Mereka yang menyebut
dirinya sebagai penikmat film pasti pernah mengalami hal ini, kondisi dimana
anda teringat dengan sebuah judul film tapi hanya sebatas ingat inti paling
besar dan utama yang ia sampaikan. Jika anda bertanya pada saya Rio 2 bercerita tentang apa maka jawaban
saya adalah burung yang tersesat di hutan, Mr.
Peabody & Sherman kembali ke masa lalu, dan Planes: Fire & Rescue hanya sebatas kebakaran hutan. Ya,
menciptakan sebuah film dengan detail memorable yang bukan hanya sekali lewat
saja merupakan sebuah tantangan yang dihadapi filmmaker, dan film ini berhasil
melakukan hal tersebut dengan baik. Wolf
Children (Ōkami Kodomo no Ame to Yuki), a calm, tender, and sharp animation.
Showing posts with label 2012. Show all posts
Showing posts with label 2012. Show all posts
Movie Review: The Kirishima Thing (2012)
Ekspektasi awal ketika film ini baru saja dimulai
adalah akan mendapatkan sebuah penggambaran dari seseorang yang bernama
Kirishima, namun tidak begitu jauh dari titik start kemudian muncul pertanyaan
lain, kapan Kirishima itu akan muncul? Lebih dari sepuluh menit kemudian
pertanyaan kembali berubah, dimana sebenarnya sosok Kirishima itu berada? Namun
setelah kekacauan satu persatu terbangun pertanyaan mengalami perubahan yang
sangat drastis, who the hell is Kirishima? The
Kirishima Thing (Kirishima, Bukatsu Yamerutteyo), a captivating high-school and
social tragedy with stylish mindplay.
Movie Review: All About My Wife (2012)
"Please, seduce my wife."
Cinta memang dapat membuat orang-orang menjadi gila,
sehingga mereka menjadi buta, dan kemudian lupa bahwa sesungguhnya cinta bukan
hanya sekedar kebahagiaan penuh petualangan yang menyenangkan. Cinta tidak
hanya kuat, ia juga rapuh, ia tidak selamanya putih tapi juga terkadang dapat
membawa hal suram kedalam kehidupan, ia tidak hanya berisikan hal-hal
menyenangkan semata tapi juga dapat menciptakan rasa bosan yang berkepanjangan.
Hal tersebut digambarkan film ini lewat penceritaan yang ringan dan
menyenangkan, All About My Wife (Nae
Anaeui Modeun Geot), a wild and energetic comedy from South Korea.
Movie Review: The Seasoning House (2012)
"Get out while you can."
Seorang teman pernah berujar demikian kepada saya,
“coba lihat wajah wanita itu, tampak innocent,” dan respon saya adalah “dia
wanita buas.” Mungkin sebuah jawaban yang terasa aneh, namun bukankah kita
sudah sering sekali mendengar kalimat ini, “don't judge the book by its cover,”
karena hakikatnya semua manusia sama dan kemana mereka berlari tergantung arah
mana yang mereka pilih. The Seasoning
House, a good enough revenge thriller.
Movie Review: Stories We Tell (2012)
“Who cares about our stupid family?
Tidak seperti Diablo
Cody yang masih memiliki riwayat yang menodai kinerjanya di Juno dan Young Adult, Sarah Polley
sejauh ini selalu berhasil tampil impresif di bidang yang sama, screenwriter.
Pertama mengenalnya lewat Take This Waltz,
kemudian berpindah ke Away from Her,
sekali lagi Sarah menunjukkan salah satu kemampuan terbaiknya, bercerita. Stories We Tell, dokumenter, berhasil
menghadirkan petualangan tentang makna sebuah keluarga dengan cara yang menyenangkan.
Movie Review: Un plan parfait (2012)
Apakah semua
film harus menampilkan cerita yang cerdas? No, big no, bahkan kemasan yang
bodoh, dangkal, dan klasik sesungguhnya juga layak mendapatkan atensi yang sama
besarnya, walaupun mereka riskan. Ya, riskan, karena anda sudah tahu materi dan
formulanya, dan mulai bersiap dengan memberikan perlakuan yang berbeda, menaruh
harapan utama pada bagaimana kemampuan mereka agar dapat tampil menghibur. A perfect plan (Un plan parfait) adalah
contoh yang kurang mampu menghibur, bahkan untuk ekspektasi yang sudah ditekan
seminimal mungkin.
Movie Review: The Iceman (2012)
“I don't believe in bad luck.”
Apakah anda
pernah mengalami situasi seperti berikut, melakukan rutinitas berisikan
aktivitas yang secara berkala terus membuat anda merasa tenang dan nyaman,
namun suatu ketika harus menjauh dari hal tersebut, mulai kehilangan irama dan
merasakan hadirnya tekanan. Anda akan menemukan situasi tadi pada The Iceman, dimana seorang pria
berkeluarga yang berperawakan tangguh namun punya karakter yang dingin mulai
mengalami gejolak ketika ia harus menghadapi gejolak pada keahliannya, membunuh.
Movie Review: Ernest & Célestine (2012)
Apa konsep dari
sebuah film animasi bagi anda sekarang ini? Mayoritas pasti akan menyertakan
hal ini, visual yang hangat dan memanjakan mata, lelucon yang menghibur,
kemudian kombinasikan mereka dengan cerita yang ringan. Film ini justru
merupakan kebalikan dari tiga faktor tadi, visual kontemporer yang sangat
ringan, lelucon yang cukup menghibur, namun ia berhasil pada elemen yang kurang
mampu di eksekusi dengan baik oleh semua film animasi pada tahun 2013 sejauh
ini, cerita yang hangat. Ernest &
Celestine (Ernest et Célestine), a
heartwarming traditional animation, simple, loveable.
Movie Review: Wadjda (2012)
Apakah anda tahu
bahwa Arab Saudi tidak memiliki tempat bersenang-senang yang biasa kita sebut
bioskop? Saya juga baru tahu beberapa tahun yang lalu dari seorang sahabat, dan
kala itu reaksi saya hanya sebuah kalimat, “Oh, oke,” karena pikiran saya
langsung terarah pada sistem yang mereka terapkan. Itu mengapa ketika muncul
berita bahwa Arab Saudi untuk pertama
kalinya memutuskan ikut serta dalam pertarungan Best Foreign Language Oscar, Wadjda seketika menarik atensi dengan
satu pertanyaan, apa yang ia miliki sehingga dapat meluluhkan salah satu negara
konservatif yang sangat religius dengan aturan ketat tersebut.
Movie Review: The Broken Circle Breakdown (2012)
"I would swim the seas for to ease your pain."
Hal ini jelas tidak bersifat umum dan tidak mencerminkan sebuah fakta yang belum tentu terjadi pada semua orang, namun ketika anak-anaknya telah dewasa, orang tua punya tugas yang begitu besar sebagai pemersatu, dan dapat menggoyahkan kapal bernama keluarga itu jika salah satu dari mereka menghadapi masalah. Tapi tidak sedikit pula hal tersebut berlaku sebaliknya, dimana anak sering kali mengalahkan janji suci “till death do us apart” itu untuk menjadi alasan orang tua untuk tetap bersama. Ini akan membuat anda tertawa bahagia, menari penuh suka cita, hingga menyajikan sebuah kesedihan yang ekstrim. The Broken Circle Breakdown, solid, lucu, sangat menyedihkan, sebuah kemasan emas yang mengejutkan, heartbreaker.
Movie Review: Oh Boy (2012)
Oh Boy adalah sebuah sensasi bulan april
yang lalu pada perhelatan German Film
Award yang diberi label sebagai Oscar bagi perfilman Jerman. Berhasil
memenangkan enam perhargaan dari sembilan nominasi yang ia peroleh, menundukkan
kompetitor mega budget bernama Cloud
Atlas hingga Lore dalam kategori
best film, yang menarik ini justru adalah film debut dari sutradara bernama Jan-Ole Gerster. Terinspirasi dari lirik
A Day in the Life milik John Lennon, Oh Boy adalah petualangan tragicomedy
selama satu hari yang absurd, ringan, dan menyenangkan, ketika tragis dan melankolis berpadu dengan manis.
Movie Review: Keep the Lights On (2012)
Salah satu pertanyaan
yang punya tingkat kesulitan cukup tinggi adalah “apakah anda setuju dengan
hubungan sesama jenis?” Jika anda setuju, berarti anda menentang kodrat alam
yang “katanya” telah tercipta sejak ribuan tahun yang lalu, namun jika jawabnya
adalah tidak, maka dilain sisi anda tidak menaruh respect pada kreasi Tuhan
lainnya, cinta. Film ini mencoba mengajak penontonnya untuk mencoba mengerti
bahwa cinta adalah hubungan dua arah, dari dua insan, to know when to give up, and when to keep the lights on.
Movie Review: Disconnect (2012)
"He can turn on your camera, he can watch you."
Dibalik kekuatan besar yang ia miliki, ada dua hal yang dapat
anda peroleh dari kebebasan yang diberikan oleh internet, entertainment dan punishment.
Facebook dan twitter sebagai media berkomunikasi, arena “show-off” makanan
bernama instagram, sentuh layar dan
anda sudah dapat membaca berita tanpa perlu membeli koran, bahkan membeli
pakaian dan tiket pesawat tanpa perlu terjebak kemacetan. Tentu sebuah opsi
untuk mempermudah hidup, membangun sebuah koneksi yang sangat luas, namun juga
punya potensi untuk "memutuskan" koneksi yang sesungguhnya jauh lebih
penting, hubungan sosial di dunia nyata. Disconnect: simple, intens, fokus,
disconnect.
Movie Review: Mud (2012)
What
is love? Sebuah pertanyaan sederhana namun punya tingkat
kesulitan yang cukup tinggi, sulit untuk dijabarkan, dan tidak mudah untuk dimengerti.
Apakah cinta harus saling memiliki, meskipun harus terus diwarnai permasalahan?
Apakah cinta sebenarnya tidak harus memiliki, cukup dengan melihat sosok yang
anda cintai merasakan bahagia? Mud, two
young boys, a bounty hunters, seeking for the meaning of love.
Movie Review: What Maisie Knew (2012)
Having a child is not as easy as you think about, itu mengapa
tidak sedikit pasangan suami istri yang memilih tidak ingin terburu-buru untuk
memiliki anak. Mereka akan membawa sebuah perubahan, menjadi anugerah terindah
yang memberi warna dan semangat baru, namun di lain sisi juga menjadi sebuah
tanggung jawab yang sangat besar. What
Maisie Knew, diadaptasi dari novel abad 19, sebuah perpaduan brilliant
antara pertanyaan “Apa itu orangtua yang baik?”, bersama sindiran “Don't be a parents if you still have a lot
of asshole attitude!”
Movie Review: A Hijacking (Kapringen) (2012)
Menghadirkan sebuah kisah di satu jalur lurus tidak serta merta
menjadikan sebuah film tampak bodoh dan tidak kreatif. Ada satu keunggulan yang
dapat tercipta dari keputusan tersebut jika berhasil dibangun dengan baik,
sebuah penceritaan yang fokus. A
Hijacking (Kapringen) mampu tampil memikat dengan menggunakan formula
tersebut, sederhana, fokus, mencekam, dan mengasyikkan.
Movie Review: Spring Breakers (2012)
You only live once,
sebuah akronim yang mungkin seiring berjalannya waktu akan hadir kedalam
pikiran setiap kaum muda yang sedang
dalam proses menuju dewasa. Melakukan aktivitas yang membosankan setiap
harinya yang justru menjadi beban tentu bukan sesuatu yang mereka inginkan
hadir menemani dalam tahapan itu. Spring
Breakers mencoba menggambarkan hal tersebut lewat sentuhan art-house, empat gadis dengan jiwa yang
free, mereka bebas, merdeka, mereka kosong.
Movie Review: As One (Ko-ri-a) (2012)
Saya adalah salah satu bagian dari kelompok minoritas
penduduk bumi yang masih percaya bahwa Korea
Selatan, serta tetangga kandungnya Korea
Utara, dapat bersatu kembali dan mungkin akan menjadi sebuah keputusan
penting bagi kedua negara karena semakin memperbesar potensi mereka untuk
menjadi sosok yang lebih kuat di perserikatan bangsa-bangsa. As One (Ko-ri-a) mencoba menjadi gambaran
dari potensi tersebut, berdasarkan kisah nyata, menggabungkan tenis meja
bersama politik dan persahabatan.
Movie Review: It's a Disaster (2012)
Salah satu tantangan dalam relationship adalah ketika anda
harus menciptakan hubungan lain dengan orang di sekitar pasangan anda, tidak
hanya dengan orang tua serta keluarga namun juga meliputi sahabat karib
pasangan anda. Ini yang dapat dikatakan sebuah bencana, ketika masuk kedalam
lingkungan baru yang berisikan individu-individu baru yang ternyata tidak
memiliki kecocokan dengan anda, yang bahkan masih sulit untuk mengatasi konflik
pribadinya. Four couples, interrupted by
relationship issues, betrayals, personality meltdowns, and the apocalypse.
Movie Review: The Place Beyond the Pines (2012)
“If you ride like lightening, you’re gonna crash like thunder.”
Hal ini memang tidak ada kaitannya dengan film yang saya
review sebelumnya, namun dengan nama yang sedikit lebih panjang The Place Beyond the Pines ternyata
punya tujuan yang secara garis besar sama saja dengan apa yang disampaikan oleh
Side Effects, sebuah efek samping
yang dihasilkan dari sesuatu yang tidak baik. Punya pesan menarik yang
sederhana, diulas dalam tiga buah cerita dengan rentang waktu satu setengah
dekade, lebih luas, lebih tenang, dan tentu saja lebih panjang.