22 April 2016

Review: Batman v Superman: Dawn of Justice (2016)


"Tell me. Do you bleed?"

Warner Bros. (akhirnya) memulai shared fictional universe DC Extended Universe di tahun 2013 lewat film Superman dengan judul Man of Steel, sedangkan kompetitor mereka, You-Know-Who, memulai “dunia” milik mereka di tahun 2008 dan tahun ini akan merilis film yang ke-14. DC mencoba mengejar dengan menjadikan film ini sebagai reboot Batman, sekuel Superman, perkenalan musuh besar, dan perkenalan superhero baru. Usaha yang ingin “cepat” tadi memang menghasilkan presentasi yang terasa jam-packed namun di sisi lain Batman v Superman: Dawn of Justice berhasil mencapai tujuan utama mereka: menjadi sebuah kata pengantar yang oke bagi DC Extended Universe. The greatest gladiator match in the history of the world?

Pertarungan destruktif antara dirinya dengan General Zod (Michael Shannon) menyebabkan Superman (Henry Cavill) kini harus menyandang status sebagai tokoh kontroversial di Metropolis. Tidak hanya masyarakat Metropolis yang marah pada Superman namun juga Bruce Wayne (Ben Affleck) mulai berusaha menemukan kelemahan Superman ketika ia beroperasi sebagai pahlawan kegelapan di Gotham City sebagai Batman. Bruce Wayne menilai bahwa Superman harus dihukum akibat pertarungannya dengan General Zod memakan banyak korban jiwa. Lex Luthor (Jesse Eisenberg), seorang pengusaha kaya ini juga berpikiran serupa dan tidak hanya sekedar mencoba untuk “menekan” Senator June Finch (Holly Hunter) namun sembari mendorong rencana lain miliknya yang lebih mematikan terkait kryptonite dan Zod. 



Sejak pertama kali memperkenalkan dirinya film Batman v Superman sudah harus menghadapi track yang begitu mendaki, dari berbagai “lelucon” hingga sikap pesimis dari calon penontonnya. Memang Man of Steel menciptakan "dampak" yang cukup kuat sebagai pembuka DC Extended Universe namun satu hal yang harus diingat seperti yang disinggung di awal tadi bahwa DC Extended Universe baru memulai dunia mereka, ini adalah film kedua mereka. Yang menjadi masalah adalah di balik potensi dari karakter-karakter besar yang mereka punya DC tampak masih bingung pada cara memulai “kerajaan” mereka, ibarat konstruksi mereka belum menemukan pondasi yang bukan hanya kuat namun juga “tepat” untuk membangun konstruksi di atasnya. Alhasil dengan memiliki Batman dan Superman dalam satu film sebuah pertarungan gladiator terbesar dalam sejarah justru berakhir kurang maksimal.



Batman v Superman: Dawn of Justice seperti dipaksa untuk berlari kencang demi mengejar rival yang sudah berada jauh di depan. Won’t say ini sebuah sajian yang super buruk namun dengan segala macam kompleksitas yang ia punya dilengkapi pertarungan intens di bagian akhir film ini meninggalkan rasa yang sedikit unik, sebuah rasa ketika manis, pahit, hingga asam saling bercampur dan tidak ada satupun dari mereka yang terasa tajam. Jika Batman v Superman: Dawn of Justice ingin menghadirkan pendekatan yang lebih gelap dari apa yang dilakukan You-Know-Who seharusnya penonton bukan sekedar dicengkeram saja tapi diberi ketukan yang tepat, dari segi cerita dan daya tarik. Semangat film ini tinggi tapi daya tarik dan pesona cerita tidak stabil, bicara motivasi karakter ia minim sisi ketegangan dramatis juga terasa kurang nendang, dan itu hal yang salah karena sesungguhnya DC juga punya tugas lain yang tidak kalah pentingnya: mendapatkan penggemar baru.



Pendekatan “gelap” yang DC coba lakukan bukan sesuatu yang salah tapi mengapa mereka berakhir tidak maksimal karena tidak ada eksekusi yang tegas di dalamnya. Batman, Superman, hingga Wonder Woman, mereka tenggelam di dalam skenario yang terlalu sibuk membangun benang merah masalah karena tugas yang sejak awal memang sudah begitu banyak, usaha membedah superhero dengan menggunakan latar belakang yang suram sembari menampilkan misteri dari penjahat utama yang telah menanti di depan. Pada akhirnya memang berbagai masalah beserta keterkaitannya satu sama lain menjadi clear tapi ada rasa inkoherensi di dalamnya, disjointed dan meninggalkan makna yang kurang menarik. Bukan, bukan pada bagaimana hal super rumit diselesaikan dengan satu nama namun akibat Zack Snyder yang tidak mampu menciptakan rasa peduli yang kuat dari penonton terhadap karakter utama, sudah begitu di awal penonton disuruh memilih pula.



Di tangan Zack Snyder film ini tampil seperti sebuah presentasi bisnis, penonton hanya menyaksikan penggambaran tentang sebab dan akibat tanpa dirangkul untuk seolah ikut terlibat di dalam kepentingan yang dibawa oleh cerita. Script yang ditulis oleh Chris Terrio dan David S. Goyer memang tidak dapat dikatakan kuat pula, cerita tidak pernah mampu menjelaskan mengapa pertikaian antara Batman dan Superman tampak seperti sebuah masalah yang besar, perlahan hanya terasa seperti adu domba dari Lex Luthor. Cara Zack Snyder mengolah materi yang jadi kendala utama bagi Batman v Superman: Dawn of Justice untuk bersinar terang. Dari sinopsis yang menarik Snyder tidak menunggu lama, dengan cepat membangun motivasi lalu mengutak-atik cerita untuk menciptakan panggung perebutan gelar terbaik antara Batman dan Superman. Celakanya arah masalah tidak hanya dua, ada empat malah mungkin lebih, dan dari sana Snyder mulai tenggelam dalam ambisinya.



Ketika konflik mulai terasa kusut akibat editing yang lemah Snyder kembali gunakan kegemarannya pada kebisingan dan menghancurkan hal-hal untuk menyelesaikan masalah. Zack Snyder memang punya visi yang bagus dalam hal teknis dan harus diakui Batman v Superman: Dawn of Justice punya beberapa action sequence yang menonjol, pertarungan di bagian akhir itu luarbiasa. Nah, yang menjadi masalah adalah Snyder belum mampu menyuntikkan kegembiraan kedalam berbagai ledakan yang ia hasilkan, ia belum mampu menampilkan action sequence yang bukan sekedar “wow” saja tapi juga fun. Tidak heran Batman v Superman: Dawn of Justice terasa biasa karena ia lebih tertarik berusaha membuat penonton terpukau dengan mencengkeram dan kemudian memekakkan telinga mereka ketimbang mencoba menciptakan presentasi yang mampu menggetarkan hati dan emosi, sesuatu yang sesungguhnya di awal memiliki potensi sangat besar.



Lalu apa keunggulan Batman v Superman: Dawn of Justice? Ini berhasil menjadi sebuah kata pengantar yang oke, berhasil merangsang penonton untuk at least tertarik fase awal pada apa yang akan DC Extended Universe berikan di masa depan terutama dari film standalone Wonder Woman, The Flash, film berikutnya dari Batman dan juga Superman, dan tentu saja target terbesar mereka yang paling dekat, Justice League. Cerita menarik dalam presentasi kusut anehnya sulit pula untuk menolak terpukau dengan berbagai karakter di dalam cerita. Motivasi mereka memang kurang menarik, but heck yes Batman, Superman, Wonder Woman, Lex Luthor hingga Lois Lane (Amy Adams) berhasil mengikat atensi hingga akhir. Di sini Snyder sukses, sisi ikonik mereka ditampilkan dengan begitu electrifying meskipun seperti disebutkan sebelumnya rasa peduli pada eksistensi mereka minim.



Dan kesuksesan tersebut tidak lepas pula dari kinerja cast, banyak hal yang sangat baik muncul dari sektor ini. Henry Cavill berhasil membawa pesona Superman naik satu level, dan chemistry Cavill dengan Amy Adams juga baik, sama seperti koneksinya dengan Ben Affleck. Ben Affleck berhasil memukul banyak persepsi miring ketika dahulu ia dipilih untuk memerankan Bruce Wayne, ia berhasil menjadi miliarder playboy yang memiliki kedalaman yang kuat ketika menjadi The Dark Knight meskipun ia harus puas berada di posisi kedua ketika bersanding dengan Jeremy Irons. Pandangan skeptis dulu juga diperoleh Gal Gadot ketika dipilih sebagai Diana Prince/Wonder Woman, tapi di sini ia membuat Wonder Woman tampak luar biasa. Highlight dari bagian cast adalah Jesse Eisenberg, menampilkan Lex Luthor sebagai pria megalomania dengan kesan sosiopat yang terus menebar ancaman yang menarik.



Minim humor, terasa sesak, dan tampak terlalu serius bukan sesuatu yang salah dilakukan oleh Batman v Superman: Dawn of Justice melainkan cara mengolah pendekatan tadi yang kurang dipoles dengan tepat sehingga ini akan terkesan seperti presentasi bisnis untuk "menjual" action figure. Memiliki karakter dengan pondasi yang menarik serta sebuah pertempuran yang epic, Batman v Superman: Dawn of Justice merupakan sebuah kata pengantar yang oke namun berakhir sebagai “tawuran” yang incoherence akibat pengarahan dan skenario yang kurang mampu menggabungkan action dan cerita menjadi kombinasi yang tidak hanya menyengat penonton namun juga memberikan mereka petualangan dengan irama yang menarik. Terlalu dipaksa untuk berlari super kencang Warner Bros. harus menemukan “cara” baru agar di film-film DC Extended Universe selanjutnya pendekatan yang mereka coba gunakan bekerja dengan maksimal. This is a competition DC! Perbaiki! 


















2 comments :

  1. Zack Snyder memang bukan pencerita yang baik

    ReplyDelete
  2. and now here we come, the-super-awesome-captain-america-civil-war!

    ReplyDelete