18 October 2013

Movie Review: Captain Phillips (2013)


"They're not here to fish."

Semua genre film tentu saja punya cara sendiri untuk memberikan penontonnya sebuah pengalaman menonton yang menyenangkan, namun jika harus memilih yang terbaik ketika mereka semua berhasil berada di titik tertinggi, maka jawabnya adalah thriller. Ia seperti kesatuan yang terus menyatu sejak awal hingga akhir, dan kesalahan kecil saja bisa berakhir runyam. Captain Phillips punya hal tersebut, dengan sosok dalang dibalik The Bourne Ultimatum dan The Bourne Supremacy, tapi sayangnya justru menjadikan A Hijacking tampak seperti sebuah kemasan sederhana yang megah.  

Kapten Richard Phillips (Tom Hanks), harus pergi meninggalkan istrinya Andrea (Catherine Keener) ditengah polemik pendidikan anak dan kesulitan ekonomi, untuk kemudian menjalankan tugasnya sebagai kapten kapal kontainer, Maersk Alabama. Membawa bahan makanan dari Oman dengan destinasi akhir Mombasa, Kenya, kapal tersebut telah diperingatkan untuk tetap menjaga jarak dan berada setidaknya 600 mil dari garis pantai Somalia, dengan tujuan utama untuk menghindari perompak.

Sosok menakutkan itu telah diantisipasi Richard dengan melakukan latihan simulasi. Namun celakanya disaat sedang melakukan latihan bersama bawahannya Shane Murphy (Michael Chernus) dan seluruh awak kapal, radar menunjukkan pergerakan dua buah kapal kecil yang semakin lama bergerak mendekati Maersk Alabama. Lewat kontak radio kapal tersebut mengatakan bahwa mereka adalah nelayan yang sedang melakukan pemeriksaan daerah, tapi faktanya Abduwali Abdukhadir Muse (Barkhad Abdi), Bilal (Barkhad Abdirahman), Mahat (Faysal Ahmed), dan Elmi (M. Ali) berniat menangkap ikan lainnya, bukan menggunakan jaring, melainkan dengan AK-47.


Captain Phillips dibangun dari sebuah novel yang berjudul A Captain's Duty: Somali Pirates, Navy SEALS, and Dangerous Days at Sea, by Richard Phillips. Yap, by Richard Phillips, novel tersebut ditulis oleh sosok yang juga menjadi korban utama, dan dia selamat. Sebenarnya tidak perlu untuk berputar sejauh itu, film dengan tema seperti ini sangat mudah diprediksi kemana ia akan berjalan dan dimana ia akan berakhir, sebut saja itu Argo dan Zero Dark Thirty. Oleh sebab itu perlu keterampilan yang sangat kuat untuk dapat membangun film yang destinasi akhirnya sudah diketahui semua orang, bagaimana cara ia membentuk tiap menit yang berlalu menjadi proses yang mengasyikkan. Captain Phillips punya itu, sedikit.

Paul Greengrass, sosok dibalik ketegangan memikat dua film terakhir Bourne sebelum Legacy, kembali melakukan apa yang pernah ia berikan tujuh tahun lalu di United 93, film dengan tema yang sama, pembajakan. Masih dengan ciri khasnya pada fotografi genggam dan shaky-cam yang anehnya kali ini tidak begitu mengganggu, penuh tembakan wajah (yang kerap kali menjadikan sorotan mata perompak layaknya makhluk buas), sedikit sentuhan docudrama, Greengrass kembali membuktikan bahwa ia adalah salah satu jagoan jika harus berhubungan dengan cerita rumit yang bertumpu pada ketegangan. Celakanya, di Captain Phillips hal tersebut tidak hidup hingga akhir.

Awalnya ini menjanjikan, sebuah kreasi ulang kisah nyata yang dengan mudahnya membuat anda seperti ikut berada di dalam cerita, masuk kedalam konflik yang mampu tampil ringan tanpa menjadi kaku dibalik kisah "rumit" yang ia tawarkan. Belum lagi jika melihat sebuah kejujuran yang terselip dalam cerita, dari karakter utama yang sedikit annoying, hingga para awak kapal yang merasa jengkel, berhasil berpadu bersama visual hasil tangkapan cinematography karya Barry Ackroyd dan sentuhan score dari Henry Jackman untuk memberikan anda sebuah sensasi ketegangan yang memikat. Namun kembali lagi ke hal utama, tensi dan sensasi berasal dari cerita, dan film ini hanya mampu menyajikan hal tersebut secara stabil dan total dalam jumlah yang terbatas.

Anda tahu bahwa perompak itu berhasil, Phillips dan awaknya terjebak, momen yang menjadi awal dari hilangnya secara perlahan sensasi penuh tensi yang ia berikan sebelumnya. Kita tahu di sana tidak ada lagi bahaya yang besar, tinggal berisikan proses yang celakanya justru berubah menjadi stabil tanpa dinamika yang menyenangkan. Ini memang sulit, ketika jarak antara si jahat, si baik, dan si korban sangat dekat, bukan melalui hubungan telepon yang terpisah ribuan kilometer dengan bencana dapat datang melalui kesalahan sekecil apapun karena berkaitan dengan sensitifitas, disini anda akan menyaksikan aksi negosiasi jarak dekat yang dari segi tensi tidak begitu besar dan terkadang justru terasa melelahkan akibat mengulur waktu cukup banyak.


Benar, cukup banyak, bahkan jika harus membandingkan dengan A Hijacking, film fiksi dengan tema sama yang rilis tahun ini. Tidak sepenuhnya layak memang jika membandingkan Captain Phillips dan A Hijacking, karena mereka adalah dua kemasan dengan cara yang sangat berbeda. A Hijacking menciptakan ketegangan lewat konfrontasi permainan angka jarak jauh yang cerdas, berhasil membangun kecemasan melalui dinamika thrill yang padat dan rapi. Nah, hal yang terakhir itu tidak dimiliki oleh Captain Phillips. Greengrass memang mampu memberikan permainan naik dan turun yang baik, namun tidak padat, meskipun masih jauh dari level yang menghancurkan namun banyak momen dimana anda akan kehilangan cengkraman dari bahaya yang ditawarkan oleh cerita.

Karakter berkembang dengan sangat baik, namun tidak dari ketegangan cerita yang ditulis oleh Billy Ray ini, bergerak cepat namun terlalu stabil dari sisi tensi. Greengrass seperti berupaya menyuntikkan sisi humanisme kedalam cerita agar dapat sedikit tampil kedepan, menghapus aksi kejar layaknya kucing dan tikus, namun script yang awalnya kokoh itu seperti mulai kelelahan dengan aksi mondar-mandir, dan kita seperti masuk kedalam proses yang hanya menunggu mana yang akan terjadi lebih dahulu, Phillips diselamatkan atau justru para bajak laut yang meledak akibat tekanan batin yang secara konstan hadir diwajah dan gerak tubuh mereka.

Jika memang warna melodrama itu disengaja, tidak seharunya Greengrass kemudian memasukkan aksi Navy SEAL yang terlalu overdo, bak ingin menunjukkan sisi kepahlawanan namun membuat penontonnya tersenyum miris sembari bergumam, “Hollywood style”, dalam konteks negatif. Sosok Phillips sendiri yang seharusnya mampu dibentuk agar menjadi sosok inspiratif dengan perjuangannya itu justru terasa seperti tokoh penting kedua, dibelakang Muse yang terasa lebih asyik dijadikan objek observasi karakter, walaupun jika harus berbicara masalah apakah mereka terasa nyata atau tidak, maka jawabnya adalah tidak.

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri dari berhasilnya film ini, selain sentuhan Paul Greengrass, adalah berkat kinerja Tom Hanks, baik itu dari hype hingga kualitas akting. Oscar? Tunggu dulu, meskipun ini akting terbaiknya setelah terakhir berada di level yang sama pada Cast Away, namun karakter Richard Phillips sendiri adalah tipikal makanan Hanks, terdampar, kemudian menunggu jalan keluar. Yang menarik justru Barkhad Abdi, debut, melalui sorotan mata tajam mampu menghadirkan karisma dari penjahat, yang bahkan punya peluang cukup besar untuk menjadikan penonton menaruh simpati pada karakternya.


Overall, Captain Phillips adalah film yang cukup memuaskan. Terlalu berlebihan jika harus menyebut ini adalah film yang buruk, masih ada enjoyment walaupun cukup terbatas, bahkan sebenarnya ini adalah film yang kuat dari segi teknik. Namun sayangnya rekannya yang berasal dari Denmark, A Hijacking, telah menciptakan standard baru bagi topik mengenai pembajakan kapal bagi saya, baik dari segi cerita ataupun kualitas pada intensitas thrill, dan Captain Phillips tidak dapat menyamai standard tersebut.











0 komentar :

Post a Comment