04 October 2014

Review: The Rover (2014)


Fear the man with nothing left to lose.

Pasti terasa menyenangkan ya kalau film yang punya premis sederhana berhasil membuat penontonnya merasa tertarik dengan apa yang akan terjadi, kemudian menggunakan materi sederhana yang ia punya itu untuk mempermainkan penontonnya dan membuat mereka terus bertanya-tanya. Tapi bukankah segala sesuatu yang terasa berlebihan itu terkadang akan mudah untuk berakhir dengan tidak menyenangkan? Itu yang dialami oleh The Rover.

Eric (Guy Pearce), mantan soldier yang sedang berada dalam masalah terkait pekerjaan dan keluarganya, sedang berhenti di sebuah bar di pinggir jalan. Suasana damai yang ia rasakan itu tiba-tiba dikacaukan oleh sebuah truk dengan tiga orang penjahat yang baru saja melarikan diri didalamnya, Kaleb (Tawanda Manyimo), Henry (Scoot McNairy), dan Archie (David Field). Mereka mencuri mobil Eric, dan berhasil kabur setelah terlibat baku tembak. Untungnya jalan Eric untuk menemukan kembali mobilnya tidak buntu, karena ada Rey (Robert Pattinson), pria yang ditinggalkan oleh saudaranya Henry pada insiden tadi. 

The Rover ini film mudah yang perlahan-lahan mulai terasa susah. Sang sutradara, David Michôd, sebenarnya melakukan pekerjaan yang cukup baik di bagian awal, premis balas dendam menggunakan karakter anti-hero yang sangat sederhana dan dikemas dengan cepat, dan anehnya itu ternyata berhasil membuat penonton merasa penasaran dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Saya sangat suka dengan bagian awal, kayak diberikan misteri tanpa clue yang besar tapi langsung mengerti bahwa ini akan menjadi studi karakter, cerita yang seperti menjanjikan perjalanan serius tanpa kebahagiaan bersama pria yang sebenarnya hanya ingin mendapatkan kembali mobil miliknya dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan tembakan.

Sayangnya setelah itu yang diberikan oleh sosok dibalik drama kejahatan kokoh bernama Animal Kingdom ini mulai melayang-layang dan minim pesona. Iya, minim pesona, ia punya berbagai pengulangan yang menjadikan cerita yang telah gelap diawal tadi semakin gelap, setting yang panas mulai membuat panas penonton, dan dinginnya malam juga menambah kesuraman dari perjalanan yang mulai bergerak lambat ini. Penampilan dari dua aktor utamanya memang tidak buruk, Guy Pearce menampilkan gejolak yang bagus, dan Robert Pattinson juga tampil baik dengan rasa gugup yang selalu ia berikan, tapi potensi yang besar di bagian pembuka itu mati karena materi yang ternyata semakin lama semakin tidak mumpuni, semakin tidak menarik dalam cara ia dikemas. 

The Rover menjadi kurang menarik karena terlalu lama flirting dengan penonton, dengan score yang tajam kita seperti di set untuk bermain dengan atmosfir cerita, kita dibiarkan bertanya-tanya ketika mengamati karakter yang sangat mudah terasa seperti mengemis empati pada penonton. Celakanya itu tidak berhasil, bagi saya, karena narasi tidak punya kepadatan yang menarik, rasa tertarik penonton tidak bisa ia jaga dengan baik, kekerasan dan kebrutalan terus hadir tapi mereka terasa datar, pusat cerita tidak mampu ia jaga kekuatannya dan setelah hal-hal disekitarnya tampil berantakan, ini terasa menjengkelkan. Membosankan? Mungkin, tapi menjengkelkan itu pasti, ketika intensitas itu mulai melemah dan segala perjuangan menjadi terasa sia-sia.   

Bukan merupakan sebuah film drama yang buruk sih memang, tapi ada ekspektasi yang cukup tinggi dengan nama David Michôd sebagai kreator utama itu. Tapi bukannya memperoleh hiburan yang sama mengasyikkan seperti Animal Kingdom, The Rover justru memberikan petualangan panjang berisikan kekerasan dengan nada destruktif yang datar, kurang powerfull, semua akibat narasi yang kurang padat atau terlalu longgar, sehingga meskipun mereka tampil baik Guy Pearce dan Robert Pattinson tidak memperoleh bantuan agar apa yang mereka berikan meninggalkan makna yang berkesan.







0 komentar :

Post a Comment