Showing posts with label Foreign. Show all posts
Showing posts with label Foreign. Show all posts

Movie Review: Argentina, 1985 (2022)

“New government says they’ll change things, and then appoints the same assholes as always.”

Kadang menjadi “berbeda” justru dapat membuat seseorang berpotensi besar untuk dikucilkan, sekalipun dia sebenarnya berada di pihak yang benar. Bukan tantangan internal saja yang sulit, justru eksternal yang berasal dari orang sekitar yang kerap dengan mudah merasa di atas angin dan mencoba mengintimidasi. Memperjuangkan kebenaran tidak mudah, dan menjadi orang yang benar dan baik itu susah, hanya para pemberani yang menolak untuk menyerah. Hal tersebut yang coba disampaikan film ini, menggunakan proses transisi demokrasi lewat peristiwa pengadilan terhadap anggota pemerintahan militer de facto yang berkuasa ketika kediktatoran masih jadi raja. ‘Argentina, 1985’: the beauty of justice.


Movie Review: 20th Century Girl (2022)

When I'm with you, I'm always happy.

Jangan tunggu lama-lama, nanti diambil orang. Ya, aksi menunggu dalam hal apapun itu terlebih dalam sebuah percintaan tentu saja punya resiko, saat sedang mencoba meyakinkan hati yang dipenuhi rasa ragu apalagi takut seolah masih banyak waktu yang tersisa dan bersedia menunggumu. Dan ketika telah hilang maka penyesalan menjadi destinasi paling familiar, meskipun memang tidak sedikit yang dapat ikhlas pula. Seperti dalam percintaan misalnya, bahwa tidak semua orang hadir ke dalam kehidupanmu untuk tinggal atau menetap, ada yang datang untuk memberi sebuah pembelajaran atau sekedar sebatas kenangan. Film ini mencoba menceritakan itu dengan menggunakan elemen klasik romance bersama cinta dan persahabatan, yang tidak melulu dapat jalan beriringan. ‘20th Century Girl’: you make me shine just by your existence.


Movie Review: Official Competition (2021)

“We're going to make a f**king great film.”

Tahukah kamu bahwa scene paling populer di ‘Basic Instinct’ ternyata direkam tanpa knowledge dari sang Aktris, Sharon Stone, yang merasa ditipu oleh Paul Verhoeven, hal yang kemudian dibantah oleh sang Sutradara. Aktor berkelahi dengan Sutradara, atau dengan sesama Aktor, atau Sutradara yang justru bersitegang dengan para crew memang bukan hal baru pada proses produksi sebuah film, karena film sendiri pada dasarnya merupakan sebuah kumpulan ide yang lantas berkombinasi setelah saling mencocokkan satu sama lain. Itu mengapa dibutuhkan tahap persiapan yang sangat matang baik dari sisi teknis hingga tentu saja para Aktor yang akan menjalani proses rehearsal terlebih dahulu. Apa jadinya jika proses development sebuah film sudah dilanda banyak masalah? ‘Official Competition (Competencia oficial)’: a clever look at the vanity in the film business.


Movie Review: Carter (2022)

“You are the only one who can hear me.”

Tugas paling pertama sebuah film adalah meraih atensi penonton dan membuat mereka merasa tertarik dengan apa yang sedang dan akan terjadi, sering kali sesuatu yang unik dan sedikit aneh condong lebih mudah untuk membuat penonton merasa penasaran. Film ini melakukannya bukan hanya dengan menggunakan masalah yang menimpa karakter utama di awal saja namun juga lewat presentasi visualnya, seolah film ini dibuat ketika drone baru saja rilis beberapa tahun lalu dan gambar-gambar keren dengan transisi dan juga pergerakan akrobatik super lincah merupakan cara termudah untuk membuat penonton terpukau. ‘Carter’: a pleasure for gamers and action junkies.


Movie Review: Decision to Leave (2022)

“Killing is like smoking. Only the first time is hard.”

Salah satu hal yang lekat dengan cinta adalah ia bisa menjadi misterius dan membuat bingung. Kadang sikap ramah atau bahkan senyuman kecil dapat melahirkan asumsi yang membuatmu bertanya-tanya, apakah itu merupakan sebuah respon yang positif atau hanya sekedar formalitas yang sederhana saja? Atau justru sebuah jebakan agar kamu merasa diperhatikan dan berharga di awal, untuk kemudian "dipermainkan" oleh hati? Cinta memang terasa indah, tapi cinta juga bisa menjadi manipulatif serta membawamu masuk ke dalam bencana. Hal itu yang coba diutak-atik oleh Sutradara Park Chan-wook, tetap bertumpu pada reputasi brutal and merciless miliknya untuk menyajikan one of the most exciting and innovative romantic mystery in the last decade. ‘Decision to Leave’: an elegant love story.


Movie Review: Emergency Declaration (2022)

“This is Sky Korea 501. Good day.”

Keadaan darurat adalah situasi di mana dapat diberdayakan kebijakan yang biasanya tidak boleh dilakukan, dengan tujuan utama keselamatan dan perlindungan warga. Di Indonesia “Kerusuhan Mei 1998” adalah contohnya, begitupula Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia di tahun 2004, sementara itu di tahun 2020 banyak negara mendeklarasikan state of emergency for COVID-19 yang adalah medical pandemic. Wewenang dalam mendeklarasikan keadaan darurat juga dimiliki oleh seorang Pilot, pada Federal Aviation Administration Sec. 91.3 tertulis bahwa di dalam keadaan darurat dalam penerbangan yang membutuhkan tindakan segera, maka Pilot punya wewenang untuk menyimpang dari aturan sejauh yang diperlukan untuk memenuhi keadaan darurat. Airspace procedures? Gone. Speed restrictions? IFR clearance limits? Gone. Because safety is not a luxury, but a necessity! ‘Emergency Declaration (Bisang Seoneon)’: ‘Train to Busan’ on a plane, it’s a miracle on plane No. 501.


Movie Review: The Witch: Part 2. The Other One (2022)

“You really don't know who you are?”

Kala itu di review saya menyebut bahwa kakak dari film ini, yaitu ‘The Witch: Part1. The Subversion’ sebagai proses perkenalan karakter utama yang memiliki “kemampuan” unik di balik penampilannya yang tampak biasa saja, meskipun pada akhirnya semua penonton tahu karakter Ja-yoon memiliki kemampuan yang luar biasa. Mengingat sedari awal telah mencantumkan “Part 1” di judulnya maka kini fokusnya jelas tertuju pada apa yang akan terjadi di bagian selanjutnya? Apa yang akan terjadi pada Ja-yoon setelah berhasil “menang” di film pertama yang di tahun 2018 berhasil masuk sepuluh besar daftar “highest-grossing films released” di Korea Selatan? ‘The Witch: Part 2. The Other One’: another one iconic madness.


Movie Review: Broker (2022)

“Thank you for being born.”

Mengapa begitu mudah untuk lupa bersyukur? Padahal bersyukur tidak sulit untuk dilakukan dan bahkan pada dasarnya tidak membutuhkan biaya, cukup dengan mengucapkan terima kasih atas segala berkat yang kamu miliki, pemberian dari Sang Pencipta. Banyak sebenarnya penyebab mengapa bersyukur semakin “disepelekan” oleh banyak orang, tekanan dan harapan yang duniawi adalah salah satu contohnya, kerap membuat manusia jatuh ke dalam masalah baik itu dari sikap egois, serakah, rasa takut, dan masih banyak lagi. Tapi bukankah manusia adalah tempatnya salah dan dosa? Jadi tidak heran jika suatu waktu manusia bisa menjadi domba yang nakal dan keluar dari kawanan, karena ia ragu akan tuntunan dari gembalanya. ‘Broker’: fleeing from the past.


Movie Review: Paris, 13th District (2021)

“You're in love. I'm not. This can’t go on.”

Cinta kadang bekerja di luar nalar dan logika, misterius dan membuatmu merasakan keindahannya lewat sebuah proses yang tidak kamu pernah duga. Memang ada yang jalannya lurus dari awal, tapi tidak sedikit pula yang bertemu jalan bergelombang, atau bahkan mengambil jalan memutar ketika sadar bahwa jalan yang sedang dirinya tempuh akan membawanya ke destinasi akhir yang tidak sesuai dengan harapannya. Apalagi di era modern seperti sekarang ini, era di mana komitmen kehilangan nilai dan kalah dari friends with benefits yang semakin populer karena tampak menarik dan menyenangkan. They have fun, but they're not a couple. Are friends with benefits a good idea? ‘Paris, 13th District’: a sneaky rom-com about millennial love.


Movie Review: The Worst Person in the World (2021)

“Yes, I do love you. And I don't love you.”

Tinggal swipe di Tinder sebenarnya seseorang sudah bisa satu langkah lebih dekat dengan sosok kekasih idamannya, namun hasil akhirnya tentu bukan jaminan. Cinta memang bisa datang dengan cara yang tidak biasa, dan terkadang kamu hanya butuh memberikan akses agar cinta itu dapat hadir dan memperkenalkan diri kepadamu. Tapi bukankah hidup merupakan sebuah proses pencarian yang secara konstan membuatmu menginginkan lebih? Mengeksplorasi semua opsi? Kamu ragu apakah dia sosok yang tepat, kamu masih ingin menikmati hidup bebas, kamu tidak ingin terikat dengan komitmen terlalu dini. Bahkan ada yang bertahan meskipun sadar berada di situasi “rasa yang tepat di waktu yang salah.” Pertanyaannya: apakah itu salah? ‘The Worst Person in the World’: a romance about maturing process.


Movie Review: Parallel Mothers (2021)

"I don't think she's my daughter."

Segala sesuatu yang parallel itu pasti tidak berpotongan di sembarang titik satu sama lain. Dua garis paralel misalnya, mereka sejajar dan lurus sebidang, begitupula dengan kurva paralel yang tidak saling bersentuhan dan memiliki jarak minimum yang tetap. Konsep tersebut digunakan menjadi basis di film terbarunya ini di mana ia masih bermain dengan beberapa isu favoritnya, yakni wanita, kali ini motherhood and female solidarity, namun bukan film Pedro Almodóvar namanya jika ia tampil "sopan", kembali sebuah melodrama tapi juga kembali berisikan empat subjects kesukaannya: desire, passion, family, and identity film ini menarikmu, mengikatmu, dan membuatmu berteman dengan ketegangan. ‘Parallel Mothers’: search for love with mommy issues.  


Movie Review: Drive My Car (2021)

“My life is lost, there's no turning back.”

Pada dasarnya tiap manusia memiliki “blind spots” di dalam perjalanan hidupnya, area yang tidak mampu mereka jamah dan kerap kali justru dapat terlihat ketika orang tersebut kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang selama ini tinggal di area blind spots tersebut. Missed opportunities itu lantas melahirkan penyesalan, dan telah menjadi tugasnya penyesalan hadir di bagian akhir, contohnya ketika hal atau sesuatu yang berharga tidak bisa terulang dan kembali. Di sini karakter utama dan karakter pendukung kehilangan orang yang mereka cintai, dan mencoba melakukan satu hal yang tidak mudah, yakni melepaskan. ‘Drive My Car’: an emotional core therapy.


Movie Review: A Hero (2021)

"You know how to fool people."

Kematian maupun kecelakaan yang menelan korban jiwa pada dasarnya memiliki beberapa opsi untuk diselesaikan, salah satunya adalah dengan cara kekeluargaan antara pihak pelaku dan pihak korban. Namun di Iran bentuk kompensasi tersebut dikenal dengan sebutan Diyyeh (blood money) dan masuk ke dalam sistem peradilan mereka, memiliki pembagian kelas kasus di mana salah satunya adalah dalam kasus yang disengaja pelaku harus tetap berada di penjara sampai uang kompensasi dibayar. Berawal dari sana film ini mencoba bercerita tentang dilema moral yang terasa lebih rumit meskipun tampak sederhana, yakni permainan etika lewat observasi terhadap kelemahan manusiawi. A Hero’: an alarm about human ethics, morals, and weakness.


Movie Review: Aloners (2021)

“I prefer to be alone.”

Merasa sepi saat berada di tengah keramaian merupakan salah satu hal paling tidak menyenangkan yang mungkin bisa dirasakan seseorang, tapi tidak sedikit pula yang justru senang berteman dengan sepi, mereka yang “menolak” untuk memiliki banyak koneksi teman misalnya karena merasa banyak teman maka banyak pula masalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah the fear of rejection, rasa takut akan potensi merasa “sakit” sehingga memilih untuk menjalani kehidupannya tanpa merasa wajib bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Rasa takut akan penolakan itu berpotensi membuat orang mengalami kegelisahan ketika berada di situasi yang tidak sepi tadi, sesuatu yang jika dibiarkan terlalu lama dapat membuat hidup si penderita semakin tersiksa. ‘Aloners’: my loneliness is killing me.


Movie Review: Lamb (2021)

“It's not a child. It's an animal.”

Anak jelas merupakan anugerah terindah bagi setiap orangtua yang normal, tidak heran banyak orangtua yang rela untuk melakukan apa saja untuk dapat membuat anak mereka bahagia, termasuk pula dengan menerima kekurangan sang anak yang mungkin dianggap rendah oleh orang lain namun merupakan hal indah bagi sang orangtua. Namun pertanyaannya adalah sebenarnya sejauh mana hak yang dimiliki orangtua untuk "menggunakan" sang anak untuk meraih kebahagiaan? Kisah tentang hubungan antara orang tua dan anak coba disajikan film ini dalam kombinasi antara family drama dan folk tale bertopengkan horror. ‘Lamb’: a slickly staged horror-masked marital drama.


Movie Review: Flee (2021)

“What does home mean to you?”

Film ini berpotensi menciptakan rekor di ajang Academy Awards edisi ke 94, karena sejauh ini masih masuk di dalam bursa kandidat film terbaik di tiga kategori, yakni dokumenter, film internasional, dan animasi. Sebuah kombinasi yang unik memang jika pada akhirnya film ini berhasil meraih nominasi di tiga kategori tersebut secara bersamaan, film internasional berupa dokumenter tidak asing lagi karena tahun lalu ‘Collective’ dan dua tahun lalu ada ‘Honeyland’, namun kombinasi ketiganya peluang terbaik untuk terjadi terakhir kali dimiliki oleh ‘Waltz with Bashir’ tahun 2008 yang lalu. Peluang itu dimiliki film ini. 'Flee (Flugt)': a bold, italic, and underlined optimistic story.


Movie Review: Till We Meet Again (2021)

“Why do you want me to fall for another guy?”

Film You Are the Apple of My Eye satu dekade yang lalu sukses mencatatkan rekor sebagai film Taiwan pertama yang meraup lebih dari NT$20 juta sebelum tanggal rilis resminya, yang kemudian menjadi sepuluh kali lipat after its official opening di tahun 2011. Sebuah pencapaian yang terasa sangat wajar memang karena coming-of-age romance yang bermain dengan materi klasik genrenya itu berhasil menyajikan satu hal penting yang ingin penonton dapatkan, yakni emosi dengan hati, a teenage romance yang mampu menarik penonton masuk ke dalam cerita dan ikut merasakan suka dan duka yang dihadapi oleh karakter. Sutradara Giddens Ko mencoba menghadirkan kembali formula dan teknik tersebut tapi kali ini dengan bermain di dua dunia. Till We Meet Again (Yue Lao)’: when laugh and emotions hangout.


Movie Review: A Year-End Medley (2021)

“If life flowed as we expected, that wouldn’t be fun, would it?

Momen akhir tahun kerap menjadi waktu yang digunakan oleh banyak orang untuk menyusun rencana mereka di tahun yang baru, tapi tidak sedikit justru merasakan beban karena sadar bahwa rencananya di tahun yang belum berlalu itu sebenarnya juga belum berhasil ia penuhi atau raih. Ada yang merasa bahwa di tahun itu dirinya belum mampu membahagiakan orang-orang yang ia sayangi, ada yang gagal menikah, gagal diterima kerja, ada yang merasa tidak berguna sehingga menyerah dan ingin bunuh diri, serta yang paling sederhana yakni rasa ragu untuk bergerak mengejar lalu menyatakan perasaan cinta kepada seseorang yang ia suka. Film ini mengemas hal-hal klise dalam hidup tadi menjadi sajian romantic comedy yang seolah mencoba menepuk pundak penonton dan berkata, “you did well”. ‘A Year-End Medley (Happy New Year)’: a medley about love and life.


Movie Review: Benedetta (2021)

“Extraordinary accusations require extraordinary proof.”

Sekarang semua bisa dimanfaatkan, termasuk agama demi meraih kekuasaaan, tapi hal tersebut gaungnya semakin kencang sekarang ini karena kemudahan mengakses informasi yang semakin mudah pula padahal hal licik seperti itu sebenarnya telah eksis sejak lama. Karena manusia pada dasarnya senang jika dirangsang pikirannya dan itu semakin mudah dilakukan saat ini, fenomena kemunculan orang-orang yang “menyimpang” dari ajaran dan aturan yang berlaku serta berujung hoax merupakan bukti kesuksesan pihak-pihak tidak bertanggungjawab meraih keuntungan dengan cara menstimulasi isi pikiran manusia di sekitarnya. Seperti karakter utama film ini, menyebut dirinya sebagai tangan kanan Tuhan. Benedetta’: a sacrilegious inversion.


Movie Review: Hold Me Back (2020)

"Everyone is sad. Everyone is hiding a sad story."

We are sad generation with happy pictures. Tentu saja tiap masa punya masalahnya sendiri dan akan berdampak pada perubahan di generasi selanjutnya. Di Jepang ada yang namanya Satori generation, para kaum muda yang memilih melepaskan ambisi dan harapan karena tren ekonomi makro di sana, karir stagnan tidak masalah, solo-saturday jadi sesuatu yang lumrah, dan semakin banyak yang merasa tidak tertarik untuk menikah. Karakter utama film ini adalah seorang wanita yang dapat dikatakan bagian dari generasi tadi, no longer in her twenties ia menganggap rasa sukanya pada seorang pria yang lebih muda darinya as a dirty and pure tragedy. Di sepuluh menit pertama kamu bahkan diajak hanya melihat dia berbicara dengan dirinya sendiri. Hold Me Back’ : all we need is somebody to lean on.