13 August 2015

Review: Dark Places (2015)


"The truly frightening flaw in humanity is our capacity for cruelty - we all have it."

Jika kamu tahu bahwa Dark Places di angkat dari novel dengan judul yang sama karya Gillian Flynn, wanita yang notabene juga merupakan penulis Gone Girl, maka tidak ada salahnya untuk sedikit menarik ekspektasi kamu. Secara basic dua novel tersebut punya sentuhan yang sama dari Gillian Flynn, ia mampu memutar-mutar pembaca dengan misteri dan alur non-linear tapi ketika telah di pindahkan kedalam bentuk film hasil dari keduanya juga berbeda. Tahun lalu saya menyebut Gone Girl sebagai salah satu film thriller terlezat di 2014, tapi jika Gone Girl ibarat spaghetti dengan saus yang begitu lezat maka Dark Places ibarat sebuah mie instan yang masih mampu membuat kenyang.    

Libby Day (Charlize Theron) masih menyimpan trauma yang sangat dalam pada peristiwa pembunuhan brutal yang menimpa keluarganya ketika ia masih berusia tujuh tahun. Dua saudara perempuan Libby serta sang ibu, Patty (Christina Hendricks), tewas, dan kakak laki-lakinya Ben (Tye Sheridan/ Corey Stoll) menanggung beban kejahatan tersebut. Dua puluh lima tahun kemudian Libby berada dalam kondisi ekonomi yang sulit dan kemudian memaksanya menerima tawaran dari Lyle (Nicholas Hoult), anggota  kelompok detektif amatir "The Kill Club,” yang meminta Libby memecahkan pertanyaan-pertanyaan dari peristiwa kejahatan tentang pembantaian. Namun aksi eksplorasi yang Libby lakukan pada kasus tersebut ternyata ikut menghidupkan kembali masa lalu kelamnya. 



Karena secara basis mereka sama maka cukup sulit untuk tidak sedikit membandingkan Dark Places dengan Gone Girl di dalam review kali ini terlebih eksekusi dari Gilles Paquet-Brenner juga tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh David Fincher dalam hal alur cerita. Masalahnya adalah Gilles Paquet-Brenner kurang berhasil melakukan apa yang Fincher lakukan dalam mempermainkan penontonnya, memainkan tema gelap menjadi sebuah kegelapan yang menarik di lengkapi dengan aksi lompat bolak-balik serta kilas balik dan permainan perspektif yang menyenangkan. Gilles Paquet-Brenner membuat materi potensial Dark Places tampil terlalu kaku, dan dampaknya ada pada faktor utama yang penonton inginkan dari sebuah film misteri.



Dark Places merupakan kisah tentang orang-orang putus asa yang kemudian melakukan berbagai hal nekat didalam dunia yang telah gila ini, dan itu berhasil Gilles Paquet-Brenner hidupkan dengan baik. Yang jadi kendala adalah sebagai sebuah petualangan misteri Dark Places terasa kurang nendang dalam hal mencengkeram penonton didalam cerita. Memang ada beberapa sajian intrik yang oke bahkan penyajian yang terasa sedikit sama beratnya dengan Gone Girl juga mampu menampilkan alur non-linear itu dengan baik, tapi ketika depresi dan putus asa dari karakter yang mencoba keluar dari mimpi buruk itu semakin tumbuh kearah positif di sisi sebaliknya rasa ingin tahu penonton justru terasa stagnan.



Gilles Paquet-Brenner seperti menaruh fokus yang begitu besar pada usaha agar cerita mampu menciptakan kesempatan bagi para karakter untuk bersinar, dan sayangnya itu justru seperti membuat kesempatan bagi cerita “mempermainkan” penontonnya menjadi terbatas. Bukan berarti Dark Places tidak punya ketegangan sebagai sebuah film misteri, ia punya, tapi mayoritas di bebankan kepada karakter sedangkan cerita sendiri lebih sering tampak mondar-mandir dengan perasaan putus asa dan bingung yang menjadikan mode menunggu bagi penonton kerap hadir. Pada beberapa kesempatan memang akan muncul kejutan didalam cerita tapi dengan atensi penonton yang perlahan semakin kuat pada karakter dampak dari kejutan itu akan terasa kurang impresif. 



Penyebab dari kurang impresifnya cerita adalah karena daya tarik mereka di curi oleh karakter. Saya suka dengan karakter-karakter di Dark Places ini, mereka cukup mampu membuat penonton menaruh empati dan simpati pada kesulitan yang mereka alami tapi sesekali juga mampu membuat kamu menaruh rasa kesal padanya, meskipun secara tampilan fisik mereka kurang klik dengan penggambaran di novel. Masing-masing dari mereka mayoritas punya peran penting dalam menjalankan cerita dan sedikit mempermainkan emosi penontonnya. Charlize Theron kinerjanya sebagai wanita yang rusak terasa menarik tapi beberapa karakter pendukung sempat berulang kali mencuri perhatian ketika karakter Libby sedikit goyah. Bintang lain di sektor ini adalah Christina Hendricks, menjadikan karakter Patty bukan hanya sekedar memajukan cerita dengan kilas balik tapi menjadikan sisi drama semakin menarik empati penonton. 



Memang terasa sedikit kecewa pada Dark Places terutama ketika mereka perlahan-lahan tampak ingin menjadi sebuah film misteri yang menaruh fokus pada bagaimana mengecoh penonton dengan beberapa tikungan. Dark Places juga tidak di sokong dengan permainan atmosfir yang oke sehingga narasi yang terasa hemat itu kerap kehilangan daya cengkeram miliknya, walaupun kisah gelap ini masih mampu memberikan kenikmatan lewat misteri serta beberapa karakter yang terhitung oke dalam menggambarkan dunia mereka yang gelap itu. Proses editing selama 15 bulan meninggalkan dampak yang besar bagi Dark Places. 








0 komentar :

Post a Comment