20 April 2014

Movie Review: Le Week-End (2014)


"Love dies. Only if you kill it."

Bukankah sesuatu yang indah ketika melihat sepasang kakek dan nenek berjalan berdampingan sembari bergandengan tangan dengan mesra. Indah karena mereka dapat mempertahankan cinta yang mereka punya dalam jangka waktu lama, komitmen yang pernah mereka buat ketika mengucapkan janji suci, saling berkorban untuk menjadikan pernikahan itu terus bekerja dan tidak mati. Hal manis tadi digambarkan film ini dengan menggunakan gesekan menyenangkan, Le Week-End, a sweet and mature marriage dilemma. Before Midnight lite.    

Ada ekspresi berisikan keluh dari wanita tua bernama Meg Burrows (Lindsay Duncan) ketika menanyakan pria yang duduk disampingnya apakah telah mengambil uang euro. Pria tersebut bernama Nick Burrows (Jim Broadbent), yang ketika sadar bahwa ia memang belum mengambil uang langsung bergerak, namun setelah itu tidak langsung kembali ke tempat duduknya melainkan menyendiri di ruang lain di kereta api. Pasangan yang keduanya berprofesi di bidang pendidikan itu telah menikah selama 30 tahun, sedang menuju Paris untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka dengan mengenang kembali memori masa muda mereka.

Yang menjadi masalah adalah misi mereka tidak sepenuhnya sama. Nick sejak awal telah berniat untuk membangkitkan kembali gairah cinta mereka yang kini telah terasa dingin, namun disisi lain Meg justru masih ditemani dengan rasa bosan yang ternyata telah eksis lama di pernikahan mereka, dan berupaya keluar dari situasi itu dengan cara yang berbeda. Dari taksi, memilih hotel, memilih tempat makan, hingga bertemu dengan pria bernama Morgan (Jeff Goldblum), perjalanan yang diharapkan menjadi bulan madu terbaru itu justru berubah menjadi petualangan penuh gesekan antara dua orang dewasa yang saling memeriksa jiwa mereka.


Mengapa diawal tadi ada kalimat Before Midnight lite, karena memang tidak dapat dipungkiri kisah yang seolah bergerak tanpa tujuan dan menampilkan kesan random ini akan langsung mengingatkan pada tema besar yang serupa: marriage survival. Sangat jelas disini tujuan utama yang dibawa oleh Roger Michell dan Hanif Kureishi, mengajak penonton untuk mengamati kekuatan cinta yang bekerja dalam sebuah pernikahan yang telah berlangsung lama, dari rasa bosan yang telah berpadu dengan sisi sensitif yang semakin tebal, gesekan penuh iritasi yang uniknya terselip didalam sikap penuh komitmen, rasa sayang yang tetap hadir dibalik rasa frustasi pada ekspresi wajah. Familiar. 

Menariknya lagi materi-materi tadi terbentuk dengan cara yang ringan dan santai tanpa menggerus kedalaman tiap isu. Dalam gerak liar dengan transisi cepat antara manis dan pahit permasalahan-permasalahan yang kerap anda temukan dalam sebuah pernikahan seperti bekerja sama saling menyambung untuk membuka hati dari pasangan yang takut untuk saling berbagi perasaan itu. Ada kekecewaan, ada pula sistem kekuasaan yang menggelitik, idealisme dan ego, saling tuduh, hingga mengikut sertakan permasalahan seksual, aksi saling ejek yang hampir sepenuhnya mampu mengundang senyum itu seolah menjadi perpaduan antara hitam dan putih yang ekspresif.

Hal utama yang menjadikan Le Week-End sukses menjadi petualangan singkat yang menyenangkan adalah ketika kita memperoleh atau memperdalam informasi terkait cinta tanpa terkesan sedang menghadiri kuliah penuh ceramah yang terkadang memaksa dan monoton. Layaknya Notting Hill dan Morning Glory, inti utama dipegang dengan kuat oleh Roger Michell dan kemudian kembali mengisinya dengan berbagai hal lucu menjurus bodoh yang berhasil menjadi ruang bagi humor untuk mewarnai cerita, hal-hal ringan yang dijaga dengan baik sehingga tidak melukai esensi utama cerita. Kombinasi diantara mereka menjadikan observasi berisikan refleksi dari kegagalan itu tersampaikan dengan lembut, sekalipun banyak dari mereka terasa familiar dan terbentuk sedikit mentah.


Ya anggap saja keputusan untuk tidak memperdalam tiap bagian kecil itu sebagai upaya dari Roger Michell untuk tidak memperkeruh alur cerita, yang faktanya terbukti memberikan hasil positif. Hal yang berpotensi mejadi minus itu dengan cerdik Roger Michell tutup dengan memanfaatkan lingkaran setan yang dimiliki karakternya dengan baik, sebuah siklus yang bertumpu pada sisi peka berisikan aksi tarik dan ulur yang variatif, perkelahian yang dilanjutkan dengan perdamaian, perdebatan penuh gelisah intim yang kemudian dilanjutkan oleh situasi lucu, sedikit offbeat tapi terkesan natural dan hangat serta tanpa beban yang menjadikan cerita terasa terus mengalir hidup dan terasa aktif.

Dibalik segala perpaduan mumpuni yang ia miliki pada sisi teknis dan juga cerita, Le Week-End pada dasarnya adalah sebuah studi karakter, dan Roger Michell patut berterima kasih pada para aktornya, performa mereka memberikan nilai positif yang cukup besar. Semua hal tadi dapat bekerja dengan baik juga berkat kinerja dari divisi akting yang sangat kuat, chemistry antara Jim Broadbent dan Lindsay Duncan sangat hidup, ketidakpuasan atas pernikahan itu tergambarkan dengan efektif, serius dan santai sama baiknya, Broadbent sukses menjadikan karakternya menunjukkan ironi dari pernikahan, sedangkan Duncan dibalik sikap tenang yang ia tunjukkan mampu mewakili manusia dengan kompleksitas yang mereka punya. Yang mengejutkan disini justru Jeff Goldblum, yang dalam waktu singkat menjadikan karakternya menyampaikan apa yang ada dipikiran para penonton.


Overall, Le Week-End adalah film yang memuaskan. Tidak ada yang baru pada materi yang dimiliki oleh genre ini, sebuah kisah berisikan dilema pada pernikahan yang familiar, namun cara ia dibentuk kembali yang menjadikan ini berhasil menjauh dari kesan sebuah presentasi basi. Intim dan tajam bahkan terkadang terasa haunting, dikemas dengan santai dan ringan lengkap dengan humor implisit yang mayoritas bekerja dengan baik. Beginilah pernikahan, tawa dalam suka, namun juga ada dikala duka, masalah berisikan gesekan pasti ada namun akan mudah teratasi dengan sikap berkorban dengan komitmen untuk menjadikan cinta itu terus bekerja. You can’t not love and hate the same person. Segmented.








0 komentar :

Post a Comment