Showing posts with label Japan. Show all posts
Showing posts with label Japan. Show all posts

TV Series Review: Pachinko - Part 1


“Don't look down on her tears. She earned the right to those.”

Jatuh cinta dengan orang yang salah tidak hanya menjadi satu-satunya hal yang menyulitkan bagi seorang wanita, karena ia bersama keluarga dan penduduk asli di kota Busan juga merasakan hal itu dari perlakuan Jepang yang menduduki negara mereka, Korea, sejak tahun 1910. Berawal dari cinta yang salah itu pula ia kemudian bermigrasi ke Jepang dan menetap di sana, namun sekitar enam dekade kemudian permintaan tolong yang berasal dari sang cucu membuat kenangannya akan kampung halaman muncul kembali, tempat ia dilahirkan oleh seorang wanita yang merasa ada kutukan mengalir dalam darahnya. 


Movie Review: Drive My Car (2021)

“My life is lost, there's no turning back.”

Pada dasarnya tiap manusia memiliki “blind spots” di dalam perjalanan hidupnya, area yang tidak mampu mereka jamah dan kerap kali justru dapat terlihat ketika orang tersebut kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang selama ini tinggal di area blind spots tersebut. Missed opportunities itu lantas melahirkan penyesalan, dan telah menjadi tugasnya penyesalan hadir di bagian akhir, contohnya ketika hal atau sesuatu yang berharga tidak bisa terulang dan kembali. Di sini karakter utama dan karakter pendukung kehilangan orang yang mereka cintai, dan mencoba melakukan satu hal yang tidak mudah, yakni melepaskan. ‘Drive My Car’: an emotional core therapy.


Movie Review: Hold Me Back (2020)

"Everyone is sad. Everyone is hiding a sad story."

We are sad generation with happy pictures. Tentu saja tiap masa punya masalahnya sendiri dan akan berdampak pada perubahan di generasi selanjutnya. Di Jepang ada yang namanya Satori generation, para kaum muda yang memilih melepaskan ambisi dan harapan karena tren ekonomi makro di sana, karir stagnan tidak masalah, solo-saturday jadi sesuatu yang lumrah, dan semakin banyak yang merasa tidak tertarik untuk menikah. Karakter utama film ini adalah seorang wanita yang dapat dikatakan bagian dari generasi tadi, no longer in her twenties ia menganggap rasa sukanya pada seorang pria yang lebih muda darinya as a dirty and pure tragedy. Di sepuluh menit pertama kamu bahkan diajak hanya melihat dia berbicara dengan dirinya sendiri. Hold Me Back’ : all we need is somebody to lean on.


Movie Review: We Couldn't Become Adults (2021)

“Eighty percent of the people in this world are trash, aren't they?”

Ketika kamu kecil dulu, apakah kamu memang ingin menjadi seperti dirimu yang sekarang? Jalan hidup setiap orang tentu berbeda, ada yang been born with a silver spoon in their mouth, tapi jelas ada yang kurang beruntung, mereka yang hidupnya akan berjalan seperti bajingan serta harus merasakan sakitnya jatuh dan bangun, seperti mereka yang kerja lembur tapi no matter how good they are tetap saja tidak diapresiasi misalnya. But, that's what the world is like, I guess we just have to accept it, yang terpenting adalah you go and do what you want to do karena jawaban atas pertanyaan “what is life?” setiap orang juga berbeda-beda. Film Jepang ini bercerita tentang itu dalam bentuk slice of life drama yang unik. ‘We Couldn't Become Adults’ : an album about freedom and desires.


Movie Review: Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train (2020)

“Don't cry even if you feel regret.”

Tidak ada salahnya mengeksploitasi materi yang punya potensi besar menghasilkan kesuksesan, langkah yang diambil oleh studio animasi asal Jepang, Ufotable. Belum berakhir musim pertama tv-series adaptasi manga ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba’, tepatnya di pertengahan musim sudah muncul keinginan Produser untuk membuat semacam “jembatan” penghubung ke season dua dalam bentuk film. Shorter content and dramatic pacing jadi alasan utama, langkah berani yang ternyata membuahkan hasil sangat memuaskan bagi mereka, rilis tahun lalu di Jepang film ini seolah tidak mengenal apa itu pandemic Covid-19, terus mencetak angka mengejutkan box-office hingga berakhir sebagai the highest-grossing anime and Japanese film of all time, menggeser ‘Spirited Away’ yang telah berkuasa sejak tahun 2001. ‘Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Mugen Train’ : an imaginative extension, an engaging continuation.


Movie Review: Mother (2020)

“They're my kids. I can do whatever I want!”

Menjadi orangtua tentu tidak lantas membuatmu harus menjadi berjiwa tua, banyak bahkan sekarang kita lihat pasangan suami istri yang justru tetap mampu menjaga penampilan agar terlihat muda meski telah memiliki anak. Tapi ada tanggung jawab yang berbeda ketika kamu menyandang status sebagai orangtua, salah satunya tentu saja menaruh anak sebagai prioritas utama, sosok paling penting di antara berbagai macam hal atau urusan penting lainnya, termasuk emosi dan ego. Seperti judulnya lampu sorot film ini mengarah pada Ibu muda yang belum mampu ”bertanggung jawab" sebagai orangtua. ‘Mother’ : a story about minion and his despicable mother.


Movie Review: Wife of a Spy (2020)

“You and I just a momentary couple.”

Kesetiaan dan keraguan seperti menjadi kepingan kecil yang berperan penting di dalam keberlangsungan sebuah pernikahan. Janji setia untuk sehidup dan semati itu jelas bukan sembarang janji yang dapat diingkari, termasuk saat pasanganmu harus berhadapan dengan masalah besar dalam hal ekonomi misalnya, saat pasanganmu jatuh sakit, kamu tidak boleh hanya ada di saat suka saja namun malah melarikan diri atau pergi saat duka itu tiba. Lantas bagaimana sikapmu ketika suatu hari kamu mengetahui bahwa suami atau istrimu merupakan seorang mata-mata? Spesial agent yang terlibat di dalam sebuah rencana politik besar dan berbahaya? Apakah kamu akan tetap setia, atau pergi meninggalkannya? ‘Wife of a Spy’ : a marriage horror? (Warning: the following post might contains spoilers)


TV Series Review: Alice in Borderland - Part 3 (Felina)

“You toy with people's feelings, betray, and kill each other.”

Kota Tokyo “menghilang”, mayoritas penduduk tidak diketahui keberadaannya kini namun beberapa di antara mereka “tertinggal”, salah satunya seorang pria muda bersama dua sahabatnya. Mereka mendapati Shibuya Crossing yang lima menit sebelumnya sangat hiruk pikuk tiba-tiba kosong, begitupula di berbagai sudut kota Tokyo yang kini tampak seperti kota mati. Pria muda tersebut kemudian menyadari bahwa dirinya bagian dari orang yang “tertinggal” yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam sebuah permainan mengerikan, karena semakin banyak permainan yang diselesaikan maka semakin lama pula kesempatan mereka untuk dapat hidup. 


Movie Review: The Confidence Man JP: Princess (2020)

“There's no true or false. The truth is what you believe in.”

Ketika mencoba menjalin koneksi antara Jepang dan komedi maka sulit untuk tidak tersenyum karena komedi versi Jepang memiliki ciri khas yang sangat mudah untuk dikenali, dan mungkin dinikmati. Mereka sangat jarang mencoba tampil implisit dan justru lebih mengedepankan upaya mengocok perut penontonnya secara langsung, mayoritas lewat aksi atau tingkah konyol. Film ini berawal dari televisi, kemudian ia berpindah ke layar yang lebih lebar dan tiba di film keduanya di mana film pertama sendiri berhasil menunjukkan alasan mengapa serial televisi-nya itu berhasil tampil menghibur dengan sangat baik. ‘The Confidence Man JP: Princess’ : a heist comedy with leisure laughs.


Movie Review: Earwig and the Witch (2020)

“Anybody who’d choose me would be pretty unusual.”

Studio Ghibli memutuskan untuk rehat sejenak memproduksi film animasi sejak 2014 dan tentu saja membuat banyak penggemarnya kecewa, karena sejauh ini seni animasi tradisional mereka merupakan variasi yang belum tertandingi kualitasnya di tengah computer animation yang semakin mendominasi. Di tahun 2017 kemudian muncul berita bahwa guru besar mereka, Hayao Miyazaki, kembali dari pensiun dan sedang menggarap film animasi baru, tapi berita paling mengejutkan justru muncul tahun lalu ketika Gorō Miyazaki, anak dari Hayao Miyazaki akan menyutradarai film animasi terbaru Studio Ghibli, their first ever full 3D CG animated film. You never know if you never try. ‘Earwig and the Witch’ : when a badminton player can’t master tennis on the first try.


Movie Review: Shape of Red (2020)

“You're happy living a lie?”

Sebenarnya orang menikah itu untuk apa? Itu sebuah pertanyaan yang jujur sulit untuk dideskripsikan secara global karena tiap orang pasti memiliki jawaban serta alasan yang berbeda. Tapi kita dapat sepakat bahwa sesuatu yang dipaksakan dan tidak sepenuhnya ikhlas dapat meninggalkan bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Termasuk ketika kamu berpisah dengan sosok yang kamu sayangi, the one you really love, demi untuk menjalani kehidupan dengan orang yang tidak ada di level yang sama dengan sosok tadi. ‘Shape of Red’ : the world of the married. (Warning: the following post might contains mild spoilers)


Movie Review: Yakuza and The Family (2021)

“If I'm seen with you, they'll call me a criminal.”

Yakuza merupakan salah satu dari sekian banyak kata yang sangat lekat asosiasinya dengan Jepang, organisasi kriminal seperti mafia dengan kode etik keras serta punya wilayah kekuasaan yang teroganisir. Kelompok pria yang menggunakan setelan jas warna hitam dengan rambut licin serta memiliki banyak tattoo di tubuhnya, Yakuza hingga kini masih dinilai sebagai ancaman bagi keselamatan oleh penduduk Jepang itu sendiri. Tapi preman juga manusia, punya rasa punya hati. ‘A Family’: a neat ode to the struggle of the Yakuza. (Warning: the following post might contains mild spoilers)


Movie Review: Stand by Me Doraemon 2 (2020)

“Let’s make our family as happy as theirs.”

Apakah semua orang yang telah dewasa otomatis juga akan menjadi sempurna, jika dibandingkan dengan dirinya ketika masih remaja misal? Salah satunya Nobita. Di masa remajanya Nobita adalah sosok cengeng dan manja, selalu saja ada masalah yang ia ciptakan dan untuk menyelesaikannya ia butuh bantuan dari Doraemon. Ini isu sederhana yang dikupas dengan cara yang manis oleh film ini yang kembali membuktikan bagaimana cara terbaik dalam memanfaatkan “koneksi” yang manis antara penonton dengan karakter di dalam cerita. ‘Stand by Me Doraemon 2’ : ichi, ni, san! Arigato!


TV Series Review: Alice in Borderland - Part 2

“If we don't have hope, we just need to make it!”

Kota Tokyo “menghilang”, mayoritas penduduk tidak diketahui keberadaannya kini namun beberapa di antara mereka “tertinggal”, salah satunya seorang pria muda bersama dua sahabatnya. Mereka mendapati Shibuya Crossing yang lima menit sebelumnya sangat hiruk pikuk tiba-tiba kosong, begitupula di berbagai sudut kota Tokyo yang kini tampak seperti kota mati. Pria muda tersebut kemudian menyadari bahwa dirinya bagian dari orang yang “tertinggal” yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam sebuah permainan mengerikan, karena semakin banyak permainan yang diselesaikan maka semakin lama pula kesempatan mereka untuk dapat hidup (Warning: the following post contains images that may be disturbing to some readers).


TV Series Review: Alice in Borderland - Part 1

“If you don't want to die, you'll have to keep playing the games.”

Kota Tokyo “menghilang”, mayoritas penduduk tidak diketahui keberadaannya kini namun beberapa di antara mereka “tertinggal”, salah satunya seorang pria muda bersama dua sahabatnya. Mereka mendapati Shibuya Crossing yang lima menit sebelumnya sangat hiruk pikuk tiba-tiba kosong, begitupula di berbagai sudut kota Tokyo yang kini tampak seperti kota mati. Pria muda tersebut kemudian menyadari bahwa dirinya bagian dari orang yang “tertinggal” yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam sebuah permainan mengerikan, karena semakin banyak permainan yang diselesaikan maka semakin lama pula kesempatan mereka untuk dapat hidup.


Movie Review: Dance with Me (2019)


“Musical itself is weird. You need to see a doctor. Musicals are stupid.”

Jepang pintar dalam mengolah materi-materi yang unik dan sedikit aneh untuk menjadi sesuatu yang menarik dan terasa menyenangkan. Film ini adalah contoh terbaru, bagaimana konsep yang sebenarnya tidak sepenuhnya baru berhasil dibentuk kembali menjadi sebuah hiburan yang segar kental dengan nafas Jepang yang sangat khas. Premisnya sederhana, yaitu bagaimana jika setelah mengalami sebuah “kecelakaan” kecil kemudian otak kamu dipaksa menggerakkan seluruh saraf dan juga tubuhmu untuk menari dan bernyanyi secara spontan setiap kali kamu mendengarkan musik? Dance with Me (Dansu Wizu Mī) : an energetic and infectious happiness. 

Movie Review: We Are Little Zombies (2019)


“Anyway, we’re zombies. We’re dead, we’re dying. But we’re alive. So we decided to form a kick-ass band.”

Premis film ini sangat unik dan sangat menarik. Bagaimana jika empat orang anak kecil bertemu untuk pertama kalinya ketika mereka menghadiri acara pemakaman orang tua mereka masing-masing, lalu setelah itu mereka mulai berteman dan memutuskan untuk membentuk sebuah band. Dari titik itu kemudian hadir begitu banyak opsi yang dapat dieksplorasi. Apakah band sebagai jalan untuk mereka bertahan hidup? Apakah band dan music merupakan cara yang mereka gunakan untuk lepas dari kesedihan? Atau apakah membentuk band merupakan upaya pencarian “jiwa” yang selama ini absen dalam hidup mereka? Karena mereka zombie? We Are Little Zombies (Wî â Ritoru Zonbîzu): an antic and jolly-crazy dark comedy. We are zombies but alive.

Movie Review: A Whisker Away (2020)


“After falling in love with you, the world seems so beautiful to me!”

Fantasi seolah telah menjadi salah satu bagian penting dari produk animasi Jepang, mereka selalu punya cara untuk mengemas ide-ide liar yang secara logika tampak tidak “masuk akal” menjadi sebuah presentasi yang tidak hanya menghibur penonton lewat sajian visual saja namun juga disertai dengan sentuhan manis berupa emosi di dalam cerita. Film animasi ini mencoba mengolah kembali pola tersebut dengan menggunakan premis yang menarik, kisah cinta antara manusia dan kucing. Ya, hewan jenis kucing. ‘A Whisker Away (Nakitai Watashi wa Neko wo Kaburu)’ : an outrageously simple "drawing" for a very promising idea.

Movie Review: First Love (Hatsukoi) (2019)


“Everybody, let's kill people!”

Tidak ada yang tahu kapan dia akan jatuh cinta. Bisa saja cinta berhasil seseorang peroleh setelah menyusun rencana yang sangat matang dengan proses pendekatan yang cukup lama. Namun cinta bekerja dengan cara yang berbeda pada masing-masing orang, cinta juga bisa membuat dua orang merasa mereka akhirnya menemukan orang yang tepat ketika berada di dalam sebuah pertempuran yang berbahaya. Film ini menggunakan itu sebagai pondasi, sebuah kisah cinta yang timbul di dalam aksi kejar yang melibatkan Triad dan Yakuza di dalamnya. First Love (Hatsukoi) : a lovely gangster comedy.

Movie Review: Shoplifters (2018)


Dari kisah tentang dua saudara yang terpisah jarak dan ingin bertemu, anak yang telah dibesarkan ternyata tertukar ketika bayi, hingga kemunculan saudara tiri yang tidak dikenal, konflik-konflik tadi selalu sukses diolah oleh seorang Hirokazu Kore-eda untuk menghantarkan tema favoritnya kepada penonton. Makna dan kekuatan yang dimiliki oleh kata “keluarga”, itu kembali dihadirkan oleh Kore-eda di film terbarunya ini, kali ini menggunakan para pencuri! 'Shoplifters (Manbiki Kazoku)': another masterful family drama from Hirokazu Kore-eda.