13 September 2014

Review: The Hundred-Foot Journey (2014)


"Life's greatest journey begins with the first step."

Kamu pasti akan menemukan film yang identik dengan apa yang diberikan oleh The Hundred-Foot Journey, dimana kamu tertarik pada premis awalnya, kemudian setelah ia mulai bercerita hadir sedikit rasa kecewa, namun dengan penampilan yang baik dari elemen pembentuk film seperti plot cerita, akting, hingga gambar-gambar yang memanjakan mata, worth watching menjadi jawaban bagi film ini, food movie yang diproduksi oleh Steven Spielberg bersama Oprah Winfrey.   

Calon chef berbakat bernama Hassan (Manish Dayal) meninggalkan India untuk datang ke Perancis bersama sang papa (Om Puri), ibu, dan dua saudaranya yang lain. Tujuan mereka adalah untuk memulai kehidupan yang baru dengan membuka restoran yang akan mereka namai Maison Mumbai pada sebuah bangunan tidak terpakai di kota di selatan Perancis. Tapi ada masalah besar yang harus mereka hadapi, tepat di seberang jalan ada sebuah restoran yang sangat dihormati, restoran Perancis bernama Le Saule Pleureur milik Madame Mallory (Helen Mirren), wanita yang tidak tertarik pada sebuah kompetisi. 


Sama seperti yang dilakukan Jon Favreau di Chef, sutradara Lasse Hallström (Chocolat , Hachi, Salmon Fishing in the Yemen, Safe Haven) juga berhasil membuat penonton seolah menanti dan juga penasaran pada perjalanan tentang makanan apa yang akan mereka dapatkan dari cerita yang ditulis oleh Steven Knight (Locke) ini. Dari premis ini menarik, bagaimana saat dua budaya makanan yang berbeda coba di tempatkan dalam satu tempat yang sama, kemudian di biarkan bertarung satu sama lain hingga bersatu dengan bantuan sentimentalitas hingga berakhir dengan harmoni. Predictable memang, tidak perlu menelisik terlalu jauh bahkan kamu bisa menebak akan hadir kisah romansa diantara dua pemeran muda. Masalahnya adalah jika kamu datang untuk berpesta bersama makanan, kamu mungkin akan kecewa. 


Ini bukan murni food porn, mungkin bisa dibilang semi, dimana makanan ternyata tidak menjadi objek utama di panggung utama. Mayoritas makanan tampil sepintas sebagai pemanis, ia memang sangat berhasil memanjakan mata, tapi jika kamu ingin gambar-gambar lezat yang juga mampu membuat kamu segera mencari restaurant terdekat setelah selesai menonton, kamu akan sulit menemukannya disini, karena ketimbang menyebutnya sebagai sebuah film tentang makanan, The Hundred-Foot Journey lebih terasa seperti upaya menggambarkan integrasi budaya dengan menggunakan keterampilan memasak sebagai alatnya, bukan tentang lelehan saus diatas steak atau spaghetti, melainkan family movie yang mengandalkan interaksi dan emosi. 

Nah, itu dia, sempat sedikit kecewa karena itu, saya datang untuk melihat makanan mengambil alih layar, namun yang saya dapatkan justru sebuah film yang punya ambisi jauh lebih besar, bukan hanya sekedar menjadi pesta makanan semata, ia juga mencoba begitu keras untuk menonjolkan masalah budaya, masalah keluarga, hingga masalah cinta. Plot yang ia punya memang matang, aliran ceritanya juga tidak begitu mengganggu menurut saya, tapi ketika hal-hal tadi hadir terlalu tenang, dan gawatnya itu juga ditemani dengan makanan yang juga terlalu tenang untuk mengguncang mulut untuk membuat saliva akrab dengan tenggorokan, hasilnya adalah hiburan yang tenang, memuaskan, tapi tidak punya impact yang kuat untuk menjadi memorable. 


Mungkin ambisi yang menghalangi The Hundred-Foot Journey untuk tampil standout, fokus yang terpecah sehingga tidak ada salah satu dari mereka yang mendominasi dan memberikan tekanan didalam cerita. Makanan, memasak, keluarga, budaya, dan cinta, mereka diberi porsi yang sama sehingga tidak punya kedalaman yang cukup baik sehingga tidak heran ketika di paruh akhir kesan canggung itu mulai sering hadir , walaupun hal tersebut tidak begitu menjadi masalah yang besar ketika kamu punya Helen Mirren dengan performa yang akan membuat kamu tidak merasa rugi dengan dua jam yang telah kamu gunakan.








0 komentar :

Post a Comment