02 November 2014

Movie Review: John Wick (2014)


"Everything has a price."

Jika anda pernah merasakan kesedihan yang teramat dalam, anda pasti akan tahu bagaimana rasa kesal ketika disaat yang sama hadir masalah baru yang mencoba menganggu. Biasanya ledakan yang akan muncul pada situasi tersebut akan dua, tiga, empat, bahkan n kali lebih besar dari amarah normal anda. Konsep tersebut yang digunakan film ini untuk memberikan salah satu hiburan action terbaik tahun ini, John Wick: don't mess with “siCK” people, especially if he’s a WIzard.

John Wick (Keanu Reeves) masih belum mampu untuk move on dari rasa sedih akibat ketiadaan istrinya Helen Wick (Bridget Moynahan) yang baru saja meninggal dunia, berulang kali video kenangan di ponsel itu ia putar untuk kembali mengenang Helen. Tapi ternyata Helen telah mempersiapkan rencana berbeda, ia telah membeli seekor anak anjing menggemaskan yang telah ia atur sedemikian rupa agar dikirim kepada John setelah ia tiada. Dalam seketika anjing tersebut menjadi sahabat baru sangat berharga bagi John, dari makan bersama, tidur bersama, hingga jalan-jalan bersama menggunakan mobil klasik milik John. Benda terakhir tadi ternyata justru membawa masalah baru bagi John Wick. 

Seorang anak muda sombong bernama Iosef Tarasov (Alfie Allen) merasa tertarik dengan mobil tersebut ketika ia bertemu dengan John saat mengisi bensin. Tentu saja John menolak karena mobil tersebut salah satu hal benda paling berharga dalam hidupnya, namun bukannya mundur Iosef justru menekan karena ia percaya semua hal punya harga yang dapat dibayar. Belum merasa puas, Iosef merencanakan hal yang lebih besar, yang celakanya justru bukan hanya membawa masalah yang lebih besar bagi dirinya, namun juga sang ayah, Viggo Tarasov (Michael Nyqvist) dan kerajaan bisnis mereka, karena John Wick bukan pria biasa, ia adalah mantan sosok menakutkan yang sedang dilanda kesedihan.


Alasan utama mengapa John Wick memperoleh sanjungan dari banyak penikmat film sebagai salah satu kejutan terbesar di tahun adalah karena pada dasarnya ia tidak memberikan sesuatu yang benar-benar baru di genre action. Ya, standard, apa yang ia berikan mungkin telah sering anda saksikan, apa yang Derek Kolstad tulis di sektor narasi bahkan tidak pernah mencoba membawa anda untuk masuk kedalam dunia yang baru di genre action thriller dengan tema utama balas dendam yang ia usung, hal yang sama juga dilakukan oleh sang sutradara, Chad Stahelski. Orang-orang di balik kendali seperti sepakat pada satu hal, mari tidak mencoba terlalu keras untuk menjadi sebuah kemasan yang mewah dan pintar dari segi materi, tapi justru bangun berbagai hal sederhana dan super familiar itu menjadi sebuah arena bagi satu karakter untuk membawa semua penonton bersenang-senang bersamanya.

Karena hal tersebut pulalah sehingga tidak peduli seberapa klasik apa yang anda saksikan didalam layar senyuman akan sulit untuk lepas dari anda, dari awal hingga akhir. John Wick adalah film yang bukan hanya dimana ia tahu ingin menjadi apa, tapi ia juga tahu apa yang harus ia lakukan untuk mencapai keinginan tersebut, melakukan eksplorasi lewat berbagai sentuhan yang tepat dan presisi pada kekuatan dari sebuah thriller balas dendam, kemudian menjauhkan berbagai titik lemah yang sering menghancurkan film tipe seperti ini untuk tidak mengganggu penontonnya. Dua hal tersebut berhasil di eksekusi dengan baik, kita punya konflik utama yang kokoh namun tidak di temani dengan hal-hal rumit dan tidak perlu yang dapat memberikan beban tambahan, kita punya skema atau alur cerita yang jelas, dan kita punya karakter utama yang benar-benar kuat.


Keberhasilan utama film ini berasal dari karakter utamanya, John Wick. Chad Stahelski sangat piawai memanfaatkan berbagai hal kecil untuk kemudian memberikan dampak yang besar pada power yang dimiliki oleh John Wick. Bukan hanya dari permainan dialog yang cukup panjang, sebuah kata “Oh” yang terlontar dari percakapan melalui telepon itu saja punya pengaruh yang besar dalam memperdalam karakterisasi John Wick, yang uniknya disisi lain juga ikut di set untuk tampil misterius, tampil dingin layaknya tokoh sentral klasik yang tinggal menunggu waktu untuk meledak. Karakter pendukung lainnya juga tidak dibekali dengan tanggung jawab yang terbatas, mereka punya peran atau fungsi yang sangat efektif, sebut saja Iosef Tarasov yang sukses membuat penonton geram dan mendukung tindakan John Wick, belum lagi kehadiran “petugas kebersihan” yang sukses menyuntikkan humor yang kuat itu.

Bukan berarti dengan hanya mengandalkan karakter lantas film ini tidak punya isi yang menarik dan terkesan bodoh, ia memang tidak selalu pintar di semua elemen namun dengan keterbatasan tersebut ia mampu menjadi sebuah kemasan yang pintar dalam menyenangkan penontonnya. Cukup tahu ini adalah sebuah film balas dendam, kemudian dekatkan diri anda dengan John Wick, maka anda akan mendapatkan petualangan layaknya sebuah rollercoaster yang punya lintasan energik, ia membawa penonton naik dengan berbagai aksi brutal yang bukan hanya dikemas dengan total, namun juga diberikan sentuhan stylish yang manis, permainan kamera dan warna yang menarik, hingga soundtrack yang seolah terus memompa adrenalin cerita dan juga penontonnya, tapi disisi lain drama yang memiliki keterkaitan dengan kisah kelam John Wick juga terus hidup hingga akhir, sesekali memperkuat emosi sehingga aksi balas dendam itu tidak hanya sebatas upaya kosong tanpa makna.


Hal lain yang juga menjadi sorotan menarik adalah kemampuan Chad Stahelski dalam mempermainkan dinamika cerita. John Wick adalah kombinasi antara serius dan santai, ada materi gelap yang eksis ditengah cerita, tapi disekitarnya kita akan menjumpai hal-hal ringan yang menjadi penyeimbang. Yang menarik adalah transisi antara dua hal tersebut terasa mulus, seperti ada baton yang secara bergantian terus berpindah sisi dan menariknya momentum dan fokus tidak pernah rusak, intensitas yang ia miliki terus tumbuh hingga akhir, yang juga menjadi sumber dari apresiasi yang mereka peroleh karena hal tersebut mereka tampilkan dalam gerak yang cepat. Ya, berbagai keunikan itu yang menyebabkan materi yang terasa biasa tadi menjadi tampak tidak biasa, sebuah pesta menyenangkan dipenuhi dengan materi dan sensasi tepat guna yang terus mengalir dengan mulus hingga akhir.

Tapi Keanu Reeves adalah bintang utamanya. Pria berusia 50 tahun ini juga menjadi salah satu faktor yang menjadikan John Wick terasa mengejutkan, karena ekspektasi penonton pada penampilan Neo belakangan ini sudah mulai tidak begitu besar. Dapat dikatakan Keanu Reeves beruntung kali ini, ia mendapatkan karakter yang seperti menjadi sebuah nostalgia bukan hanya bagi dirinya namun juga penonton, karena John Wick punya pesona yang dimiliki oleh The Matrix, ada kesan elegan dan badass yang sama besarnya. Para aktor lainnya juga tidak bisa di lupakan begitu saja, seperti Alfie Allen, Willem Dafoe, dan Michael Nyqvist, kapasitas mereka dalam cerita memang sanagat minim, beberapa bahkan ada yang hanya sebatas sebagai tempelan, tapi mereka punya peran penting dalam membentuk sosok menakutkan dari seorang John Wick.


Overall, John Wick adalah film yang memuaskan. John Wick berhasil memberikan sebuah hiburan yang besar dari materi-materi sederhana yang ia bawa, pada akhirnya memang tidak terasa megah namun dengan eksekusi yang terkendali, berani, total, serta cermat dalam membentuk berbagai keunikan yang dimiliki ia tidak akan pernah berhenti membuat penonton terkejut sembari tersenyum dengan sensasi yang ia hadirkan, membentuk kembali hal-hal standard dari sebuah revenge thriller menjadi sebuah petualangan yang segar dan menyenangkan bersama karakter utama yang mempesona, memberikan salah satu hiburan action terbaik di tahun ini








0 komentar :

Post a Comment