22 March 2014

Movie Review: A Touch of Sin (2013)


Film crime drama karya terbaru dari sutradara Jia Zhangke ini sebenarnya sudah menebar sesuatu yang menarik dari judul yang ia gunakan. A touch of sin, sekumpulan manusia yang menyentuh dosa? Atau sebaliknya, para manusia yang disentuh oleh dosa. Pertanyaan sederhana tadi yang kemudian di kembangkan menjadi sebuah drama yang bergerak lambat dengan teknik penceritaan yang kuat dan berani. A Touch of Sin (Tian zhu ding), a soft brutal drama about sin.

Ada empat kisah terpisah disini. Dimulai dari sebuah truk yang mengalami kecelakaan, berada dalam kondisi terbalik dengan muatan tomat yang terhampar berantakan di jalanan sepi, namun dibalik keheningan bersama suasana muram seorang pria bernama Dahai (Jiang Wu) justru dengan santainya mengamati dari atas motor sembari memegang sebuah tomat. Namun dibalik tampilan tenang tersebut tersimpan monster dalam jiwa penambang ini yang tidak terima dengan keadilan pada tindakan korupsi pemerintah. Sama halnya dengan Zhou San (Wang Baoqiang), seorang pekerja yang sangat cinta dengan topi rajutan Chicago Bulls miliknya, yang akrab dengan pistol untuk membunuh dan merampok.

Pada cerita ketiga ada seorang wanita bernama Xiao Yu (Zhao Tao), sedang berada dalam sebuah dilema karena kekasihnya masih merasa ragu untuk membuat sebuah keputusan, memilih Xiao Yu atau istrinya kini, kemudian memutuskan untuk bekerja di sebuah sauna yang celakanya membawa ia kedalam masalah baru. Dan terakhir ada Xiao Hui (Lanshan Luo), yang masuk kedalam petualangan penuh rasa frustasi, dari harus bekerja tanpa bayaran, kabur dan bertemu seorang wanita (Meng Li), bekerja di rumah bordil, hingga terjebak dan memutuskan melakukan tindakan ekstrim.


Sinopsis diatas memang tidak terstruktur menjadi sebuah kesatuan yang saling menopang, karena pada dasarnya mereka merupakan upaya penggambaran dari Jia Zhangke terhadap empat kisah nyata yang terjadi pada tahun 2001 hingga 2013. Dari peristiwa Hu Wenhai yang pada tahun 2001 menelan belasan korban jiwa, kemudian masuk kedalam kisah seorang gunman bernama Zhou Kehua, lantas bersambung ke Deng Yujiao incident tahun 2009 yang melibatkan seorang wanita karyawan pusat perawatan berusia 21 tahun, dan berakhir pada Foxconn suicides yang sempat mengguncang dunia beberapa tahun yang lalu. Semua digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan isu sederhana terkait pemerintah dan masyarakat.

Disini letak keunikan yang dimiliki A Touch of Sin, Jia Zhangke sejak awal seperti tidak ingin menghadirkan solusi, ia hanya ingin mengajak penonton untuk mengamati masalah yang ia bentuk kembali, dan selepas itu mempersilahkan mereka bermain-main sendiri bersama argumen masing-masing dengan pertanyaan tunggal terkait dosa tadi. Isu utamanya tentu saja sebuah perkembangan pesat di Republik Rakyat Cina yang tidak hanya memberikan dampak positif namun juga negatif dalam kuantitas yang sama besar. Penyajian sebuah sistem, dari kesempatan yang besar memberikan resiko yang juga sangat besar, sebuah kisah muram dari bagaimana penduduk mulai akrab dengan sebuah ketidakpastian pada kehidupan yang mereka jalani, berteman bersama tekanan yang kumulatif, putus asa dan frustasi, hingga akhirnya meledak.

Tapi ada satu hal yang patut menjadi perhatian disini, terlebih jika anda memperhatikan gambar yang dipergunakan pada review. A Touch of Sin bukan sebuah film action dengan dinamika cerita berkecepatan tinggi, ini justru lebih terasa seperti sebuah drama yang dipenuhi dengan kejutan-kejutan dengan penempatan dan eksekusi yang efektif. Ya, Jia Zhangke masih tetap menggunakan style yang telah identik dengan dirinya, membangun proses menemukan sebuah sisi terang kehidupan itu menggunakan narasi gerak lambat penuh rasa sabar yang terus dibumbui dengan daya tarik di setiap bagiannya, dari cerita dan karakter,serta dibalut bersama sisi teknis mumpuni seperti gambar-gambar manis penuh kesan natural yang menyenangkan, dan ditutup dengan editing mumpuni yang menyebabkan ia mampu terus terasa padat sekalipun bergerak lambat.


Yang menarik dari A Touch of Sin adalah pertanyaan yang menghampiri ketika sedang menontonnya, mengapa saya bisa bertahan selama 135 menit dalam cerita yang stabil dan lambat? Bahkan sulit untuk memberikan jawaban yang pasti, namun jika harus dibentuk dalam sebuah perumpamaan menyaksikan A Touch of Sin seperti mendengarkan seorang penyanyi seriosa/opera yang sedang beraksi, tenang dan stabil, bertenaga, namun punya kejutan-kejutan kecil yang memikat. Jia Zhangke berhasil pada sisi mempertahankan atensi dari penontonnya, sekalipun ia tidak punya kedalaman emosi yang memadai akibat penggalian tiap masalah yang terbatas dan kurang dalam, begitupula dengan hal menjengkelkan seperti gerak mondar-mandir yang menciptakan kesan bertele-tele pada proses penceritaan.

Lantas apa penyebab sehingga ia menjadi menarik? Empat kisah tadi memberikan ruang yang luas bagi cerita, sehingga mereka tampak variatif dan mampu menampung kombinasi antara aksi kekerasan liar dan brutal disamping drama yang kelewat tenang itu. Ya, ini terasa sangat tenang, bahkan perlu waktu yang cukup besar untuk masuk dan klik dengan irama atau sistem penceritaan dari Jia Zhangke, sekalipun anda telah menyaksikan Still Life dan 24 City. Dari motivasi, keserakahan, putus asa, hingga isu humanisme, tersusun dalam narasi antologi dengan struktur seperti sebuah episode, berisikan polemik yang tenang dalam ritme yang terasa kurang hidup walaupun kokoh, namun tidak jatuh menjadi monoton dengan kehadiran kekerasan eksplisit yang selalu mampu bukan hanya menghadirkan kejutan namun juga senyuman sembari gumaman “sakit”.

Divisi akting juga memiliki kontribusi yang besar. Dari empat bagian, yang paling menarik adalah Wang Baoqiang, dari bagaimana ia terus menghadirkan situasi campur aduk dibalik ketenangan yang ia tunjukkan, seperti melihat setan yang bergerak bersama tatapan kosong dan siap mengancam. Zhao Tao dan Jiang Wu terasa seimbang, Jiang Wu mampu menjadi pembuka yang mumpuni, sedangkan Zhao Tao tampil baik dalam menghadirkan rasa ragu bersama rasa frustasi. Yang terlemah adalah Luo Lanshan, sedikit datar, hanya sukses dalam menyajikan karakter yang terus merasa bingun seolah hidup tanpa tujuan karena terus gagal, namun kurang mampu menghadirkan sisi kerapuhan.


Overall, A Touch of Sin (Tian zhu ding) adalah film yang cukup memuaskan. Mungkin permasalah paling besar adalah bagaimana empat bagian tadi kurang mampu untuk menyatukan energi mereka masing-masing di akhir cerita, sehingga pertanyaan tunggal terkait dosa itu terasa kurang kokoh. Selain itu tidak ada masalah yang mengganggu, emosi yang kurang dalam, gerak terlalu lambat, semua terbayar dengan narasi kuat yang dibentuk kedalam sebuah drama bertemakan survival yang tenang dan terkendali. Segmented. 





0 komentar :

Post a Comment