15 November 2012

Movie Review: Rust and Bone (2012)


Air dan api sesungguhnya adalah kombinasi yang sangat baik, karena mereka saling melengkapi. Hal tersebut juga terjadi ketika anda membangun hubungan asmara. Perpaduan antara kekurangan serta kelebihan yang anda dan pasangan anda miliki akan menghasilkan kombinasi yang kuat dalam hubungan anda. Alain van Versch (Matthias Schoenaerts), seorang pengangguran yang bersama anaknya keluar dari Belgia, jatuh cinta kepada seorang wanita yang justru memiliki minus yang besar pada fisiknya.

Dibuka dengan Alain dan anaknya Sam yang sedang berjalan kaki, kemudian makan makanan sisa didalam kereta api, anda dapat dengan mudah menebak latar belakang yang dimiliki oleh Alain. Ya, pria yang pernah berlatih martial arts ini sangat unggul di otot, namun kurang begitu cerdas. Hal tersebut yang akhirnya menyebabkan ia menerima pekerjaan sebagai security di sebuah klub malam, untuk memenuhi kebutuhannya bersama Sam, meskipun mereka kini tinggal dirumah kakak perempuannya di utara Prancis.


Namun nasib berkata lain, karena lewat pekerjaan itu Alain bertemu Stéphanie (Marion Cotillard), seorang pelatih paus berparas cantik, yang dimalam itu terlibat perkelahian dengan seorang pria, yang menyebabkan Alain harus mengantarkan Stéphanie kerumah. Hanya nomor telepon yang ia tinggalkan kepada Stéphanie, tanpa banyak kenangan yang berarti, namun ternyata sudah cukup membuat Stéphanie memiliki kepercayaan pada Alain, bahkan ketika ia mengalami tragedi yang mengakibatkan kakinya harus diamputasi (terlalu awal, hanya bagian minor, dan tidak merusak cerita). Ya, anda akan tahu siapa sahabat anda sebenarnya ketika anda berada dalam situasi duka.

Rust and Bone (De rouille et d'os) adalah film yang menarik. Memang anda tidak akan menemukan kejutan besar dari segi cerita, dan itu mengapa saya diatas membocorkan beberapa konflik kecil bagian dari cerita. Semuanya jelas, anda menemukan seorang pria yang menjalani hidupnya dengan sangat santai, bertemu dengan wanita serius yang sedang depresi. Sisanya, permainan emosi yang dalam ciri khas film dengan genre romance.

Jacques Audiard memberikan sebuah tampilan visual yang sangat indah lewat cinematography karya Stéphane Fontaine. Banyak scene yang seolah tampak seperti sebuah puisi yang bisu, berhasil membawa saya merasakan kondisi yang terjadi hanya melalui tampilan gambar tanpa disertai dialog dari karakter. Rasa bahagia, sedih, sakit, rindu, hingga intimitas sebuah hubungan berhasil digambarkan dengan baik. Ditambah dengan score yang baik, lengkap sudah sisi teknis yang dimiliki film ini untuk membentuk sebuah kemasan yang kuat.


Mungkin yang sedikit menggangu saya adalah dari segi cerita. Audiard memang berhasil mengarahkan cerita yang ia miliki untuk terus menciptakan daya tarik sepanjang film, dan mampu menciptakan permainan emosi yang apik antar karakter. Berjalan pelan dengan dua konflik yang terus membayangi, di seperempat bagian akhir Audiard mencoba mengangkat konflik lain yang justru menjadikan cerita yang telah ia bangun tampak kehilangan fokusnya. Ya, konflik itu hadir untuk membuat cerita berputar kembali satu bagian kebelakang, dan membuka jalan untuk akhir dari cerita. Namun menurut saya itu yang menyebabkan minus untuk film ini, konflik konyol yang menjadikan ending terasa kurasa nendang.

Dua pemeran utama memberikan performa yang memukau. Keberhasilan Matthias Schoenaerts sangat terlihat dengan jelas ketika ia mampu membentuk Alain untuk menjadi tokoh yang tidak layak anda cintai. Alain yang terlalu santai dan sedikit kasar berhasil dibentuk dengan baik oleh Schoenaerts, yang pada akhirnya menjadikan saya membenci Alain. Kemudian Marion Cotillard. Sepertinya perlu dua paragraph untuk menjelaskan secara detail kekaguman saya pada penampilan brilliant dari Cotillard. Cotillard berhasil menghidupkan Stéphanie. Ya, Stéphanie terasa sangat nyata. Permainan emosi yang ditampilkan oleh Cotillard juga terasa sangat dalam dan menekan. Yang saya suka, Cotillard menunjukkan itu hanya dengan ekpresi wajahnya, tanpa disertai gerakan yang berlebihan. Kondisi dimana Stéphanie sedih, kaget, penuh pengharapan, bahagia, hingga bergairah semua dieksekusi dengan baik oleh Cotillard. Hmmm, bagi saya untuk sementara Marion Cotillard adalah aktris terbaik tahun ini, menggeser Rachel Weisz (The Deep Blue Sea) dan Michelle Williams (Take This Waltzs).


Overall, Rust and Bone (De rouille et d'os) adalah film yang memuaskan. Kinerja yang baik dan efektif dari Jacques Audiard, dibantu dengan tampilan visual dan musik yang indah dari Alexandre Desplat, film ini sukses menghantarkan pesan yang mereka bawa. Ceritanya memang tidak megah apalagi istimewa. Namun kinerja dari semua elemen film, terutama penampilan memukau dari Marion Cotillard, menjadikan Rust and Bone sebagai sebuah kemasan drama romance yang kuat dan menghibur. 

Score: 8,25/10

0 komentar :

Post a Comment