14 September 2014

Review: The Two Faces of January (2014)

"I don't want your money, I wanted your wife"

Bukankah ketika berada diatas lautan biru yang luas dan indah bersama jutaan mahkluk cantik dibawahnya, kamu ingin segera memakai peralatan renang, menjatuhkan diri dan menyelam untuk menikmatinya lebih dekat. Tapi ada juga mereka yang memilih untuk mengapung di air laut untuk melihat kecantikan itu dari jarak jauh, seperti yang dilakukan oleh The Two Faces of January, thriller yang mengapung. 

Kita punya Chester (Viggo Mortenssen) dan Collette (Kirsten Dunst), seorang con-artis dan juga istrinya yang datang ke Athena untuk menikmati keindahan sejarah yang dimiliki kota itu. Mereka bertemu dengan orang Amerika yang kini telah menjadi pemandu wisata, Rydal (Oscar Isaac), orang baru yang ternyata justru menjadi penyelamat bagi mereka ketika masalah besar dan berbahaya yang Chester tinggalkan dibelakang sebelumnya kini datang untuk mengejarnya. 


Film sejak awal udah terasa lucu sebenarnya, saat kamu melihat poster yang ia tampilkan kamu akan melihat tiga nama film yang tercantum disana, Tinker Tailor Soldier Spy, The Talented Mr. Ripley, dan juga Drive, kelihatan banget bagaimana film yang ditulis oleh Hossein Amini dari novel milik Patricia Highsmith dengan judul yang sama ini berupaya keras supaya image awal mereka sebagai thriller sesegera mungkin langsung mencengkeram penonton. Untungnya itu berhasil, dengan gaya kuno mereka mampu menggoda penonton secara bertahap dengan konflik yang diberikan secara sedikit demi sedikit dengan adu strategi antar karakter didalamnya. 

Saya suka dengan apa yang dilakukan oleh Hossein Amini ketika film ini mulai, ada kesan ambigu yang selalu mampu menjadikan sebuah film thriller terasa menarik, karakter yang menjadi hancur bukan karena mereka jahat secara frontal, tapi karena mereka melakukan hal yang buruk, dan dengan narasi yang terbilang cukup rapi dan tajam, serta sinematografi yang oke itu mereka diputar untuk melakukan hal klasik, mencari tempat aman untuk menyelamatkan diri mereka. Dan kamu akan semakin merasa tertarik ketika The Two Faces of January seperti tidak takut untuk bermain-main dengan waktu, mempermainkan mood dengan berbagai tikungan pada plot yang standard itu. 


Tapi kenapa diawal tadi saya menyebut ini sebuah thriller yang mengapung, karena semua kenikmatan potensial dari bagian awal sebuah thriller tadi ternyata tidak berhasil membawa penonton untuk ikut tenggelam jauh lebih dalam. Ketegangan, keresahan, dan rasa penasaran pada apa yang akan terjadi selanjutnya itu seperti ikut menghilang pula ketika perlahan ia mulai mengurai cerita, apa yang mereka lakukan selanjutnya bahkan bisa saja tidak terasa menarik lagi bagi beberapa penonton karena sejak awal meskipun ditunjang dengan kualitas akting yang baik dari Mortensen dan Isaac (Kirsten Dunst seperti lost in Greece), daya tarik karakter mereka itu tidak pernah kuat. 


The Two Faces of January harus rela menerima akibat dari sikapnya yang seolah bermain-main dan terus menggoda penontonnya untuk terus menebak apa yang akan ia berikan, seperti menjanjikan sesuatu yang lebih asyik di paruh kedua tapi ternyata hanya sebatas topeng untuk menutupi pilihan mereka yang seolah ragu untuk mengambil resiko yang terlalu jauh ketika bercerita. Flirting ia berhasil, foreplay ia juga berhasil, tapi ketika kisah sampai di garis finish klimaks yang ia berikan kurang berhasil memukul kita dengan keras.







0 komentar :

Post a Comment