Showing posts with label Family. Show all posts
Showing posts with label Family. Show all posts

Movie Review: Keluarga Cemara 2 (2022)

♪♪ Harta yang paling berharga adalah keluarga… ♪♪

Perubahan jelas sesuatu yang tidak bisa dielakkan dalam proses menjalani hidup, beberapa akan terasa indah tapi tidak sedikit pula yang membutuhkan emosi lebih besar untuk dapat menemukan solusi dan selesai. Karena tidak hanya manis namun juga ada realita yang pahit, tidak peduli tua maupun muda akan memaksamu untuk belajar dan tentu saja bertumbuh menjadi lebih baik lagi. Bahkan di dalam sebuah keluarga sekalipun, introspeksi diri dan saling memahami kerap tenggelam ketika anggota keluarga hanyut di dalam ego dan juga kepentingan mereka masing-masing. Bukankah kebersamaan menjadi salah satu hal penting di dalam istana yang paling indah yang kita sebut keluarga? ‘Keluarga Cemara 2’: kompak dan berseri indah.


Movie Review: A Perfectly Normal Family (2020)

“I wish my dad was dead.”

Makna dari kata “normal” tentu saja berbeda-beda di setiap keluarga, ada yang biasa saja ketika sang anak melakukan aksi teasing kepada orangtuanya karena itu telah mereka anggap sebagai bentuk sayang, tapi ada pula keluarga yang sangat formal di mana ketika sedang makan tidak boleh terdengar suara saat alat makan bergesekan dengan piring misalnya. Di film ini ada sebuah keluarga yang tampak normal tentu sesuai standar yang mereka terapkan, seorang Ayah, seorang Ibu, dan juga dua orang anak perempuan, tapi hal yang membuat mereka menjadi “perfectly normal” adalah fakta bahwa keempat anggota keluarga tersebut memiliki jenis kelamin yang sama, yakni wanita. ‘A Perfectly Normal Family’ : cause he need “permission” to change.


Movie Review: Luca (2021)

“Vespa is freedom.”

Untuk pertama kalinya, setelah tahun 2001 tentunya, secara berturut-turut tiga buah film rilisan dari studio animasi Pixar akan menjadi debut penyutradaraan layar lebar bagi tiga Sutradara. Latar belakang mereka memang juga dari Pixar seperti sebagai animator dan story artist tapi keputusan tersebut tampak seperti sebuah sinyal dari Pixar bahwa mereka mencoba melakukan peremajaan dan membawa nafas segar ke dalam line-up film animasi mereka. Settingnya di Italia dan berkisah tentang monster laut yang mencoba untuk mengejar impian mereka dengan MVP yang terasa unik, yaitu Vespa. Ya, motor Vespa. ‘Luca’ : a lovely, understated, and charming animation.


Movie Review: Tom & Jerry (2021)


"We have a mouse problem."

Di era ketika semua hal tampak berkembang dengan sangat cepat sekarang ini tentu masih ada beberapa “hal manis” yang eksis sebelumnya dan mampu untuk tinggal serta menetap di dalam hati serta pikiran penonton. Salah satu di antara hal manis tersebut adalah dua karakter kartun di mana hubungan mereka kerap digunakan sebagai istilah dari sebuah pertarungan yang tiada akhir, seperti cat and mouse fight dengan bumbu “perang gerilya” yang menggelitik. Dan tentu di luar nalar manusia. Lalu apakah ketika Tom dan Jerry dimasukkan ke dalam sebuah live action film, apakah hal manis yang mereka punya kualitasnya akan tetap sama? ‘Tom & Jerry’ : an erratic comedy slapstick.


Movie Review: Jingle Jangle: A Christmas Journey (2020)

“But the magic isn't just in what you've lost. It's in what you still have.”

Satu hal familiar yang selalu mudah untuk ditemukan dari sebuah Christmas movies adalah: magic exists. Ya, selalu ada keajaiban di dalam tiap balutan film bertemakan Natal, dari ‘Home Alone’, ‘Elf’, hingga tahun lalu ada animasi cantik dengan berjudul ‘Klaus’ yang membawa pesan it's all possible. Pesan itu klasik memang namun selalu mampu meninggalkan kesan manis dan hangat di penghujung tahun jika dikemas dengan tepat dan hal tersebut coba dilakukan oleh film ini, mengemas kembali pesan “if you believe, it's all possible” lewat sebuah fantasi musikal berisikan dunia yang dipenuhi dengan harapan dan keajaiban. ‘Jingle Jangle: A Christmas Journey’: it's a merry, merry Christmas indeed!


Movie Review: Mary Poppins Returns (2018)


“Mary Poppins, it is wonderful to see you!”

Mary Poppins, practically perfect in every way. Ya, itu memang, because it's Supercalifragilisticexpialidocious! Menjadi salah satu karakter paling ikonik yang pernah hadir di industri perfilman dunia, butuh waktu selama lima dekade dan empat tahun untuk Mary Poppins mendapat kesempatan berikutnya untuk menyapa para penonton, kesempatan untuk menyuntikkan energi gembira sesuai dengan prinsipnya, yaitu in every job that must be done, there is an element of fun. Hasil akhirnya? ‘Mary Poppins Returns’: a spoonful of sugar.

TV Series Review: Sweet Stranger and Me - Part 3


Seorang thirty-year-old woman tampak tenang ketika sedang bertugas sebagai pramugari namun dalam kesehariannya ia merupakan wanita keras kepala yang kesulitan mengendalikan emosi. Dikhianati oleh kekasih yang akan ia nikahi bukan satu-satunya masalah terbaru yang menghampiri wanita tersebut karena ketika ia pulang ke kampung halamannya untuk mengunjungi makam ibunya ia bertemu dengan seorang pria yang tidak ia kenal namun mengaku sebagai ayah tirinya. Masalahnya adalah suami dari mendiang ibu wanita tersebut berusia tiga tahun lebih muda darinya. Can love wins everything?

TV Series Review: Sweet Stranger and Me - Part 2


Seorang thirty-year-old woman tampak tenang ketika sedang bertugas sebagai pramugari namun dalam kesehariannya ia merupakan wanita keras kepala yang kesulitan mengendalikan emosi. Dikhianati oleh kekasih yang akan ia nikahi bukan satu-satunya masalah terbaru yang menghampiri wanita tersebut karena ketika ia pulang ke kampung halamannya untuk mengunjungi makam ibunya ia bertemu dengan seorang pria yang tidak ia kenal namun mengaku sebagai ayah tirinya. Masalahnya adalah suami dari mendiang ibu wanita tersebut berusia tiga tahun lebih muda darinya. Can love wins everything?

TV Series Review: Sweet Stranger and Me - Part 1


Seorang thirty-year-old woman tampak tenang ketika sedang bertugas sebagai pramugari namun dalam kesehariannya ia merupakan wanita keras kepala yang kesulitan mengendalikan emosi. Dikhianati oleh kekasih yang akan ia nikahi bukan satu-satunya masalah terbaru yang menghampiri wanita tersebut karena ketika ia pulang ke kampung halamannya untuk mengunjungi makam ibunya ia bertemu dengan seorang pria yang tidak ia kenal namun mengaku sebagai ayah tirinya. Masalahnya adalah suami dari mendiang ibu wanita tersebut berusia tiga tahun lebih muda darinya. Can love wins everything?

Review: Pete’s Dragon (2016)


"Dragon! It’s a dragon!"

Disney belum berhenti untuk bercerita tentang believing in wonder di tahun ini. Di awal tahun kita sudah bertemu dengan Zootopia bersama seekor kelinci yang berjuang meraih mimpinya, yang kemudian disusul oleh ‘The Jungle Book’ dan Finding Dory. Kini ‘Pete's Dragon’ hadir mencoba meneruskan pencapaian tadi, sebuah redesign yang sehat pada a tale of a magic tentang kisah persahabatan antara seorang manusia dengan seekor naga dengan kombinasi heart, semangat, dan visual yang menyenangkan. It’s ‘The Good Dinosaur’ meets ‘The Jungle Book’ with good heart and magic.

Movie Review: Ice Age: Collision Course [2016]


"We look so cool, like a ninja."

Secara logika jika kamu masih berhasil memperoleh keuntungan dari produk atau jasa yang kamu hasilkan atau lakukan sebenarnya wajar jika kamu tidak berniat untuk melakukan sebuah perubahan. Mencoba menjadi lebih baik tapi dengan risiko merugi atau meneruskan formula yang sama dan telah terbukti menguntungkan? Sudah sejak film kedua Blue Sky Studios menerapkan cara opsi pertama, recycling terhadap Ice Age dengan mengandalkan pesona karakter dengan aksi hyperactive mereka. Tiga film penerus Ice Age sebelumnya tidak semuanya terasa kurang menyenangkan, namun mayoritas dari mereka tidak berhasil berada di level yang sama dengan Ice Age. Ice Age: Collision Course?

Review: The BFG (2016)


"What kind of a monster are you?"

Setelah tahun lalu hadir dengan a very good spy thriller ‘Bridge of Spies tahun ini prolific filmmaker Steven Spielberg kembali dengan sebuah family-friendly fantasy adventure, The BFG. Bermain dengan fantasi sudah pernah Steven Spielberg lakukan di ‘E.T. the Extra-Terrestrial’, a near perfect and one of the best children's and family entertainment. Sentuhan Spielberg belum pudar di kisah persahabatan antara manusia dan raksasa ini, petualangan yang ramah bagi penonton muda dibalut dengan visual yang impresif dan cantik. Pertanyaannya adalah apakah ini sebuah petualangan fantasi yang luar biasa? It’s a good family movie from Steven Spielberg.

Review: The Jungle Book (2016)


"The jungle is no longer safe for you."

The Jungle Book merupakan kumpulan cerita yang timeless, cerita yang ketika kamu baca kembali masih akan terasa menarik dan semakin tinggi jenjang usia ketika kamu membacanya maka akan semakin luas pula kerangka acuan serta perspektif yang akan kamu temukan dan rasakan, dari tradisi, ketekunan, kesetiaan, keberanian, kehormatan, hingga integritas. From the director who brought you Iron Man eight years ago film ini berhasil melakukan reimagining The Jungle Book kedalam presentasi yang tidak hanya hanya sekedar proporsional dalam konteks cerita namun juga menjadi sebuah petualangan gelap dan terang yang thrilling serta eye candy.

Review: The Little Prince [2015]


"Growing up is not the problem, forgetting is."

Paman saya pernah mengatakan bahwa hal terindah yang ia alami sebagai orang tua adalah ketika melihat anaknya yang masih berusia lima tahun berlari-lari di ruang tamu dengan mainannya. Dia juga pernah melontarkan dua hal yang salah satunya membuat saya merasa aneh kala itu, pertama bahwa ia tidak ingin anaknya tumbuh dewasa, dan ia ingin anaknya menikmati menjadi “anak-anak”. Dua hal itu yang jadi isu utama dari The Little Prince, hubungan dua arah antara dewasa dan anak-anak yang dikemas dalam bentuk animasi yang cukup manis.

Review: Cinderella (2015)


"My name is...Cinderella."

Ada satu kalimat dari Lady Tremaine yang sepertinya sudah cukup untuk dapat mewakili cara film ini membawa kamu berpetualang kedalam kisah yang sangat familiar ini. Bunyinya adalah: this thing is so old-fashioned. Ya, semoga film ini dapat menjadi awal untuk membuat para filmmaker di Hollywood sana untuk berpikir ulang dalam mengubah sebuah dongeng klasik kedalam bentuk live-action, perlahan mengurangi modifikasi sana-sini yang lebih sering menciptakan kesan kurang impresif dan mulai mencoba membentuk kembali dongeng tersebut dengan treat yang lebih lembut untuk membawa penonton merasakan kekuatan utama dari sebuah dongeng: magic. Please welcome, Cinderella: Or (The Virtue of Have Courage And Be Kind).

Movie Review: Cinderella (2015)


“A dream is a wish your heart makes.”

Salah satu trend modern di industri perfilman yang sesungguhnya tidak pula dapat dikatakan sebagai sesuatu yang selalu pasti akan memberikan hasil positif adalah ketika sebuah film yang menggunakan materi “lama” wajib memberikan presentasi dengan sedikit sentuhan yang berbeda, dari upaya menunjukkan keberanian visi hingga menghasilkan sebuah “true refreshing”. Tapi disamping itu ada kisah tradisional dan klasik yang tidak perlu hal-hal semacam itu, tanpa perlu menawarkan sebuah sentuhan dan perubahan eksplisit yang berlebihan dan berpotensi mengganggu. Film ini punya keberanian untuk menjadi kemasan yang taat pada sumber aslinya namun tetap berhasil menampilkan kembali dongeng populer itu kedalam sebuah presentasi lembut dan kokoh yang modest, thoughtful, funny, playful, charming, and magical. Cinderella: beauty fairy story when Shakespeare meet Disney.

Review: Song of The Sea (2014)


Salah satu hal paling menghebohkan dari acara pengumuman nominasi Oscar dua minggu yang lalu adalah tidak masuknya The Lego Movie didalam calon film animasi terbaik, film yang notabene sejak jauh hari sebelumnya seperti one to beat di kategori animasi. Song of the Sea adalah kejutan lain dibalik menghilangnya The Lego Movie tadi, yang bersama The Boxtrolls seolah menjadi kandidat “tersisa” dibalik tiga nominasi lain yang seperti sudah pasti mendapatkan tempat. But believe it or not animasi asal Irlandia ini tidak layak menyandang status “tersisa” tadi, ini manis, ini cantik, dan saya tidak akan terkejut jika di acara puncak nanti ia akan memberikan kejutan seperti yang dilakukan oleh Wallace & Gromit sembilan tahun lalu. This is magic.

Movie Review: Paddington (2014)


"Families always stick together."

Film yang merupakan kolaborasi dua production company dari UK dan Perancis (Heyday Films dan StudioCanal) dimana satu diantara mereka merupakan sosok penting di balik salah satu film series paling popular bernama Harry Potter ini seperti jawaban atas kerinduan penonton pada sebuah film keluarga di akhir tahun. Bukan menandakan bahwa beberapa tahun terakhir tipe family movie menjadi arena yang kering namun sulit untuk menemukan film yang mampu membawa kita kembali merasakan hiburan akhir tahun misalnya seperti yang di berikan Home Alone di layar televisi Indonesia hampir setiap tahunnya, hiburan yang sederhana dan menyenangkan. Paddington, a fun adventure with happy little bear.

Movie Review: Wolf Children (2012)


Mereka yang menyebut dirinya sebagai penikmat film pasti pernah mengalami hal ini, kondisi dimana anda teringat dengan sebuah judul film tapi hanya sebatas ingat inti paling besar dan utama yang ia sampaikan. Jika anda bertanya pada saya Rio 2 bercerita tentang apa maka jawaban saya adalah burung yang tersesat di hutan, Mr. Peabody & Sherman kembali ke masa lalu, dan Planes: Fire & Rescue hanya sebatas kebakaran hutan. Ya, menciptakan sebuah film dengan detail memorable yang bukan hanya sekali lewat saja merupakan sebuah tantangan yang dihadapi filmmaker, dan film ini berhasil melakukan hal tersebut dengan baik. Wolf Children (Ōkami Kodomo no Ame to Yuki), a calm, tender, and sharp animation.

Movie Review: Muppets Most Wanted (2014)


“We're doing a sequel!”

Dua tahun lalu The Muppets tidak mampu masuk kedalam list the best di kategori genre yang saya punya, bukan berarti mereka buruk namun karena unsur komedi, family, dan musical yang Kermit dan rekan-rekannya miliki kala itu punya keseimbangan yang baik sehingga menjadikan tidak ada satupun dari tiga bagian tadi yang terasa outstanding. Penerusnya ini kembali hadir dengan rasa yang sama, Muppets Most Wanted, the studio wants more, while they wait for Tom Hanks to make Toy Story 4!