seperti sebagai animator dan story artist tapi keputusan tersebut tampak seperti sebuah sinyal dari Pixar bahwa mereka mencoba melakukan peremajaan dan membawa nafas segar ke dalam line-up film animasi mereka. Settingnya di Italia dan berkisah tentang monster laut yang mencoba untuk mengejar impian mereka dengan MVP yang terasa unik, yaitu Vespa. Ya, motor Vespa. ‘Luca’ : a lovely, understated, and charming animation.


Movie Review: The Mitchells vs. the Machines (2021)

“Families can be hard, but they're so worth fighting for.”

Film animasi terbaru Netflix ini merupakan sebuah kemasan campur aduk beragam jenis isu, konflik, hingga pesan, yang ibarat bubur ayam dibumbui dengan merata sehingga ketika tiap bahan dimakan bersama satu sama lain (tidak diaduk, sorry) maka terasa sedap di lidah. Menggunakan petualangan sebuah keluarga yang dengan bangga menyebut diri mereka sebagai “worst family of all time” film ini menyajikan pengisahan tentang teknologi, kekuasaan, pubertas, coming-of-age, serta tentu saja jantung utamanya yakni keluarga, dikemas unik dan mengingatkan pada kesan segar yang dulu pernah dihadirkan oleh The Lego Movie. ‘The Mitchells vs. the Machines’ : a neatly made oddball parade sci-fi comedy.


Movie Review: Stand by Me Doraemon 2 (2020)

“Let’s make our family as happy as theirs.”

Apakah semua orang yang telah dewasa otomatis juga akan menjadi sempurna, jika dibandingkan dengan dirinya ketika masih remaja misal? Salah satunya Nobita. Di masa remajanya Nobita adalah sosok cengeng dan manja, selalu saja ada masalah yang ia ciptakan dan untuk menyelesaikannya ia butuh bantuan dari Doraemon. Ini isu sederhana yang dikupas dengan cara yang manis oleh film ini yang kembali membuktikan bagaimana cara terbaik dalam memanfaatkan “koneksi” yang manis antara penonton dengan karakter di dalam cerita. ‘Stand by Me Doraemon 2’ : ichi, ni, san! Arigato!


Movie Review: Raya and the Last Dragon (2021)

"It may feel impossible, but sometimes, you just have to take the first step, even before you're ready."

Indonesia bersama sepuluh negara Asia Tenggara lainnya disebut menjadi inspirasi bagi dunia fantasi di film ini, bernama Kumandra yang dilindungi oleh para naga. Ini menarik karena untuk pertama kalinya Disney menggunakan Asia Tenggara sebagai latar bagi fictional land di dalam cerita film animasi mereka. Lantas apakah hal itu juga menjadi pertanda akan ada pendekatan yang berbeda dan lebih segar terhadap kisah yang kembali menggunakan setting klasik Disney tersebut, yakni seorang putri raja yang bertarung dan menyelesaikan masalah? Dari segi visual template Disney kembali beraksi, dan dari segi cerita ternyata juga sama. ‘Raya and the Last Dragon’ : another Disney’s magic with their tried-and-tested ingredients.


Movie Review: Tom & Jerry (2021)


"We have a mouse problem."

Di era ketika semua hal tampak berkembang dengan sangat cepat sekarang ini tentu masih ada beberapa “hal manis” yang eksis sebelumnya dan mampu untuk tinggal serta menetap di dalam hati serta pikiran penonton. Salah satu di antara hal manis tersebut adalah dua karakter kartun di mana hubungan mereka kerap digunakan sebagai istilah dari sebuah pertarungan yang tiada akhir, seperti cat and mouse fight dengan bumbu “perang gerilya” yang menggelitik. Dan tentu di luar nalar manusia. Lalu apakah ketika Tom dan Jerry dimasukkan ke dalam sebuah live action film, apakah hal manis yang mereka punya kualitasnya akan tetap sama? ‘Tom & Jerry’ : an erratic comedy slapstick.


Movie Review: Soul (2020)

‘What do you want to be remembered for?’

Bun, hidup berjalan seperti bajingan. Ya, ketika persaingan semakin ketat dan berat serta di mana manusia semakin dituntut untuk dapat cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, tidak heran jika semakin mudah pula menemukan mereka yang disebut para “jiwa-jiwa yang hilang”, mereka yang masih kesulitan menemukan arah, tujuan, serta makna hidup mereka serta masih kesulitan pula menemukan “spark” yang dapat membantu mereka. Sama seperti judulnya film animasi terbaru Pixar Animation Studios ini mencoba bercerita tentang “hidup” dalam cakupan yang luas dan ringan, tentu saja dalam baluran animasi cantik ciri khas Disney’s Pixar. ‘Soul’: I'm "mad" at Disney, they tricked me.


Movie Review: The Croods: A New Age (2020)

“It’s not the end. It’s just the beginning. Welcome to our Tomorrow!”

Hampir delapan tahun yang lalu saya menyebut film yang bercerita tentang keluarga di masa purbakala ini sebagai sebuah kisah yang enak di mata saja, karena memang kala itu ceritanya terasa biasa saja. Indah dari segi visual namun terasa cukup datar dari teknik penceritaan, begitu saya menyebut film ‘The Croods’ kala itu. Sebenarnya kisah Grug, Eep, Guy, dan anggota keluarga the Croods ini punya potensi yang oke dan untungnya kali ini mereka menemukan sosok yang tepat, seorang story artist bernama Joel Crawford yang mampu menutup minus di film pertama dan menggali serta memaksimalkan pesona the Croods secara besar-besaran. ‘The Croods: A New Age’ : it’s indeed a new age for the Croods.


Movie Review: Wolfwalkers (2020)

“When she sleeps, she turns into a wolf. She can talk to the wolves.”

Film ini adalah bukti bahwa karya seni tradisional masih dapat bersaing dengan berbagai seni modern jika menemukan materi dan cara yang tepat untuk berbicara. Bermain layaknya sebuah lukisan bergerak film ini mencoba mendorong sebuah dongeng yang mungkin lekat dengan kesan cerita pengantar tidur, menggabungkan cerita tadi dengan visualisasi yang juga tidak jauh berbeda, mirip dongeng sebelum tidur. Tapi ada yang berbeda di sini, karena seni tadi menemukan cerita yang membuatnya merasa sangat percaya diri untuk bermain-main dengan nilai seni yang hendak dijual olehnya. Hasilnya, salah satu film animasi tercantik dalam satu dekade terakhir ini. ‘Wolfwalkers’ : visually stunning simple magic.


Movie Review: Over the Moon (2020)


“Cherish life and everything you love.”

Mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan salah satu pola yang digunakan oleh film-film animasi, yaitu di samping tampil dengan menyajikan visual cantik yang dipenuhi berbagai warna-warni menarik mereka juga mencoba melakukan tackle dengan menggunakan isu kesedihan yang dialami oleh karakter di dalam cerita. Karakter utama yang mayoritas merupakan anak-anak harus kehilangan orangtua atau mungkin sosok yang sangat ia cintai, lalu kemudian mencoba melawan rasa sedih dan berusaha “menemukan” kembali bahagia. Terasa familiar? Ya, tapi tidak masalah jika mampu dikemas dengan baik, seperti yang dilakukan oleh film ini. ‘Over the Moon’ : a dashingly cute, catchy, and confident animation.


Movie Review: A Whisker Away (2020)


“After falling in love with you, the world seems so beautiful to me!”

Fantasi seolah telah menjadi salah satu bagian penting dari produk animasi Jepang, mereka selalu punya cara untuk mengemas ide-ide liar yang secara logika tampak tidak “masuk akal” menjadi sebuah presentasi yang tidak hanya menghibur penonton lewat sajian visual saja namun juga disertai dengan sentuhan manis berupa emosi di dalam cerita. Film animasi ini mencoba mengolah kembali pola tersebut dengan menggunakan premis yang menarik, kisah cinta antara manusia dan kucing. Ya, hewan jenis kucing. ‘A Whisker Away (Nakitai Watashi wa Neko wo Kaburu)’ : an outrageously simple "drawing" for a very promising idea.

Movie Review: Scoob! (2020)


“Scoob. You're the best friend I could ever ask for.”

Selain Detektif Conan masa kecil saya dahulu juga diisi serial animasi yang juga mengusung konsep memecahkan misteri namun dengan cara yang lebih santai dan cenderung “konyol”, yaitu Scooby-Doo. Kala itu Mystery, Inc. seolah menjadi sebuah tim yang sangat memikat berkat keahlian mereka, sedangkan mengemban tugas sebagai sumber utama lelucon dan komedi karakter Shaggy serta Scooby-Doo adalah dynamic duo yang memiliki charm unik dan menarik. Mereka sudah punya ciri khas yang terasa klasik dan film ini mencoba untuk melakukan sedikit modifikasi dan juga meremajakan karakter-karakter klasik tersebut tadi. Scoob! : soulless but on target mystery comedy.

Movie Review: Trolls World Tour (2020)


“All our differences, that make the world a richer place.”

Jika saya membuat daftar film-film paling mengejutkan di empat bulan pertama tahun 2020 yang menyedihkan ini maka jukebox musical animation yang satu ini pasti akan menjadi salah satu film yang menjadi bagian di dalam daftar tersebut. Kembali hadir sejak pertama kali menyapa penonton di tahun 2016 yang lalu dengan "Can't Stop the Feeling!" yang terasa memorable, kelanjutan kisah Poppy, Branch, dan teman-temannya itu kembali mencoba menggunakan formula sama yang pada dasarnya telah sukses mencuri atensi banyak penonton. Apakah kembali berhasil? Trolls World Tour: elevate the troll universe.

Movie Review: Klaus (2019)


“A true selfless act always sparks another.”

Selalu ada tempat tersendiri bagi film-film animasi seperti ‘Klaus’ ini, mereka yang masih memilih untuk tampil sebagai sebuah traditional animation, sesuatu yang perlahan mulai terasa langka di tengah perkembangan teknologi berisikan computer animated. Ditangani oleh sosok yang sebelumnya telah lama mengenal Disney serta merupakan pencetus lahirnya Gru dan para Minions, film ini mencoba menggunakan origin story dari legenda Santa Claus untuk menghantarkan berbagai isu sederhana yang menarik. ‘Klaus’ : beautiful and lovely hand-drawn animation.