Showing posts with label Fantasy. Show all posts
Showing posts with label Fantasy. Show all posts

Movie Review: Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore (2022)

“There’s nothing you can do to stop me.”

Harry Potter dan teman-temannya memang telah mengakhiri petualangan mereka sekitar satu dekade yang lalu di media film, tapi jelas petualangan itu membekas di hati para penonton dan tentu saja penggemarnya. Tidak heran banyak pihak yang menginginkan lebih, berharap agar dibuatkan kelanjutan. Potensi besar tersebut tentu saja tertangkap radar milik Warner Bros., tidak heran selang dua tahun dari rilis film ‘Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 2’ proyek the Fantastic Beasts film series pun digaungkan, jadi bagian ‘The Wizarding World’ dan mencoba memperluas dunia sihir yang telah dimulai oleh Harry Potter dan juga teman-temannya. Film pertama, appealing start. Film kedua, low-stakes entertainment. Film ketiga? ‘Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore’: sometimes imaginative, often struggles to juggle.


Movie Review: Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)

“I love you in every universe.”

Salah satu kelebihan yang kini dinikmati Marvel Cinematic Universe ialah flexibility, bagaimana sejak awal telah membentuk pondasi yang kuat bagi kelompok superhero mereka yang kemudian dapat diutak-atik sesuai dengan kebutuhan konsep yang coba disajikan. Aksi mix and match itu telah berjalan dengan baik sejak awal, hingga the blip terjadi, momen ketika Thanos snapping his fingers dan mengubah “tatanan” yang telah tersusun. Penyesuaian dilakukan sejak major event itu, diawali dengan ‘WandaVision’ yang terjadi tiga minggu pasca ‘Endgame’ kini Marvel mengembangkan dunia mereka dengan travel through the multiverse. Ya, that “Spider-Man reunion” thing adalah permulaan. ‘Doctor Strange in the Multiverse of Madness’: an example of imagination triumph over the programmed of commercial calculation. (Warning: the following post might contains mild spoilers)


TV Series Review: Hellbound - Part 1

"Why haven't we been paying any attention all these years?"

Setiap manusia yang punya banyak dosa akan dibunuh secara brutal. Konsep itu datang dari sebuah organisasi yang menilai bahwa hukum buatan manusia tidak lagi mampu membuat manusia takut dan berusaha menjauhi dosa. Oleh sebab mereka mereka yakin kini Sang Pencipta telah murka, tidak ada lagi pengampunan di mana manusia yang memiliki banyak dosa akan menerima dekrit berupa tanggal kematian mereka. Ketika momen itu tiba maka tiga sosok monster hitam berukuran besar akan datang untuk mencabut nyawa manusia tersebut, menyakitinya terlebih dahulu lalu mengambil nyawanya secara cepat. Itu dapat terjadi di manapun, baik di tempat sepi maupun di tempat ramai dalam bentuk sebuah pertunjukan. 


Movie Review: Lamb (2021)

“It's not a child. It's an animal.”

Anak jelas merupakan anugerah terindah bagi setiap orangtua yang normal, tidak heran banyak orangtua yang rela untuk melakukan apa saja untuk dapat membuat anak mereka bahagia, termasuk pula dengan menerima kekurangan sang anak yang mungkin dianggap rendah oleh orang lain namun merupakan hal indah bagi sang orangtua. Namun pertanyaannya adalah sebenarnya sejauh mana hak yang dimiliki orangtua untuk "menggunakan" sang anak untuk meraih kebahagiaan? Kisah tentang hubungan antara orang tua dan anak coba disajikan film ini dalam kombinasi antara family drama dan folk tale bertopengkan horror. ‘Lamb’: a slickly staged horror-masked marital drama.


Movie Review: Till We Meet Again (2021)

“Why do you want me to fall for another guy?”

Film You Are the Apple of My Eye satu dekade yang lalu sukses mencatatkan rekor sebagai film Taiwan pertama yang meraup lebih dari NT$20 juta sebelum tanggal rilis resminya, yang kemudian menjadi sepuluh kali lipat after its official opening di tahun 2011. Sebuah pencapaian yang terasa sangat wajar memang karena coming-of-age romance yang bermain dengan materi klasik genrenya itu berhasil menyajikan satu hal penting yang ingin penonton dapatkan, yakni emosi dengan hati, a teenage romance yang mampu menarik penonton masuk ke dalam cerita dan ikut merasakan suka dan duka yang dihadapi oleh karakter. Sutradara Giddens Ko mencoba menghadirkan kembali formula dan teknik tersebut tapi kali ini dengan bermain di dua dunia. Till We Meet Again (Yue Lao)’: when laugh and emotions hangout.


Movie Review: Ghostbusters: Afterlife (2021)

“Take a little advice. Don't go chasing ghosts.”

Fungsi film ini mengingatkan saya pada Star Wars: Episode VII - The Force Awakens yang kala itu hadir membuka kisah baru setelah ‘Prequel trilogy’ dianggap kurang mampu menyamai kualitas ‘Original trilogy’. ‘Ghostbusters II’ tentu saja sangat jauh dari kata buruk tapi jelas ada penurunan kualitas dibandingkan dengan film pertama yang tidak hanya sukses di box office saja tapi juga mendapat pujian dari penonton serta kritikus, perpaduan komedi, aksi, dan horor yang berhasil menjadi cultural phenomenon sampai saat ini. Bringing back a popular franchise jelas bukan sebuah pekerjaan mudah dan film ini memberanikan diri to travel back in time and connect directly to the originals serta “melanjutkan” kisah yang dimulai oleh tiga Professor doyan hantu itu. ‘Ghostbusters: Afterlife’: timeless classics updated and handover.


Movie Review: Eternals (2021)

"When you love something, you protect it. It is the most natural thing in the world."

Momen Thanos menjentikkan jari di ‘Avengers: Infinity War’ menciptakan masalah bagi para superhero di MCU, namun juga ruang untuk berbicara lebih tentang arti penting the human race yang kala itu membuat momen perpisahan Iron Man terasa sangat heroic. Timeline mereka memang jadi sedikit “kacau” pasca Endgame tapi itu bagian dari rencana Marvel mengembangkan universe, memakai media televisi yang dimulai dari ‘WandaVision’ tiga minggu pasca Endgame lalu disusul ‘The Falcon and the Winter Soldier’, ‘Loki’, dan ‘Hawkeye’ di tahun 2021. Sama seperti serial televisi tadi setting waktu dua film Spider-Man juga berlangsung pasca Endgame, mengalami time jump ke tahun 2023 dan 2024. Termasuk pasukan superhero terbaru ini, which Marvel considered to be a perfect transition into its next phase of films. ‘Eternals’: an explicit statement from Marvel.


Movie Review: Encanto (2021)

“We can’t hurry the future.”

Disney adalah? Mungkin tidak akan menjadi jawaban tertinggi, bisa saja mayoritas akan menjawab Disneyland, atau Mickey Mouse, atau Cinderella Castle yang akan muncul di bagian pembuka film-filmnya. Tapi salah satu dari jawaban pasti akan ada magic, seperti yang pernah saya mention pada beberapa review sebelumnya bahwa Disney already has their own magic also tried-and-tested ingredients, so tinggal bagaimana para sineas yang mereka tunjuk kemudian meramu dan mengolah materi baru agar dapat “hidup” di dalam formula milik Disney itu. Centered on a Latino family film ini kembali mendorong isu sederhana namun luar biasa, arti penting keluarga, disajikan dalam bentuk musical of course with Disney's magic. ‘Encanto’: enchanting.


Movie Review: The Green Knight (2021)

“Why is goodness not enough?”

Pelaut yang tangguh tidak terbentuk dari ombak laut yang tenang, sebuah kalimat sederhana yang sangat efektif sebagai perumpamaan kehidupan. Karena resiko yang besar dapat memberikan imbalan atau hasil yang besar pula, ketimbang tenggelam dalam rasa takut untuk gagal lebih baik memupuk rasa takut kehilangan kesempatan karena takut mengambil resiko. Cerita tentang bagaimana sulitnya pembuktian diri yang membutuhkan perjuangan tidak mudah coba ditampilkan oleh film ini dalam bentuk sebuah “dongeng” yang tidak biasa, kisah seorang ksatria yang sangat mudah untuk disebut aneh. The Green Knight’: a strange, haunting, and enchanting tales.


Movie Review: Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train (2020)

“Don't cry even if you feel regret.”

Tidak ada salahnya mengeksploitasi materi yang punya potensi besar menghasilkan kesuksesan, langkah yang diambil oleh studio animasi asal Jepang, Ufotable. Belum berakhir musim pertama tv-series adaptasi manga ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba’, tepatnya di pertengahan musim sudah muncul keinginan Produser untuk membuat semacam “jembatan” penghubung ke season dua dalam bentuk film. Shorter content and dramatic pacing jadi alasan utama, langkah berani yang ternyata membuahkan hasil sangat memuaskan bagi mereka, rilis tahun lalu di Jepang film ini seolah tidak mengenal apa itu pandemic Covid-19, terus mencetak angka mengejutkan box-office hingga berakhir sebagai the highest-grossing anime and Japanese film of all time, menggeser ‘Spirited Away’ yang telah berkuasa sejak tahun 2001. ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train’ : an imaginative extension, an engaging continuation.


Movie Review: Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021)

“It's time to show the world who I really am.”

Setelah “seleksi” di grand finale ‘Avengers: Endgame yang lalu kini masuk ke phase four cinematic universe milik mereka Marvel mencoba untuk melakukan beberapa penyegaran, dimulai dengan ‘Black Widow’ yang berhasil menuntun penonton pada rencana yang akan dilakukan Marvel terhadap masa depan karakter tersebut, bulan depan akan rilis ‘Eternals’ yang jika kamu lihat line-up cast miliknya semua adalah nama baru, dan tentunya karakter baru. Film ini juga menjadi bagian dari usaha isi ulang yang dilakukan Marvel pada jajaran superhero milik mereka, Marvel's first film with an Asian lead, Asian Director, and a predominantly Asian cast. This time for Asia. ‘Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings’ : In the Mood for Tony Leung.


TV Series Review: Lovers of the Red Sky - Part 3

“We just no meant to be together.”

Seorang pelukis cantik yang dahulu buta dipertemukan kembali dengan pria tampan yang hampir dua dekade sebelumnya pernah menjadi salah satu kenangan terindah. Kala itu si pria masih dapat melihat namun harus menerima kutukan menjadi buta ketika sesosok iblis yang sebelumnya telah dipenjara di dalam sebuah lukisan dapat lepas ketika lukisan tersebut dibakar. Pria tampan tersebut mencoba menemukan pelukis dengan kualitas keilahian yang kuat agar dapat menciptakan lukisan baru sebagai penjara bagi si iblis tersebut tadi yang kini sedang berkeliaran.

Movie Review: Snake Eyes: G.I. Joe Origins (2021)

“Abandon ego. Strike with honor. Selflessness and truthfulness will lead to harmony.”

Apakah kamu masih ingat dengan dua film pertama G.I. Joe film series? Saya yakin banyak yang sudah lupa, atau bahkan tidak tahu sama sekali dengan karakter Duke yang kala itu diperankan Channing Tatum, padahal ia lebih tertarik berperan sebagai Snake Eyes, karakter ninja misterius yang berikrar untuk tidak berbicara. Kedua film tersebut mencatatkan pencapaian box office yang tidak super buruk, film pertama sempat menjadi film Hasbro ketiga di puncak box office Amerika setelah dua film koleganya, Transformers. Yang berantakan adalah respon penonton, review negatif lebih dominan. Transformers film series juga pernah runtuh namun mampu bangkit lewat Bumblebee’, langkah serupa yang coba diikuti G.I. Joe, matikan lalu hidupkan kembali. ‘Snake Eyes: G.I. Joe Origins’ : not groundbreaking but still better than the predecessor.


Movie Review: Jungle Cruise (2021)

“All legends are born in truth.”

Disney already has their own magic also tried-and-tested ingredients. Ya, itu benar dan tidak heran jika mayoritas film yang ditelurkan oleh studio Walt Disney kerap memiliki signature yang sangat khas, termasuk saat mereka mencoba membuat atau memperluas waralaba milik mereka. Kali ini bukan dari film kartun melainkan dari sebuah wahana hiburan Jungle Cruise di Disneyland, simulasi pelayaran perahu yang membawa pengunjung seolah sedang berkeliling dunia, menjadi dasar bagi upaya Disney untuk mencoba perutungannya mengulangi kesuksesan yang pernah diraih oleh Pirates of the Caribbean. A direct hit? ‘Jungle Cruise’ : a generic but energetic tame adventure.

 

TV Series Review: Lovers of the Red Sky - Part 2

“I found my eyes.”

Seorang pelukis cantik yang dahulu buta dipertemukan kembali dengan pria tampan yang hampir dua dekade sebelumnya pernah menjadi salah satu kenangan terindah. Kala itu si pria masih dapat melihat namun harus menerima kutukan menjadi buta ketika sesosok iblis yang sebelumnya telah dipenjara di dalam sebuah lukisan dapat lepas ketika lukisan tersebut dibakar. Pria tampan tersebut mencoba menemukan pelukis dengan kualitas keilahian yang kuat agar dapat menciptakan lukisan baru sebagai penjara bagi si iblis tersebut tadi yang kini sedang berkeliaran.

TV Series Review: Lovers of the Red Sky - Part 1

“I see the world through sounds.”

Seorang pelukis cantik yang dahulu buta dipertemukan kembali dengan pria tampan yang hampir dua dekade sebelumnya pernah menjadi salah satu kenangan terindah. Kala itu si pria masih dapat melihat namun harus menerima kutukan menjadi buta ketika sesosok iblis yang sebelumnya telah dipenjara di dalam sebuah lukisan dapat lepas ketika lukisan tersebut dibakar. Pria tampan tersebut mencoba menemukan pelukis dengan kualitas keilahian yang kuat agar dapat menciptakan lukisan baru sebagai penjara bagi si iblis tersebut tadi yang kini sedang berkeliaran.

Movie Review: Cinderella (2021)

"Saying "love" and showing love are two very different things."

Serial televisi karya Marvel yang berjudul ‘What If...?’ saat ini sedang tayang di mana penonton dibawa menyaksikan eksplorasi terhadap alternatif pada beberapa momen besar di film-film Marvel Cinematic Universe, seperti contohnya bagaimana jika Raja Wakanda, Black Panther, justru menjadi salah satu pahlawan eksentrik di ‘Guardians of the Galaxy’ dan menyandang gelar Star-Lord? Lantas apa hubungannya dengan Cinderella? Well, mayoritas dari kita tentu sudah tahu atau bahkan mungkin telah hafal dengan alur ceritanya, bagaimana jika kemudian beberapa momen besar di dalam kisah Cinderella itu memiliki alternatif cerita yang berbeda? Bagaimana jika Ibu tiri Cinderella yang justru menikah dengan si Pangeran tampan itu di dalam sebuah sajian musikal? ‘Cinderella’ : a fuzzy fairy tale from the screenwriter of Pitch Perfect.


Movie Review: Earwig and the Witch (2020)

“Anybody who’d choose me would be pretty unusual.”

Studio Ghibli memutuskan untuk rehat sejenak memproduksi film animasi sejak 2014 dan tentu saja membuat banyak penggemarnya kecewa, karena sejauh ini seni animasi tradisional mereka merupakan variasi yang belum tertandingi kualitasnya di tengah computer animation yang semakin mendominasi. Di tahun 2017 kemudian muncul berita bahwa guru besar mereka, Hayao Miyazaki, kembali dari pensiun dan sedang menggarap film animasi baru, tapi berita paling mengejutkan justru muncul tahun lalu ketika Gorō Miyazaki, anak dari Hayao Miyazaki akan menyutradarai film animasi terbaru Studio Ghibli, their first ever full 3D CG animated film. You never know if you never try. ‘Earwig and the Witch’ : when a badminton player can’t master tennis on the first try.


Movie Review: Wish Dragon (2021)

“Let's make a promise to be best friends forever.”

Sebelum kesuksesan besar lewat ‘Spider-Man: Into the Spider-Verse’ sebenarnya Sony Pictures Animation telah memiliki beberapa film animasi yang oke, tapi tampaknya mereka telah lama terjebak di lingkaran franchises yang hasilnya tidak bisa disebut buruk juga. Mereka telah merilis calon terkuat film animasi terbaik di tahun ini ‘The Mitchells vs. the Machines’ yang sangat ambisius, dan masih di tahun ini pula sebuah animasi musical berjudul ‘Vivo’ akan mereka hadirkan. Hiruk-pikuk tampak seperti penuh ambisi itu tidak tampak di sektor cerita film ini, namun menariknya menjadi jangkar bagi sebuah fantasy comedy yang manis. ‘Wish Dragon’: a happiness vaccines from Chinese Aladdin.


Movie Review: Wonder Woman 1984 (2020)

“You cannot have it all. You can only have the truth. And the truth is enough. The truth is beautiful.”

Tidak peduli seberapa sukanya kamu dengan ‘Batman v Superman: Dawn of Justice’ sulit untuk memungkiri bahwa ‘Wonder Woman’ merupakan pioneer yang memberi secercah harapan yang nyata bahwa DC Extended Universe can be “fun” too. Patty Jenkins kala itu menggunakan war film sebagai platform utama untuk dengan cerdik memoles pesona utama heroine utamanya dengan penuh percaya diri, salah satu hal paling memorable dari film tersebut. Sikap positif itu kembali di film kedua ini, but sometimes you can't see what you're learning until you come out the other side. ‘Wonder Woman 1984’ : it's going down for real. (Warning: the following post contains images spoilers)