12 May 2016

Movie Review: Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016)


“Senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan.”

Tidak mudah untuk menemukan film Indonesia yang terasa adiktif, film yang mampu membuat penontonnya tidak hanya sekedar tersenyum puas bersama rasa gembira ketika ia telah berakhir namun juga meninggalkan mereka dengan perasaan ingin untuk mengulang kembali petualangan yang baru saja mereka saksikan. Film ini berhasil melakukan hal tersebut. Rekonsiliasi isi hati penuh dengan gesekan rasa benci tapi rindu yang menggoda, gejolak cinta remaja yang kini telah dewasa dibalut dengan sense of nostalgia, situasi now or never dalam petualangan sederhana namun rumit di Yogyakarta, mari sambut kembali mereka, Rangga dan Cinta. Ada Apa dengan Cinta? 2: when memory packaged nicely. Karena aku ingin kamu, itu saja.

Empat belas tahun yang lalu, setelah “bermain-main” dengan perasaan pria bernama Rangga (Nicholas Saputra) memilih untuk pergi ke New York dan meninggalkan “wanitanya” kala itu, Cinta (Dian Sastrowardoyo), dalam sebuah perpisahan yang sangat dramatis di bandara. Kala itu Rangga berjanji dalam puisinya yang mengandung purnama bahwa ia akan kembali. Mereka memang kembali bertemu setelah itu namun selama hampir satu dekade kemudian Rangga seperti tidak lagi bertemu dengan purnama yang mengingatkannya akan janjinya kepada Cinta. Di jaman yang telah canggih long-distance relationship di antara mereka berubah menjadi kisah asmara yang dingin lewat “puisi” singkat di secarik kertas dari Rangga untuk Cinta.

Rangga dan Cinta belajar bahwa mereka berada di dalam sebuah hubungan tanpa kejelasan. Cinta move on, namun bagaimana dengan Rangga? Menariknya purnama seperti muncul kembali setelah menghilang lama, Cinta yang sedang berlibur bersama sahabatnya Maura (Titi Kamal), Milly (Sissy Priscillia), dan Karmen (Adinia Wirasti) di Yogyakarta kembali harus berhadapan dengan masa lalunya. Sebuah “panggilan” dari ibunya membawa Rangga pulang ke Indonesia, lebih tepatnya pulang ke Yogyakarta. Rangga bertemu Cinta, namun apa yang kemudian terjadi di pertemuan tersebut ternyata tidak hanya sekedar upaya penjelasan dan mencari kejelasan dari apa yang telah terjadi selama ini. 


Kata yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan Ada Apa dengan Cinta 2 adalah nostalgia. You know, seperti fitur find alumni dari salah satu aplikasi instant messaging yang membawa Cinta bertemu kembali dengan Rangga dua tahun yang lalu ini merupakan sebuah reuni di mana kita bertemu kembali dengan sosok-sosok lama yang sebelumnya pernah kita kenal dan kagumi. Salah satu alasan mengapa Ada Apa dengan Cinta? (AADC) masih begitu lekat memiliki image sebagai salah satu film romance dengan “feel” terbaik di industri perfilman Indonesia adalah dalam bahasa sederhananya ia seperti sebuah hangout, ia membawa penonton untuk merasa terlibat dan menjadi bagian dari kehidupan tokoh-tokohnya dan kisah cinta antara Rangga dan Cinta kala itu. So, tidak heran ketika sebuah akhir yang menggantung itu hadir kita tidak hanya sekedar ditinggalkan dengan sebuah perasaan belum tuntas, kita juga seolah melepas pergi sahabat kita.

Hal tersebut merupakan keuntungan besar yang Ada Apa dengan Cinta? 2 peroleh dari pendahulunya, kini penonton bersiap menyambut kembali sahabat mereka, kembali dengan formula hangout. Walaupun begitu misi film ini tidak sesederhana itu, ia harus menjawab apa yang belum terjawab terutama terkait perasaan cinta di antara dua tokoh utamanya, ia juga harus menceritakan hal-hal yang telah terjadi selama satu dekade atau puluhan bahkan mungkin ratusan purnama ketika Rangga terpisah dari Cinta. Dua hal penting tadi berhasil ditampilkan atau disajikan dengan baik oleh Riri Riza yang disokong dengan understated script olahan Mira Lesmana dan Prima Rusdi. Menggunakan konsep yang lebih condong kearah feeling development AADC2 secara perlahan namun tidak berlebihan mengupas satu per satu jawaban yang penonton ingin temukan sejak awal tentu saja dengan fokus utama pada kisah cinta antara Rangga dan Cinta.


Empat belas tahun bukanlah waktu yang singkat namun menariknya setelah tertidur begitu lama Ada Apa dengan Cinta 2 tidak menemukan kendala yang berarti untuk melanjutkan baton yang telah diciptakan pendahulunya.  Dari sektor cerita formulanya ternyata masih sama, sedari sinopsis Miles dan Prima Rusdi mencoba melempar berbagai ide atau gagasan dari kisah asmara, persahabatan, hingga hubungan antara orangtua dan anaknya. Yang menarik adalah jika di AADC mereka campur aduk sehingga kedalaman masing-masing isu terasa biasa di sini fokus utama ditampilkan dengan kuat. Memang di awal terasa sedikit draggy bahkan rasa canggung terasa begitu kental, namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Wajar memang, perlu waktu agar karakter dan konflik dapat terbentuk dan klik, namun yang hadir selanjutnya akan selalu ditemani dengan senyum penonton ketika menyaksikan Rangga dan Cinta bermain tarik dan ulur mencoba membangun kembali “love electricity” di antara mereka.

Berbicara tentang cerita sebenarnya film ini tidak special, dialog juga cenderung di set untuk bermain di level antara puitis dan modern, namun meskipun dinamikanya tidak selalu kuat di semua bagian feeling development dari Ada Apa dengan Cinta 2 mampu untuk terus tumbuh menjadi lebih dan lebih menarik. Sumbernya bukan hanya dari kemampuan Riri Riza dalam membentuk rasa nostalgia yang sukses menghipnotis penontonnya saja tapi cara ia “memanfaatkan” karakter dan cerita dalam eksposisi yang tarik-ulur untuk menampilkan gejolak cinta. Di awal kita tahu “kondisi” Cinta, seolah tampak sulit kita lalu menilai ini hanya akan menjadi sebuah usaha rekonsiliasi isi hati, tapi hingga akhir selalu eksis gesekan yang membuat penontonnya bergumam “come on Rangga” atau “yang mana Cin?” di dalam hati. Itu mengapa selain Mamet yang masih bernasib sama ada sosok lain yang juga kurang beruntung di film ini, karena sampai akhir you'll want him lost to Rangga.


Kompleksitas rasa cinta yang digambarkan secara sederhana juga menjadi salah satu hal terbaik dari Ada Apa dengan Cinta 2. Banyak isu kecil yang coba dituturkan film ini kepada penontonnya tapi Riri Riza mampu jaga untuk tetap tampil dalam batasan yang hangat, hanya gejolak perasaan antara Rangga dan Cinta yang terus dibakar semakin besar. Walaupun begitu AADC2 dapat dikatakan sebagai kemasan yang tricky karena “kerumitan” yang dimiliki oleh cerita tidak ditampilkan secara frontal. Tidak bisa hanya sekedar diamati saja, pertarungan batin dan ego masing-masing dari Rangga dan Cinta untuk memilih juga harus anda rasakan karena di sana letak pesona terbesar film ini. Jika tidak maka kesan yang dihasilkan film ini adalah hanya berputar-putar di Yogyakarta tanpa banyak hal yang terjadi di antara dua karakter utama, dan ujungnya akan membuat beberapa “kejutan” yang hadir setelah itu akan terasa aneh.

Spotlight lain dari film ini tentu saja karakter. Perubahan yang dialami masing-masing karakter berhasil dikemas dengan baik, cara pengungkapan apa yang terjadi pada mereka selama ini juga sama baiknya. Yang paling menarik dari cast adalah mereka mampu menampilkan karakternya sebagai versi dewasa dari karakter mereka di film pertama. Getaran cinta AADC2 bersumber dari chemistry antara Nicholas Saputra (Mas Rangga, sabuk pengamannya) dan Dian Sastrowardoyo, keduanya sukses menciptakan situasi yang natural ketika sepasang mantan kekasih bertemu kembali setelah terpisah begitu lama, dari rasa canggung dan bingung sampai dengan kondisi bimbang terhadap perasaan satu sama lain. Sementara itu Geng Cinta memiliki fungsi yang sangat baik dalam membangun konflik utama cerita, Titi Kamal, Sissy Priscillia, dan Adinia Wirasti kembali tampil dengan tik-tok yang mumpuni meskipun cukup disayangkan kita tidak lagi bertemu Alya. Adinia Wirasti yang paling kuat di antara Geng Cinta, Karmen membawa rasa segar dan membuat anda ingin mengenalnya secara lebih mendalam.


A new lover is possible if you end things properly, itu dasar utama film ini, dan dari sana kita dibawa berangkat menuju sebuah petualangan yang cerdik dalam menggoda, sebuah kesederhanaan dalam kompleksitas yang berhasil menjawab berbagai pertanyaan yang selama ini tertunda di antara Rangga dan Cinta. Ini bukan sebuah sajian romance yang luar biasa jika hanya anda amati, namun ketika anda coba rasakan maka anda akan menemukan sebuah usaha "feeling development" yang dengan cermat memanfaatkan love electricity di antara dua karakter utamanya. Sebuah hangout kental dengan rasa nostalgia yang membuat penontonnya menahan nafas sampai baper (bukan bawa perut) akibat tenggelam dalam kisah cinta Rangga dan Cinta, Ada Apa dengan Cinta 2 berhasil menjadi kumpulan memori yang dikemas dengan mumpuni, kelanjutan dari sebuah legenda yang menyenangkan dan bijaksana.







0 komentar :

Post a Comment