Showing posts with label History. Show all posts
Showing posts with label History. Show all posts

Movie Review: Judas and the Black Messiah (2021)

“No more pigs in our community!”

Jika kamu ketik “Black Panther” di google maka di halaman pertama pencarian akan didominasi dengan film superhero rilisan Marvel di tahun 2018, namun sebenarnya nama tersebut juga digunakan oleh sebuah organisasi politik di Amerika Serikat, BPP atau Black Panther Party. Image BPP lekat dengan perjuangan pergerakan hak warga kulit hitam di tahun 1960-an namun ada pula pihak yang menilai bahwa partai itu hanyalah sebuah organisasi kriminal sehingga muncul upaya untuk melemahkan BPP yang tentu saja dengan cara yang tidak lembut apalagi bersih. ‘Judas and the Black Messiah’ : unflinchingly honest human tragedy, awaken the ambiguities of justice. Where is the love?


Movie Review: Greyhound (2020)


“Aye, aye, sir. Captain has the conn.”

Film ini memiliki durasi yang terhitung cukup kecil untuk ukuran film bertemakan peperangan dan mengangkat kisah perjuangan di medan perang, dari prolog hingga berakhir di epilog secara kasar berada di kisaran 80 menit. Padahal ceritanya sendiri tidak sederhana, ini adalah tentang pertempuran paling lama di saat Perang Dunia II, yaitu Pertempuran Atlantik, menaruh fokus pada perjalanan 37 buah kapal menuju Liverpool di dalam sebuah konvoi (convoy HX-25) yang dipimpin sebuah kapal dengan radio call sign: Greyhound. Hasilnya? Menarik. ‘Greyhound’: a “wise as a serpent, harmless as a dove” war film.

Movie Review: The Outpost (2020)



“Enemy in the wire, enemy in the wire. Everyone into Alamo position.”

Film dengan premis menarik sangat mudah untuk ditemukan, namun tidak dengan film yang mampu mengolah premis yang biasa menjadi sebuah presentasi dengan kandungan rasa percaya diri tinggi. Dari kulit luarnya film ini akan membuat kamu teringat dengan berbagai judul film dengan tema peperangan, sesuatu yang tidak salah karena faktanya formula yang digunakan film ini juga memang tidak jauh berbeda dari film peperangan pada umumnya. Apa yang membuat film ini terasa segar adalah bagaimana premis dan presentasi klasik itu kemudian dikemas menjadi sebuah sajian engaging penuh rasa percaya diri. ‘The Outpost’ : a gripping, intimate, and dynamic military story.

Movie Review: Curiosa (2019)


“I want to be photographed in immoral positions.”

Apakah kini perselingkuhan masih menjadi sesuatu yang sangat taboo? Sejak eksis perselingkuhan memang seolah sudah menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dalam sebuah hubungan percintaan, ia hadir ketika salah satu dari pria maupun wanita, atau bahkan mungkin keduanya, mulai merasakan munculnya hasrat nafsu untuk “merasakan” keindahan dan kenikmatan cinta dari orang lain yang bukan merupakan pasangan mereka. Semakin modern dunia semakin marak pula “penyakit” tersebut, dan dengan cara dan tampilan klasik film ini menggunakan itu sebagai dasar bercerita. ‘Curiosa’ : an erotic ode about why love is gratification of the senses.

Movie Review: First Man (2018)


“Nothing, honey. Your dad's going to the Moon.”

‘Whiplash’, kemudian disusul dengan ‘La La Land,’ harus diakui memang bagaimana Damien Chazelle kemudian memilih bermain dengan sebuah biographical drama justru di sisi lain membuat film ini terasa exciting. Bagaimana approach dari sosok yang telah lekat dengan image musik itu terhadap salah satu kisah heroic yang pernah tercipta di muka bumi ini, proses mendaratnya manusia untuk pertama kali di Bulan. Bermain dengan kisah seorang pilot di sini Damien Chazelle kembali membuktikan, he is a really great pilot. First Man: an emotionally satisfying experience.

Review: The Founder (2017)


"McDonald’s can be the new American church"

Dalam the list yang dirilis oleh Forbes selain Apple, Google, Coca-Cola, dan Facebook, terdapat nama McDonald's di bagian sepuluh teratas terkait status "The World's Most Valuable Brands". Tidak heran memang, restoran cepat saji yang akrab dengan singkatan McD itu seolah telah menjadi bagian dari budaya di bidang makanan. Proses berdirinya McD coba diceritakan oleh film ini, The Founder, ditangani oleh John Lee Hancock (The Blind Side, Snow White and the Huntsman) coba menunjukkan sisi kompleks dan kontroversial yang terdapat dari kisah sukses yang “didirikan” oleh Ray Kroc itu. It’s extra crispy good biography drama.

Movie Review: Patriots Day [2016]


"It’s terrorism."

Dengan mengesampingkan ‘Battleship’ maka tiga dari empat film terakhir di mana Peter Berg menjadi sutradara merupakan sajian action dengan suspense yang oke, dari yang dikombinasi bersama komedi di ‘Hancock’, war di ‘Lone Survivor, hingga sebuah bencana di ‘Deepwater Horizon’. Di film terbarunya ini, Patriots Day, Peter Berg kembali membuktikan kepiawaiannya dalam bermain dengan kekuatan yang dimiliki oleh suspense tadi, membawa sebuah kisah nyata tentang tragedy bom di kala pagelaran Boston Marathon untuk menyajikan sebuah kisah tentang human spirit yang terasa gripping and compelling.

Review: Silence (2016)


"I pray but I’m lost. Am I just praying to silence?"

Martin Scorsese merupakan salah satu “finest” director yang pernah dimiliki oleh industri film, dari Raging Bull, kemudian Goodfellas, hingga yang terbaru The Wolf of Wall Street, Scorsese selalu berhasil menunjukkan mengapa ia disebut sebagai seorang “Master”, dia mampu mengolah berbagai materi berbeda menjadi sebuah sajian yang sangat impresif dan berjenis “tidak untuk dilupakan”. Lewat film terbarunya ini, Silence, Martin Scorsese kembali sukses meneruskan pencapaiannya itu, not only poignant and engrossing this one is one of the best cinematic experience from Martin Scorsese.

Movie Review: Operation Chromite [2016]


Liam Neeson in Korean movie? Wohooo. Itu respon pertama saya ketika mengetahui bahwa Bryan Mills akan tampil di film Korea, dia punya karisma yang keren dan harus diingat dia juga seorang bapak yang keren di ‘Taken’. Tapi pertanyaannya adalah apakah Liam Neeson mampu klik dengan baik di dalam kisah yang mengangkat sebuah peristiwa historis Korea ini? Operation Chromite (Incheonsangryookjakjun) sendiri mencoba bercerita tentang unsung heroes dari Korea di dalam sebuah operasi di The Battle of Inchon. Is it a good "tribute"?

Review: The 33 (2015)


"I knew this place was dangerous!"

Kecelakaan pertambangan Copiapó yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu perisitiwa menakutkan yang dapat membunuh 33 penambang yang terperangkap di bawah tanah. Usaha penyelamatan yang memakan waktu 69 hari menjadi perhatian dunia kala itu, dan fakta bahwa 33 orang penambang tadi berhasil tetap hidup dan selamat dari maut yang siap menghampiri mereka kapanpun itu menjadi sebuah kisah perjuangan hidup yang inspiratif. Jangan heran lima tahun kemudian muncul film yang berusaha menggambarkan kembali kisah yang memang layak dibawa ke layar lebar tersebut. Masalahnya adalah apakah The 33 mampu menghadirkan magic dari kisah ajaib tersebut?

Review: Assassination (2015)


Kita semua tahu bahwa semenjak hallyu mulai menjadi gelombang besar industri Korea semakin giat menciptakan gebrakan baru yang mencoba membawa industri terus naik ke level selanjutnya, meskipun harus diakui terkadang sangat mudah pula menemukan hasil yang terasa biasa saja karena di paksakan. Itu kesan pertama yang muncul dari Assassination ini, ia mencoba untuk menjadi sebuah kemasan yang megah bahkan menggunakan lineup cast yang di negara asalnya bahkan disebut The Avengers terbaru dari Korea itu untuk menggelitik isu nasionalis tapi beban memberikan kejutan berbeda.

Review: Mr. Turner (2014)


"The sun is God! Ha ha ha!"

Pada dasarnya saya juga tidak tahu sama sekali dengan sosok J. M. W. Turner sebelum menyaksikan film ini, seorang pelukis asal Inggris yang dikatakan memiliki sikap radikal dibalik karya-karya miliknya yang epic. Nah, kondisi tersebut sebenarnya justru menghasilkan sebuah kesulitan yang besar bagi film ini karena dengan begitu tugasnya untuk memperkenalkan saya pada sosok Turner menjadi lebih sulit, tapi menariknya ia berhasil membuat saya menikmati sajian yang ia berikan tapi juga menjadikan saya mengagumi sosok Turner yang tidak saya kenal sama sekali di awal tadi. Sebuah pencapaian yang memukau bukan? Gorgeous. 

Movie Review: The Face Reader (Gwansang) (2013)


Kesuksesan kerap kali dikaitkan sebagai hasil yang diperoleh dari kemampuan satu individu untuk mempergunakan kemampuan yang ia miliki dengan baik. Ya, dengan baik, karena ternyata kesuksesan bukan merupakan opsi tunggal yang tersedia dimana kemampuan tersebut dapat pula membawa kita masuk kedalam sebuah jeratan bahaya. Hal tersebut yang dibawa oleh The Face Reader (Gwansang), kisah history yang menarik, namun forgettable.    

Movie Review: The Act of Killing (Jagal) (2012)


Salah satu dari sekian banyak kalimat yang terkenal sekarang ini adalah “hukum dapat dibeli.” Sebenarnya miris, karena tidak peduli betapa lemahnya hukum tersebut setidaknya masih ada garis pembatas antara keadilan dan ketidakadilan. Nah, bagaimana jika tindakan kriminal dilindungi hukum, walaupun itu digunakan dengan dalil untuk menyelamatkan bangsa. The Act of Killing (Jagal) akan bercerita tentang sistem keadilan tersebut dengan cara dokumenter, menaruh moral sebagai atensi utama, salah satu film paling provokatif tahun ini.

Movie Review: 12 Years a Slave (2013)


"I don't want to survive. I want to live."

Rasisme sebenarnya bukan sebuah masalah, melainkan suatu budaya yang sudah lahir sejak ratusan tahun yang lalu, sebuah penyakit yang tidak bisa hilang dalam sekejap. Butuh proses, butuh alarm yang berfungsi untuk terus mengingatkan kita pada betapa kejinya tindakan tidak manusiawi tersebut. 12 Years a Slave sukses besar dalam menjadi alarm paling baru, seperti menyaksikan Django Unchained dalam warna yang lebih gelap, dengan cara sederhana menghadirkan pengamatan yang intens dan mengerikan dari isu kemanusiaan. Oscar?  

Movie Review: The Butler (2013)


"Darkness cannot drive out darkness, only light can do that.”

Sebenarnya apa ciri khas mayoritas yang dimiliki oleh banyak sosok yang punya kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi? Sederhana, mereka mampu menjadikan anda percaya bahwa semua dapat anda lakukan (kecuali memakan kepala anda sendiri) jika anda gigih dan percaya, tanpa mempermasalahkan “power” yang anda miliki. The Butler, sebuah drama elegan, namun kurang cermat bermain dengan fokus.

Movie Review: No (2012)

 

Believe has an ultimate power. Kalimat singkat tadi adalah rangkuman dari banyak quote panjang yang mungkin pernah anda dengar yang berintikan anda bisa melakukan apapun jika anda percaya, tidak ada yang mustahil jika anda percaya anda bisa, dan bla bla bla. No sukses meninggalkan penontonnya dengan sebuah semangat baru ketika ia perlahan menghilang dari hadapan mereka.

Movie Review: Masquerade (2012)


Menyapu bersih sembilan penghargaan dimana ia dinominasikan, menembus posisi tiga dalam daftar film berpendapatan box-office domestik terbesar sepanjang sejarah perfilman Korea (meskipun posisinya saat ini sedang terancam), Masquerade (Gwanghae, Wangyidoen namja) sudah pasti memiliki elemen yang special, mengingat tahun lalu mereka hanya kalah dari The Thieves, film dengan genre yang punya cakupan penonton yang jauh lebih luas ketimbang Masquerade. Bagi saya, film ini lebih baik ketimbang The Thieves.

Movie Review: Zero Dark Thirty (2012)


Osama bin Laden, mungkin akan selalu lekat sebagai salah satu tokoh dari sekian banyak tokoh terkenal di era millennium. Pemimpin jaringan Al-Qaeda ini merupakan buronan nomor satu pemerintah Amerika Serikat, akibat tragedi 9/11 yang menghancurkan World Trade Center di kota New York di tahun 2001 silam. Zero Dark Thirty akan menyajikan proses penangkapan Bin Laden dua tahun lalu, the greatest manhunt in history.

Movie Review: Lincoln (2012)


Seseorang pernah berkata kepada saya yang intinya mungkin seperti ini, “Untuk menjadi seorang pemimpin, tidak cukup hanya bermodalkan kecerdasan yang anda miliki. Anda harus punya mental seorang pemimpin, kharisma dari seorang pemimpin.” Dia sangat sangat benar, karena seorang pemimpin harus siap menanggung beban dan tanggung jawab yang jauh lebih berat dari bawahannya, dan menjadi penentu utama kesuksesan yang mereka raih.