25 March 2014

Movie Review: Only Lovers Left Alive (2013)


Apa definisi vampire bagi anda? Makhluk yang tidak termasuk kategori manusia, punya gairah luar biasa dibalik kebutuhan akan darah untuk mempertahankan keabadian yang mereka miliki. Nah, bagaimana jika vampire justru dibentuk dalam cara berbeda dengan sedikit modifikasi kecil, masih mempunyai ketergantungan pada darah serta memiliki gairah luar biasa, namun kesehariannya berisikan kegiatan monoton dengan ekspresi gelap dan lesu. Only Lovers Left Alive, an unique and funny style over substance package about vampire in depression. It make vampire becomes an interesting creature.    

Tentu tidak ada yang salah pada sikap sedikit sombong yang dimiliki oleh Adam (Tom Hiddleston), seorang vampire yang berprofesi sebagai musisi penuh dengan sikap idealis tingkat tinggi, dan telah hidup ratusan tahun. Segenggam uang akan dengan mudah ia berikan kepada Ian (Anton Yelchin), dan juga Doctor Watson (Jeffrey Wright), asalkan dua manusia (yang ia juluki sebagai zombie) ini mau memberikan dan membantu apa yang ia perlukan, apa yang ia suka, tidak peduli seberapa mahal harganya. Namun ada hal unik yang dimiliki, memilih bersifat tertutup dari dunia luar karena ia merasa sedih dengan kondisi dunia modern disekitarnya.

Ketika mereka melakukan sebuah chat unik, kondisi muram Adam tertangkap oleh mata istrinya yang tinggal jauh di Tangier, Maroko, Eve (Tilda Swinton), yang juga masih dapat bertahan hidup berkat bantuan seorang pria bernama Marlowe (John Hurt). Eve kemudian memutuskan untuk datang ke Detroit, walaupun harus menggunakan penerbangan yang berangkat dan tiba tepat di malam hari karena keterbatasan yang mereka miliki. Mereka bersatu dan kenikmatan itu memang berhasil hadir, dari catur, es darah, hingga musik dan tarian, namun tanpa mereka sadari ada sebuah krisis yang juga mengintai mereka.


Jujur saja ini dangkal, sangat dangkal malah jika melihat sinopsis diatas tadi. Jika ada pertanyaan film apa yang membuat penontonnya masih terus bertanya apa motif utama sembari bermain bersama rasa penasaran tepat ketika durasi telah menyentuh setengahnya, maka Only Lovers Left Alive adalah salah satunya. Ini akan tampak seperti sebuah lamunan off-beat tanpa tujuan, dan mereka yang sejak awal telah menaruh ekspektasi terkait sisi vampire yang ia usung mungkin akan memperoleh rasa kecewa. Namun justru itu menariknya, Jim Jarmusch seperti hanya meminjam setting awal, dan dari sana ia mulai membawa penonton menjelajah sisi lain karakter pecinta darah ini.

Ini bukan horror yang kuat, hanya sebatas sebuah drama konvensional dengan unsur romance yang juga tidak kalah klasiknya. Tapi apa yang menjadikan Only Lovers Left Alive tampak segar adalah ketika sejak awal Jim Jarmusch walaupun masih memberikan sebuah sisi ambigu namun ia sudah memastikan bahwa ini hanya sebatas arena bersenang-senang. Ia tidak mau sibuk dengan cerita, tidak ingin memberikan sebuah tipuan dengan penggunaan berbagai alur kompleks dan menjanjikan sesuatu yang besar, tampil sederhana, santai malah, tapi ada sebuah irama serta dinamika cerita mengasyikkan yang sukses ia bentuk disini, menjadikan penonton terus tertarik dan tertarik walaupun faktanya mereka tidak pernah digali terlalu dalam.

Ini yang kemudian menjadikan Only Lovers Left Alive terasa aneh. Terkadang ia terkesan sombong seolah ingin show-off bersama hal-hal filosofis dengan nada mencoba puitis seperti seni, sastra, ilmu pengetahuan, hingga musik dengan mengandalkan informasi yang hadir ketika mereka menyentuh suatu barang, ia juga tidak memberikan penjelasan dari materi sederhana yang terkesan malas dan tidak mau dikembangkan sehingga berpotensi menghadirkan rasa frustasi. Tapi ada pendekatan yang menarik terkait isu utama disini, menggunakan keabadian yang telah lekat dengan karakter vampire sebagai pusat, dan kemudian dikembangkan dalam bentuk beberapa sketsa ukuran kecil untuk menggelitik budaya modern penuh hedonisme dan rasa ketidakpedulian.


Menariknya lagi nilai positif tadi Jim Jarmusch bangun dalam sebuah jalur penelusuran hanya dengan menggunakan materi-materi simple dalam bentuk implisit, sama tersembunyinya dengan elemen humor yang secara mengejutkan bekerja dengan sangat baik. Yap, banyak humor yang sukses melakukan klik dengan halus kedalam cerita, memang tidak menghadirkan tawa skala besar namun mampu memberikan variasi yang menyegarkan, seolah mengisi kondisi dingin cerita dalam gerak mondar-mandir yang sedikit bertele-tele. Begitupula dengan musik dan sinematografi yang digunakan, tidak mewah namun tidak hanya berperan penting dalam membentuk style cerita tapi ikut serta menjaga daya tarik walaupun diantara mereka didominasi warna muram.

Sayangnya mungkin ini akan terasa segmented. Only Lovers Left Alive akan sulit memuaskan penonton yang tidak ingin terjebak dalam suatu ruangan cerita tanpa pergerakan yang besar. Tapi meskipun terkesan sempit script yang dibentuk oleh Jim Jarmusch setidaknya dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang efektif. Beberapa komentar sosial tersampaikan dalam bentuk point kecil, referensi dan informasi sejarah juga tidak berubah menjadi sesuatu yang menjengkelkan, serta ada humor yang menyenangkan, bahkan disisi romance sebenarnya ikut pula hadir sebuah penggambaran dari sebuah hubungan antara kekuatan yang dimiliki cinta terhadap waktu, meskipun mereka sebenarnya tidak menjadi hal yang begitu penting karena Jim Jarmusch sebatas ingin bersenang-senang dengan bertumpu pada isu utama.

Tapi jika anda bertanya apa elemen paling menarik dari film ini, jawabnya adalah chemistry antara Tom Hiddleston dan Tilda Swinton. Dua kinerja yang mumpuni terlebih jika menilik sebenarnya Hiddleston dan Swinton tidak memperoleh materi yang kuat, tapi mereka berhasil menciptakan sebuah keseimbangan yang menarik diantara dua karakter utama. Dangkal, tapi gesekan cinta itu ada, memberikan sisi pedih, lesu, dingin, kadang juga tampil seksi dengan wajah pucat dan kacamata hitam mereka di tengah suasana muram dimalam hari. Pemeran pendukung juga mampu memanfaatkan kesempatan mereka, dari Anton Yelchin dan Jeffrey Wright yang tampil lucu, serta Mia Wasikowska yang sukses sedikit mempermainkan irama.


Overall, Only Lovers Left Alive adalah film yang memuaskan. Sempit dan dangkal, mereka seperti disengaja oleh Jim Jarmusch untuk menjadi bagian dari arena dimana ia hendak menyajikan sebuah isu modern dengan cara bergembira dalam kegelapan, pendekatan yang efektif dengan bantuan irama penceritaan yang menarik dan adiktif. Ini adalah film pertama karya dari Jim Jarmusch yang saya tonton (pathetic isn’t? that’s because I’m still newbie), dan hadir sebuah klik yang menarik pada style ia bercerita, misi utama yang fokus, bermain-main bersama nada depresif bahkan heartbreaking, namun terasa variatif dengan humor-humor implisit yang bekerja dengan baik. Surprisingly funny. Segmented.







Screened at 2014 Indonesia Arts Festival

0 komentar :

Post a Comment