Showing posts with label Jesse Eisenberg. Show all posts
Showing posts with label Jesse Eisenberg. Show all posts

Movie Review: Vivarium (2019)


“Creepy little mutant.”
Tidak semua film hadir untuk mengajak penonton mengamati sebuah masalah lalu menyelesaikannya dengan cara yang mudah, ada dari mereka yang justru hadir untuk mencoba “mengguncang” penonton dengan berbagai masalah lewat misteri yang unik dan bahkan terasa aneh. Diselesaikan atau tidaknya masalah tersebut bukan fokus utama mereka, namun kesuksesan diukur dari seberapa besar provokasi yang berhasil mereka tinggalkan bagi penonton. ‘Vivarium’ : a fun and creepy little experiment.

Review: Cafe Society (2016)


“Life is a comedy, written by a sadistic comedy writer.”

Saya telah menulis dua review di blog ini untuk film yang disutradarai oleh Woody Allen, dan pembuka dua review itu kurang lebih identik, yaitu rasa kagum pada “dedikasi” tinggi Woody Allen terhadap industri film. Tetap berusaha untuk menulis sendiri naskah dari film yang ia sutradarai tentu merupakan sebuah effort yang patut diapresiasi namun akibatnya hasil yang dicapai film-film Woody Allen kerap hit or miss, hollywood "fantasy" hingga romance patah hati dengan dialog “sinis” yang terasa elegan namun ada pula yang terasa outdated. Di mana CafĂ© Society berdiri? Sebuah omong kosong yang ompong atau sebuah tragicomedy yang mumpuni?

Review: Now You See Me 2 (2016)


“The greatest magic trick ever created.”

Anggapan bahwa sebuah sajian yang thrilling harus memiliki "kehebohan" dalam presentasi yang bergerak cepat tidak sepenuhnya salah, namun tanpa “konteks” yang menarik di dalamnya tidak peduli seberapa heboh dan cepat gerak yang ia hasilkan sajian tersebut akan begitu mudah pula untuk terasa kosong. Mereka yang telah menyaksikan Now You See Me tentu akan paham atau mengerti bahwa Now You See Me 2 in the end punya potensi akan kembali berakhir sebagai sebuah rencana “cheat” atau manipulasi dengan menggunakan magic yang mencoba tampak luar biasa. Hal tersebut memang kembali terjadi di sini, namun kali ini in a bad way. Now You See Me 2 adalah another bullshit yang lebih “heboh” dan arogan.

Review: The End Of The Tour (2015)


Mayoritas dari kamu mungkin tahu dengan akronim YOLO (you only live once) yang punya makna kamu harus menikmati semaksimal mungkin kehidupan yang kamu jalani sekarang, tapi cara memahami konsep tadi sebenarnya cukup beragam. Mereka yang hidup dengan pola easygoing akan mudah menerapkan hal tadi dengan hidup jauh dari stress misalnya, tapi disisi lain ada juga mereka yang justru menjadi terbeban dan seringkali pikiran milik mereka tidak hidup di present time, overthinking dan akhirnya lelah dengan kehidupan. Itu isi dari The End of Tour, petualangan unik tentang manusia yang sederhana tapi powerful, dan seksi.

Review: American Ultra (2015)


"He killed two operatives with a spoon, sir."

Apakah kamu mengakui eksistensi sebuah perasaan yang disebut guilty pleasure? Contohnya ketika selesai menyaksikan sebuah film kamu akan menilai ia sebagai hiburan yang tidak istimewa, konyol, bahkan bodoh, tapi disisi lain kamu juga puas dengan sensasi atau hasil yang diberikan oleh film tersebut. Seperti itulah American Ultra ini, petualangan liar yang konyol, bodoh, tidak istimewa, namun anehnya mampu menghibur dan tidak menyebalkan. An enjoyable mess.

Movie Review: The Double (2013)


"I'm like Pinocchio. I'm a wooden boy."

Keberhasilan itu datang dari usaha kita sendiri, bukan dari pemberian orang lain. Terkadang rasa ragu dan takut yang sering kali menjadi penghalang terwujud kalimat tadi, sikap tidak berani mengambil aksi yang justru menciptakan ruang dan kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain, dan memberikan dampak buruk bagi kita. Isu tersebut yang coba dibawa oleh film ini dengan mengandalkan mitologi doppelganger yang konon menjadi pertanda sebuah bad luck, dikemas dengan serius dan santai bersama komedi dan drama percintaan. The Double, a creepy and funny psychological (and maybe love) story.

Movie Review: Rio 2 (2014)


"We're not people, we're birds. We have to get out into wild and be birds, Blu!"

Harus menjadi lebih besar, harus menjadi lebih menarik, harus menjadi lebih menyenangkan, dan masih banyak lagi “harus menjadi lebih” dalam konteks positif yang disandang oleh sebuah film dengan status sekuel. Yang kerap menjadi masalah adalah hal tersebut juga menjadi awal terciptanya beban yang jika tidak dapat di kendalikan dengan baik justru akan membawa dampak negatif. Rio adalah lima besar animasi terbaik versi rorypnm tiga tahun lalu, dan ada sebuah rintangan bagi penerusnya ini untuk mencapai hal yang sama. Rio 2, an unfocused random party animation which seems confused when deliver a lot of important message.

Movie Review: Now You See Me (2013)


"Look closely, because the closer you think you are, the less you’ll actually see."

Kalimat tersebut sebenarnya punya sebuah tugas yang sangat besar, sebagai bentuk dari peringatan dini atau mungkin petunjuk film ini kepada calon penontonnya pada cara terbaik untuk dapat menikmati suguhan yang akan ia berikan. Layaknya aksi sulap, mereka ingin agar anda tidak terlalu serius meskipun akan ada balutan tema heist didalamnya. Ya ya, don't take it too serious, he said. Oke, i'll take it lightly, i said from beginning. But, seriously, it was a farce, gentlemen.

Movie Review: To Rome with Love (2012)


Kesempatan terkadang hanya datang sekali, dan perlu sebuah keberanian yang besar untuk memutuskan apakah anda akan melakukannya, atau tidak. Jelas akan timbul rasa ragu dalam prosesnya, karena opsi gagal tentu saja akan tetap hadir. Itu yang coba diangkat oleh Woody Allen dalam film ini, dengan latar kota Roma yang romantis, dan dibumbui banyak konflik, membawa anda menyaksikan petualangan cinta yang berlandaskan rasa percaya.