09 September 2012

Movie Review: Damsels in Distress (2011)



Seorang wanita bernama Violet (Greta Gerwig), bersama dua sahabatnya Heather (Carrie MacLemore) dan Rose (Megalyn Echikunwoke), mengelola “Suicide Prevention Center”, sebuah organisasi amal kampus, yang mengemban misi untuk menyelamatkan lingkungan sekitar kampusnya dari ancaman rasa frustasi, yang ditakutkan akan berujung pada keinginan untuk bunuh diri. Namun, akibat sifat idealis dan angkuhnya, Violet justru jatuh kedalam satu masalah yang menyebabkan ia depresi, dan menjadikan ia sosok yang sangat diawasi karena dicemaskan akan melakukan bunuh diri. 

Cerita bermula ketika mereka merekrut Lily (Analeigh Tipton), seorang mahasiswi transfer. Tidak memiliki orang yang ia kenal dilingkungan barunya, menjadikan Lily “dengan terpaksa” bergabung dengan kelompok aneh ini. Ya, aneh, menjaga jarak dari kaum pria, karena merasa kaum wanita lebih tinggi dari kaum pria, serta berusaha untuk mengatasi depresi dilingkungan sekitar mereka, justru menjadi depresi akibat hubungan asmara yang coba mereka jalin.


Ini adalah film pertama dari Whit Stillman yang saya tonton, dan saya merasakan sesuatu yang baru dari apa yang Stillman sajikan lewat film ini. Konflik utama yang Stillman ciptakan memiliki power yang sangat besar. Namun anehnya, dia tidak menciptakan suatu kemudahan bagi saya untuk menebak dimana saja batas dari cerita yang akan ia berikan. Pemilihan judul yang juga sangat tepat bagi saya, dimana Damsels in Distress memiliki arti seorang wanita muda yang tertawan secara psikologis. 

Stillman akan membawa anda kesatu kisah yang berjalan dengan liar, sehingga tidak mudah diterka. Anda akan terus bertanya apa yang akan terjadi selanjutnya, seiring terus disuntikkannya konflik-konflik pendukung, baik itu positif ataupun negative, yang tidak terlalu terpaku dengan cerita utama. Beberapa elemen kecil cerita yang Stillman ciptakan merupakan kunci sukses dari segi cerita. Diawali dengan donut yang digunakan sebagai  tawaran pertama kepada penderita depresi, tap-dancing sebagai media untuk menjauh dari rasa depresi, aroma sabun dari sebuah hotel untuk mengurangi rasa depresi, sukses Stillman tempatkan dengan tepat sehingga tampak menarik ketika mereka hadir kehadapan anda.

Stillman beruntung karena ia memiliki Greta Gerwig, yang berhasil menjadikan Violet sebagai pusat dari cerita, dan tidak tenggelam dibawah karakter Lily yang diberikan porsi cukup besar oleh Stillman. Kisah cinta yang Lily alami juga menarik, dimana ia makan malam bersama mantannya Charlie (Adam Brody), dan juga pacar baru Charlie. Kisah cinta segitiga, pecah, dan kembali menjadi segitiga ketika Violet mencoba hadir, tidak mudah ditebak, dan tidak terlalu berlebihan pada kadar asmara, sehingga tidak tampak murahan.

Genre film ini salah satunya adalah komedi. Di beberapa bagian saya merasa kadar humor yang Stillman berhasil bekerja dan dieksekusi dengan baik. Dari permasalahan tentang Xavier, yang bagi Heather diawali dengan huruf Z, singkatan Jimbo, hingga yang terbodoh ketika mencoba bunuh diri dengan melompat dari atas balkon yang ketinggiannya hanya mampu memberikan cedera pada lutut anda. Stillman lebih menggunakan kepolosan serta kekurangan dari karakter yang ia miliki untuk membuat anda tersenyum, ketimbang menggunakan joke-joke langsung.


Overall, Damsels in Distress memberikan tontonan yang menghibur. Stillman memberikan satu warna baru kepada saya lewat cara ia mengendalikan semua elemen film ini. Premis yang sederhana, Stillman bentuk menjadi sebuah kemasan yang terasa menyenangkan, dengan menjual pola pikir dewasa dari setiap karakter yang ia miliki. Semua konflik dalam cerita diselesaikan dengan cara yang elegan, baik itu rasa depresi, kisah pertemanan, hingga kisah asmara. Selama 99 menit, anda akan disajikan sebuah tontonan dengan konflik utama yaitu depresi, namun justru diselesaikan dengan cara sederhana dan yang sangat tenang. Memang bukan sebuah film yang “wow” bagi saya, namun tetap memberikan tontonan yang menyenangkan.  

Score: 7/10

0 komentar :

Post a Comment