Showing posts with label Biography. Show all posts
Showing posts with label Biography. Show all posts

Movie Review: The Good Nurse (2022)

“They didn't stop me.”

Film ini dibuka dengan static shot dari sebuah pintu ruang rawat inap hospital yang mengarah ke dalam ruangan tersebut, sisi kiri dan kanannya layar didominasi dinding sedangkan di bagian tengah terdapat jendela yang memperlihatkan pohon tanpa daun di sisi luar. Mungkin sedang musim gugur atau memang pohon tersebut telah mati, seperti salah satu pasien yang menghuni ruangan itu. Hanya kakinya yang terlihat ketika ia terbaring di salah satu bed ketika EKG mengirimkan sinyal dan seorang perawat datang untuk memberi pertolongan. Sayangnya tidak lama code blue muncul disusul datangnya berapa tenaga kesehatan lain. Perawat pertama tadi kemudian mundur ke belakang dan framing kamera mulai mengerucut, mencoba menangkap wajah si perawat, yang anehnya, seolah mencoba menahan senyum agar tidak muncul. The Good Nurse’: a quietly chilling crime drama.


Movie Review: Thirteen Lives (2022)

“Fear is created in our minds.”

Sebuah tim sepakbola beranggotakan 12 orang anak laki-laki berusia 11 hingga 16 tahun bersama dengan asisten pelatih mereka yang berusia 25 tahun memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah gua bernama Tham Luang Nang Non usai sesi latihan mereka. Niatnya untuk bersenang-senang namun celakanya hujan dengan intensitas tinggi membanjiri gua dan menghalangi jalan keluar. Dilaporkan hilang beberapa jam kemudian operasi pencarian dimulai, upaya penyelamatan yang di tahun 2018 lalu itu menjadi sorotan banyak pasang mata selama kurang lebih 18 hari, baik itu dari berita hingga tentu bantuan teknis. Third projects about the rescue operation and after that moving documentary "The Rescue", film ini mencoba menyuntikkan drama tambahan ke dalam peristiwa heroic itu. ‘Thirteen Lives’: a war with water."


Movie Review: Elvis (2022)

“That skinny boy in the pink suit, transform into a superhero.”

Dijuluki sebagai the "King of Rock and Roll", Elvis Aaron Presley, atau Elvis, dianggap sebagai salah satu tokoh budaya yang paling signifikan abad ke-20, dan ada banyak alasan (still) the best-selling solo music artist itu masih sangat dipuja hingga kini. Tidak hanya karena musiknya yang energik saja namun pelopor rockabilly itu juga dianggap berperan sebagai ice breaker yang memulai social and cultural revolution, mendorong rock and roll tidak hanya sebatas sebuah musical genre bagi kalangan tertentu saja tapi juga memiliki pengaruh besar pada lingkup yang lebih luas, salah satunya memadukan the styles of white country, black rhythm, and blues. Mencoba mengikuti kesuksesan ‘Bohemian Rhapsody’ and well, ‘Rocketman’, kini Sutradara film ‘Romeo + Juliet’ mencoba menunjukkan bahwa Elvis’s life is a story worth telling. ‘Elvis’: high-gloss and horny biopic.


Movie Review: Nitram (2021)

"Just because I don't cry doesn't mean I'm not hurting."

Tentu ada alasan mengapa tunagrahita atau individu yang memiliki keterbelakangan mental dikategorikan sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), karena fungsi kondisi intelektualnya yang terganggu menjadi hambatan untuk memproses hal-hal normal, bukan hanya dari segi fisik saja tapi juga secara emosional, mental, sosial, serta potensi kecerdasan. ABK yang tidak menerima “pelayanan” terfokus sejak kecil cenderung akan mengalami kesulitan dalam adaptasi perilaku yang muncul di masa perkembangannya. Diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yakni ringan, sedang, dan berat, kemampuan intelektual umum dan adaptasi sosial yang di berada bawah rata-rata bisa menjadi boomerang yang berbahaya jika tidak diberikan pengawasan khusus. ‘Nitram’: being independent doesn't mean being alone.


Movie Review: Being the Ricardos (2021)

“I need you to help me save my marriage.”

Ketika kamera telah diinstruksikan rolling dan kata “action” terucap dari Sutradara, maka seorang aktor atau pemeran harus telah menjadi karakter yang ia mainkan dan mengesampingkan hal lain yang tidak berkaitan dengan lakon yang berlangsung itu. Hal tersebut mungkin terkesan simple namun sebenarnya tidak mudah apa lagi jika “hal lain” tadi berkaitan dengan masalah personal yang di dalamnya emosi serta amarah telah berkuasa. Sama seperti judulnya karakter utama film ini mencoba untuk tetap menjadi karakter yang ia perankan di sebuah television sitcom populer tidak peduli pada fakta bahwa dirinya mengalami guncangan akibat berbagai macam masalah yang seolah sengaja datang bersamaan. Being the Ricardos’: hit cruising altitude at peace.


Movie Review: House of Gucci (2021)

"I don't consider myself to be a particularly ethical person, but I am fair."

Gucci salah satu fashion house yang mendefinisikan the high-flying luxury, sejak didirikan pada tahun 1921 oleh Italian businessman and fashion designer yang kala itu masih sebatas berjualan koper kulit impor di kota Florence, Italia, di balik kesuksesan menjadi simbol wealth, style, and power saat ini, dulu Gucci pernah mengalami masalah bahkan di tahun 1991 hingga tahun 1993 keuangan mereka dalam kondisi buruk, dan jika ditarik lebih jauh kebelakang mereka pernah punya masalah internal dalam bentuk perselisihan antar anggota keluarga dari tahun 1981 hingga 1987. Dua permasalahan tersebut menjadi akar konflik film ini: persaingan, perang keluarga, dan tragedi. House of Gucci’ : an 158 minutes of chaos and when it shines, it shines.


Movie Review: Spencer (2021)

Beauty is useless. Beauty is clothing.

Di bagian awal film yang dibuka dengan tulisan “a fable from a true tragedy” ini ada satu scene seekor burung yang telah mati dan menjadi bangkai tergeletak di jalan satu arah, disorot dari sudut close-up dengan mengambil fokus pada bangkai tadi kemudian dari arah kejauhan perlahan lima buah mobil milik pasukan Britania Raya bergerak mendekat ke bangkai tersebut. Dari arah bawah kamu melihat mobil-mobil tersebut satu per satu melintas, tiga mobil tidak melindas bangkai tadi namun tidak ada yang tahu bagaimana nasib bangkai burung tadi setelah dua mobil tersisa telah melintas. Bangkai burung tersebut seolah menggambarkan situasi karakter utama film ini, Lady Diana, istri pertama Pangeran Charles, pewaris takhta kerajaan Britania Raya. ‘Spencer’: she set fire to the rain.


Movie Review: Tick, Tick... Boom! (2021)

How do you know, when it's time to let go?

Anak labil sering diasosiasikan dengan mereka yang sedang beranjak dari remaja menuju fase awal hidup sebagai orang dewasa, usia belasan hingga akhir di mana mereka gemar bertindak sesuka hati serta hiraukan semua masalah di muka bumi ini. Tapi setelah lepas dari fase itu anak-anak labil tadi tidak serta-merta langsung menjadi orang dewasa yang stabil, karena mereka akan masuk ke dalam fase baru dan bertemu krisis seperempat abad (quarter-life crisis), sebuah krisis yang dipicu oleh tekanan baik dari diri sendiri ataupun juga lingkungan, merasa belum memiliki tujuan hidup yang jelas, ragu terhadap kemampuan diri, bingung dalam menentukan arah hidup. Dan dialami oleh orang-orang berusia 20 hingga 30 tahun. Apakah kamu tersenyum membaca kalimat terakhir tadi? If that's true, this story is for you then. ‘Tick, Tick... Boom!’: a love letter for creative and life processes.


Movie Review: The Electrical Life of Louis Wain (2021)

“Cats that do not look and live like Louis Wain cats are ashamed of themselves.”

Kamu mungkin pernah melihat scenes di film atau serial, dan mungkin juga pernah melakukannya di kehidupan nyata, momen di mana beberapa pengunjung berdiri dalam waktu cukup lama di depan lukisan di pameran lukisan. Memang akan tampak aneh jika dilihat dari sudut pandang paling simple, itu hanya lukisan kenapa harus diamati selama itu? Sesuatu yang sebenarnya tidak tepat karena dalam karya yang mereka ciptakan setiap Artist tentu saja menyuntikkan isu, ide, dan juga pesan untuk berbicara tentang sesuatu, hal yang jika dapat klik dengan pengunjung maka akan menghasilkan “sengatan listrik” yang menarik. Karakter utama film ini, Louis Wain, percaya electricity was something so extraordinary and strange that the human mind was barely able even to comprehend it.The Electrical Life of Louis Wain’ : the Wes Anderson film made by someone else.


Movie Review: No Man of God (2021)

“Normal people kill people.”

Pernah tidak muncul di dalam pikiranmu bagaimana cara yang digunakan oleh para detektif atau polisi misal untuk mencoba menggali informasi dari pelaku kejahatan yang “pintar” dalam bertutur kata? Jika pelaku merupakan orang yang mudah panik tentu proses investigasi akan lebih mudah, mereka tertekan dan akhirnya menyerah, tapi bagaimana dengan mereka di kategori “pintar” tadi? Di film ini seorang FBI agent mencoba untuk mendapatkan informasi terkait sebuah serial killer dengan menjalin hubungan “istimewa” dengan pelaku utamanya, Ted Bundy, pria yang dijuluki the very definition of heartless evil, a sadistic sociopath, ia bahkan menyebut dirinya sebagai the most cold-hearted son of a bitch you'll ever meet. ‘No Man of God’ : an interview with the vampire.


Movie Review: Judas and the Black Messiah (2021)

“No more pigs in our community!”

Jika kamu ketik “Black Panther” di google maka di halaman pertama pencarian akan didominasi dengan film superhero rilisan Marvel di tahun 2018, namun sebenarnya nama tersebut juga digunakan oleh sebuah organisasi politik di Amerika Serikat, BPP atau Black Panther Party. Image BPP lekat dengan perjuangan pergerakan hak warga kulit hitam di tahun 1960-an namun ada pula pihak yang menilai bahwa partai itu hanyalah sebuah organisasi kriminal sehingga muncul upaya untuk melemahkan BPP yang tentu saja dengan cara yang tidak lembut apalagi bersih. ‘Judas and the Black Messiah’ : unflinchingly honest human tragedy, awaken the ambiguities of justice. Where is the love?


Movie Review: Mank (2020)

“This is a business where the buyer gets nothing for his money but a memory.”

Sebuah film hitam putih yang berkisah tentang proses pembuatan film Hollywood dengan setting tahun 1940-an? Well, adalah sesuatu yang wajar jika banyak dari penonton yang merasa “kurang tertarik” dengan film ini, sekalipun berkisah tentang proses dibalik terbentuknya script film Citizen Kane (1941), salah satu film yang sering mengisi baris atas “best film of all time” di berbagai survey dan list. Tapi ada nama David Fincher sebagai Sutradara, mastermind di balik ‘The Social Network’ dan ‘Gone Girl’ yang, fun fact, tidak pernah menulis screenplay film yang ia sutradarai. ‘Mank’ : a good story of a very good story.


Movie Review: Billie Eilish: The World's a Little Blurry (2021)

“There are things that you can feel and not describe.”

Menjadi trend di platform video TikTok membuat beberapa lagu berhasil meraih atensi besar dan mendapat nominasi di ajang penghargaan musik paling bergengsi 63rd Annual Grammy Awards kategori “Record of the Year” yang berisikan nama seperti Beyonce, Dua Lipa, dan Post Malone. Ada nama Billie Eilish pula di nominasi itu yang kemudian keluar sebagai pemenang untuk tahun kedua berturut-turut. Billie Eilish memang sensasi saat ini, mengingatkan pada naiknya pamor Justin Bieber saat usianya masih sangat muda kala itu. Ternyata ada “minus” dari kesuksesan Billie, aura kuatnya di panggung ternyata tidak selalu menyala saat menjalani kehidupan pribadinya. ‘Billie Eilish: The World's a Little Blurry’ : she's the "bad" guy. Duh.


Movie Review: The Mauritanian (2021)

“You can't win a case if you don't believe your own shit.”

Tragedi 11 September 2001 meninggalkan tugas berat bagi pemerintah USA kala itu di mana salah satunya tidak hanya tentang bagaimana secepat mungkin menemukan pelaku dari aksi terorisme tersebut namun juga upaya memulihkan situasi negara yang mungkin diselimuti dengan rasa panik dan rasa takut. Salah satu cara yang kala itu diambil oleh George W. Bush sebagai Presiden USA adalah dengan mendirikan The Guantanamo Bay detention camp, berlokasi di negara Kuba dan menjadi tempat “menampung” orang-orang yang dicurigai terlibat terorisme. Celakanya sistem yang berlaku di sana adalah rough justice, penahanan tanpa batas waktu karena memang tidak ada pengadilan. A major breach of human rights. ‘The Mauritanian’ : terms and conditions apply.


Movie Review: A Beautiful Day in the Neighborhood (2019)


“There is no normal life that is free from pain.”

Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang setiap manusia pasti akan berada pada kondisi di mana mereka tidak dapat mengatur atau mengendalikan emosi maupun tekanan yang berasal dari berbagai hal yang mereka temui di dalam kehidupan. Terkadang kita dapat emosi lalu kemudian merasa kesal pada satu hal sederhana, terkadang kita juga merasa angkuh atau egois untuk mengalah atau sekedar meminta maaf karena merasa terlalu gengsi misal. ‘A Beautiful Day in the Neighborhood’ : an uplifting therapy.

Movie Review: Teman Tapi Menikah 2 (2020)


“Ingat, tangan kalau pegal itu dipijat, bukan dipotong!”

Memang tidak sempurna namun ketika ia hadir dua tahun lalu ‘Teman Tapi Menikah’ berhasil meninggalkan kesan yang cukup mendalam terkait kisah cinta yang berawal dari pertemanan dan berakhir di pelaminan. Film keduanya kali ini mencoba membawa kisah cinta itu maju satu langkah, mencoba menelisik apa yang akan dihadapi oleh setiap pasangan ketika mereka telah memilih untuk menjadi teman hidup selamanya. ‘Teman Tapi Menikah 2’ : sebuah lanjutan yang tepat sasaran.

Movie Review: Ford v Ferrari (2019)


“We’re going to make history”

Hadir tahun 2013 yang lalu, ‘Rush’ merupakan racing movies rilisan paling baru yang sukses membuat saya larut tenggelam di dalam cerita tentang balapan mobil, sebuah dramatisasi yang cerdas dan menawan, bergerak cepat dan juga intens. Finally I get a better movie, menggunakan dua nama besar di dunia otomotif mobil menyajikan aksi dan upaya untuk saling mengalahkan di lintasan balap mobil. Ford v Ferrari : a racing movie that will bring the engines to your chest.

Movie Review: The Irishman (2019)


“Three people can keep a secret only when two of them are dead.

Aksi menggali kuburan sendiri di dalam sebuah gangster movie? Ya, itu yang coba dihadirkan oleh film ini, karya terbaru dari Master dari jenis film tersebut. Martin Scorsese, hal yang terlintas di pikiran ketika mendengar atau membaca nama tersebut adalah epic drama dan gangster movie, dari Taxi Driver, Goodfellas, Gangs of New York, hingga The Departed adalah contoh epic drama dan gangster movie menawan dari Martin Scorsese. Kini ia kembali, masuk ke tanah yang sama dengan menggunakan formula klasik miliknya. ‘The Irishman’ : perfect bride for Goodfellas.

Movie Review: First Man (2018)


“Nothing, honey. Your dad's going to the Moon.”

‘Whiplash’, kemudian disusul dengan ‘La La Land,’ harus diakui memang bagaimana Damien Chazelle kemudian memilih bermain dengan sebuah biographical drama justru di sisi lain membuat film ini terasa exciting. Bagaimana approach dari sosok yang telah lekat dengan image musik itu terhadap salah satu kisah heroic yang pernah tercipta di muka bumi ini, proses mendaratnya manusia untuk pertama kali di Bulan. Bermain dengan kisah seorang pilot di sini Damien Chazelle kembali membuktikan, he is a really great pilot. First Man: an emotionally satisfying experience.

Movie Review: Bohemian Rhapsody (2018)


"Good thoughts, good words, good deeds."

Membuat sebuah film tentang band legendaris sebesar Queen tentu memberikan banyak keuntungan bagi filmmaker. Contohnya?  Lagu-lagu mereka yang sangat populer dan legendaris itu, dari “Love of My Life”, “I Want to Break Free”, “We Are the Champions”, “We Will Rock You”, hingga tentu saja ”Bohemian Rhapsody”. Tapi di sisi lain juga eksis “bahaya” yang harus menjadi perhatian, dengan catatan utama kembali kepada sosok Queen itu sendiri. Mereka band legendaris yang punya kisah rumit lain di dalam diri sang vokalis, Freddie Mercury. Bohemian Rhapsody: it will rock you.