Showing posts with label Michael Nyqvist. Show all posts
Showing posts with label Michael Nyqvist. Show all posts

Review: Colonia (2016)


“Once you join us you must remain.”

Sepasang kekasih sedang menikmati waktu bersama namun tiba-tiba terjebak dalam kekacauan politik, bukankah itu sebuah dasar masalah yang menarik? Menggunakan setup kisah nyata yang terjadi sewaktu Perang Dingin berlangsung Colonia secara frontal menunjukkan dirinya sebagai kombinasi seimbang antara sebuah sajian thriller dan di sisi lainnya merupakan penggambaran kisah asmara, sebuah film eksploitatif yang caranya bermain mengingatkan penonton pada Argo hingga Munich. Lalu apakah kualitas Colonia sama dengan dua film tersebut? Sayangnya tidak.

Movie Review: John Wick (2014)


"Everything has a price."

Jika anda pernah merasakan kesedihan yang teramat dalam, anda pasti akan tahu bagaimana rasa kesal ketika disaat yang sama hadir masalah baru yang mencoba menganggu. Biasanya ledakan yang akan muncul pada situasi tersebut akan dua, tiga, empat, bahkan n kali lebih besar dari amarah normal anda. Konsep tersebut yang digunakan film ini untuk memberikan salah satu hiburan action terbaik tahun ini, John Wick: don't mess with “siCK” people, especially if he’s a WIzard.

Review: John Wick (2014)


"Don't set him off."

Saya suka dengan film yang bekerja seperti John Wick, ia seperti membuat kita menilai kalau ia tidak punya target yang begitu tinggi, tapi ketika kita mulai dihibur olehnya hasil yang ia berikan justru terasa tinggi. Dari konsep sederhana tentang upaya balas dendam, film ini berhasil memberikan salah satu sajian action terbaik di tahun ini, kekerasan yang brutal dan inventif, aksi bersenang-senang yang santai namun tetap ditemani dengan permasalahan yang serius tampil intens dan energik, John Wick. 

Movie Review: Disconnect (2012)

 

"He can turn on your camera, he can watch you."

Dibalik kekuatan besar yang ia miliki, ada dua hal yang dapat anda peroleh dari kebebasan yang diberikan oleh internet, entertainment dan punishment. Facebook dan twitter sebagai media berkomunikasi, arena “show-off” makanan bernama instagram, sentuh layar dan anda sudah dapat membaca berita tanpa perlu membeli koran, bahkan membeli pakaian dan tiket pesawat tanpa perlu terjebak kemacetan. Tentu sebuah opsi untuk mempermudah hidup, membangun sebuah koneksi yang sangat luas, namun juga punya potensi untuk "memutuskan" koneksi yang sesungguhnya jauh lebih penting, hubungan sosial di dunia nyata. Disconnect: simple, intens, fokus, disconnect.

Movie Review: The Girl Who Kicked the Hornet's Nest (2009)


Seperti judulnya, The Girl Who Kicked the Hornet's Nest adalah sebuah hasil dari dampak domino yang harus dialami oleh Lisbeth Salander (Noomi Rapace) akibat semua kekacauan di dua film sebelumnya yang berpusat pada dirinya. Langsung menyambung cerita dari film kedua, Lisbeth seperti berada dalam sebuah sarang berisikan banyak madu yang terus dijaga oleh lebah-lebah yang punya dua tujuan yang berbeda, ingin melindunginya, dan disisi lain ingin menjatuhkannya untuk melindungi sebuah rahasia besar yang telah tersimpan puluhan tahun lamanya.

Movie Review: The Girl Who Played with Fire (2009)

 

Seperti yang kita ketahui, The Girl with the Dragon Tattoo tidak diakhiri dengan cara yang biasa. Ia memang sukses membongkar semua misteri yang dengan rapi telah dibangun sejak awal, dan menghadirkan sebuah penyelesaian yang solid dan jelas. Namun ada sebuah adegan yang sangat memorable di akhir cerita, ketika terjadi sebuah kasus dengan bukti berupa gambar cctv seorang wanita menggunakan wig blonde yang diduga menjadi dalang dari kasus tersebut. Dia adalah Lisbeth Salander, wanita yang ternyata bukan hanya memiliki tattoo, melainkan juga gemar bermain dengan api, bermain dengan masalah.

Movie Review: The Girl with the Dragon Tattoo (2009)


Millenium Series adalah sebuah kesuksesan dari Stieg Larsson, dan itu pula yang menjadikan Yellow Bird langsung mengadaptasi tiga novel tersebut kedalam bentuk film yang bahkan dirilis ditahun yang sama, 2009. Ini adalah bagian pertamanya, The Girl with the Dragon Tattoo, yang dibawah kendali Niels Arden Oplev berhasil membuat saya menyadari mengapa film adaptasinya itu akhirnya berhasil mendapatkan lima nominasi Oscar.